"Bagaimana Gorstag?" tanya Kain pada laki-laki barbarian itu, mencoba mendapatkan kabar terbaru dari temannya, terkait situasi yang tengah mereka hadapi.
Gorstag menggeleng dengan ekspresi kecewa. "Tidak ada kemajuan, dia tetap diam tak mau bicara," jawab Gorstag dengan nada rendah, memberikan gambaran sulit pada teman pendeknya itu.
"Uldor masih didalam?" tanya Kain.
Gorstag mengangguk. "Ya, baru kali ini aku melihat Uldor sangat marah. Dia merasa sangat bersalah dengan menghilangnya Tane," jelas Gorstag, memberikan informasi tentang beban emosional yang dirasakan Uldor.
"Bukan cuma dia saja, tapi kita semua," ungkap Kain lalu melangkah masuk ke dalam ruangan yang dimaksud, berusaha melihat sendiri situasi di dalamnya.
Saat berada di dalam, ia menemukan Uldor duduk di depan salah satu pasukan penyerang yang berhasil ditangkap. Wajah Uldor kesal dan amarah juga terlihat jelas pada ekspresinya.
Kain mendekat lalu menepuk pundak Uldor. "Istirahatlah, biar aku yang menggantikan," ujar Kain, memberi tahu Uldor jika ia akan mengambil alih tugas mengintrogasi tahanan ini.
Uldor menatap Kain sejenak, terlihat dalam matanya ada rasa berharap, lalu pergi keluar dari ruangan itu dengan lemas, memberikan Kain kesempatan untuk menjalankan aksinya.
"Apa kau adalah Kain si Pathfinder?" tanya tahanan itu begitu melihat Kain mengambil tempat duduknya.
Kain duduk diam, merenung sejenak sebelum akhirnya menjawab, "ya, aku Kain," hanya itu yang diucapkannya, tidak banyak kata, namun terdengar mantap.
"Aku Finto. Sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu secara langsung. Aku adalah penggemarmu, kau sangat keren, Sir Kain," ujar pemuda itu dengan mata terbuka lebar, begitu juga senyumnya. Ekspresi wajahnya penuh dengan kekaguman yang mungkin dirasa agak terlalu berlebihan.
"Wajahmu terlihat menjijikan," ujar Kain dengan suara serak, mengekspresikan tidak suka saat melihat ekspresi wajah Finto.
Finto terlihat sangat gembira, matanya berbinar-binar setelah mendengar Kain. "Dia berbicara padaku," ujar Finto sambil mengangguk-anggukan kepalanya dengan cepat, mengisyaratkan betapa bahagianya ia mendapat perhatian dari idolanya. Lalu, tanpa bisa menahan kebahagiaannya, Finto melanjutkan, "aku sangat senang! Ini adalah hari terbaik selama aku hidup!"
Finto terus memperlihatkan ekspresi yang berlebihan, meskipun tangan dan kakinya terikat oleh belenggu besi yang mencengkramnya. Melihat tingkah Finto yang tidak wajar, Kain merasa bergidik ngeri dalam hatinya.
Kain, meskipun sangat ingin menyelesaikan semuanya dengan cara kasar, sebisa mungkin ia tahan. "Aku akan langsung bertanya padamu," ujar Kain dengan nada tegas, sementara itu, Finto terlihat sangat senang, bahkan mungkin terlalu senang. "Siapa pemimpinmu?" lanjut Kain, mencoba meraih informasi yang dibutuhkan.
"Maaf sir, aku tak bisa menjawab itu," jawab Finto dengan bangga, senyum kemenangan terpampang di wajahnya seolah berhasil meraih perhatian Kain.
Kain merasa keheranan saat menghadapi laki-laki di depannya yang bertingkah seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru. Lalu, Kain melanjutkan interogasinya, "darimana kau berasal, Finto?"
Finto melompat-lompat kesenangan dan terlihat berlebihan. "Dia memanggil namaku! Sir Kain memanggil namaku!" ujar Finto dengan riang, seakan-akan kebahagiaannya tak terkendali.
Kain memijit dahinya, mengingat perilaku Finto yang mirip anak kecil. "Finto, jangan lakukan itu, dan jawab saja pertanyaanku," pinta Kain dengan sabar.
Finto tampak sedikit bingung, matanya berkilat-kilat dalam pemikiran singkat, lalu akhirnya dia menjawab, "aku berasal dari barat, sir," jawabnya, masih dengan kegirangan yang tampaknya sulit dibendung.
Dengan tenang, Kain melanjutkan pertanyaannya. "Barat? Hmm, menarik," balas Kain sambil mengusap-usap dagunya dengan jari-jarinya.