Dia mengikat kudanya di tempat khusus disebelah bangunan yang bertuliskan Doyir Inn. Eran, telah tiba di kota Starastok beberapa saat yang lalu, setelah memesan salah satu kamar, ia segera meletakan tas kecil yang ia bawa, lalu beristirahat sambil menunggu gelap.
Dengan tudung dan jubah hitamnya, Eran keluar dari Inn sesaat setelah hari berganti malam. Tujuan malam ini adalah mencari Carany Whistle, seorang informan yang disebutkan oleh Halbarad sebelumnya. Dia memasuki Tavern dengan hati-hati, menyelinap di antara kerumunan para penikmat minuman ocehan yang penuh semangat. Setelah memesan Ale, Eran memilih tempat duduk di sudut paling tersembunyi dari tempat tersebut, di ujung yang paling jauh dari mata orang lain.
Tak lama kemudian, seorang anak muda berambut abu muda sepertinya karena tertutup tudung, dengan perawakan kurus yang tampaknya berusia sekitar 13 tahun mendekatinya dengan cepat dan tanpa ragu duduk di kursi di seberang Eran. Lampu temaram di Tavern menerangi wajahnya yang misterius, dan matanya berkilat di bawah tudung jubahnya yang berwarna merah.
"Sepertinya akan turun hujan," kata Eran sambil memandang anak itu.
Anak itu seketika menatap Eran dengan serius. "Berikan pertanyaanmu, tuan," ucapnya akhirnya, suaranya halus dan berbisik-bisik. Yang di ucapkan Eran tadi adalah kata kunci untuk berurusan dengan sekelompok Canary Whistle.
Perhatian Eran langsung tertuju pada anak itu. "Dimana lady Taneaya berada?" tanyanya langsung.
Anak itu mengangguk. "Aku tahu keberadaannya," jawabnya cepat. "Lady Taneaya berada di kediaman Duke Dignus, tak jauh dari sini. Dia berada di lantai tiga, kamar paling ujung sebelah kanan."
Eran merasa adrenalin mengalir melalui tubuhnya. Informasi itu adalah petunjuk yang sangat berharga dalam pencariannya. "Bagaimana aku bisa yakin kau tak berbohong?" tanya Eran sambil menjaga suaranya tetap rendah.
Anak itu tersenyum licik. Matanya yang cerdas dipenuhi oleh sebuah gagasan. Dia tidak menjawab, lalu anak itu mengetuk meja tiga kali dengan lembut, hampir tidak terdengar. Itu adalah sinyal yang jelas bagi Eran. Sebuah bayaran yang Setimpal untuk sebuah informasi, Itulah peraturannya.
Eran menjaga ketenangannya dan mengeluarkan seutas kantong kecil berisi koin-koin emas dan melemparkannya di atas meja.
Anak itu tersenyum lebar, lalu mengambil kantong koin tersebut dengan hati-hati, seperti seorang pencuri yang berhasil memperoleh jarahan berharga. Tanpa berkata sepatah kata pun, anak itu berdiri dan meluncur ke dalam keramaian yang membingkai Tavern, meninggalkan Eran dengan banyak pertanyaan mengisi pikirannya.
"Ini, tuan," ujar pelayan wanita sambil menyuguhkan segelas Ale dan sepiring roti gandum kering.
Eran menenggak lagi segelas Ale kesukaannya yang membuat tubuhnya hangat. Ada sesuatu yang tenang dan rileks di dalamnya, sedikit menenangkan pikirannya. Namun, dia masih merasa kurang nyaman tinggal di Tavern yang ramai ini. Eran bersyukur di Tavern ini, dia tidak kenemukan seorang bard yang selalu bernyanyi dan membuat gaduh seisi Tavern, seperti Halbarad.
Eran tetap waspada, dan matanya tetap merayapi keadaan sekitarnya, mencari tanda-tanda dari yang dicarinya. Pada pandangan pertama, tidak ada yang mencolok - hanya beberapa warga kota dan beberapa prajurit yang tertawa dan mengobrol, dan suasananya tampak cukup damai. Tidak lama, Eran menyelesaikan minum dan makannya dan segera menyelinap pergi dari Tavern itu.
Langkahnya mantap menyusuri jalan-jalan kota, di mana rumah-rumah berdiri tegak di kedua sisinya, dan usaha-usaha warga tersebar di sepanjang jalan.