Sebuah guyuran membuat sadar Eran, sedari tadi dia dalam kondisi setengah sadar. Lukanya terasa perih, sangat perih membuatnya mengernyit, namun seketika dia sadar jika tubuhnya tak bisa digerakan.
Matanya yang sudah terlihat segar, segera melihat seseorang dihadapannya.
"Taneaya," ujar Eran terbata.
Namun seketika dia sadar jika Taneaya tidak sendiri, dibelakangnya berdiri dengan memeluk Erat tubuh Taneaya, Dignus. Orang yang membuat amarahnya seketika memuncak.
"Dia sadar, Taneaya," ujar Dignus. Sementara itu Taneaya terlihat tidak nyaman dengan kondisinya sekarang, dia benar-benar merasa rendah dihadapan Eran.
"Lepaskan dia! Kau—" Teriakan Eran terpotong, saat tiba-tiba lukanya terasa nyeri karena siraman air dari dua prajurit didekatnya, "Ugh! Ba— bajingan!"
"Lihatlah Taneaya, dia marah-marah tanpa sebab yang jelas. Padahal aku menyiramkan ramuan herbal untuk menyembuhkan lukanya," ujar Dignus pada Taneaya, namun adiknya itu merasa semakin tidak nyaman saat Dignus mengendus lehernya lagi dari belakang, sambil berbisik, "turuti semua ucapanku, atau kau akan melihatnya kusiksa dengan alat-alat itu."
"Lepaskan dia, baji—" Lagi-lagi Eran tak bisa menyelesaikan kalimatnya karena rasa sakit.
Taneaya hanya bisa menangis saat itu, dia dalam kondisi yang sangat terpojok. Nyeri di pergelangan tangan dan kakinya masih belum terlalu sembuh. Dia ingin melawan, namun tak mampu.
Dignus kembali berbisik kembali, "Taneaya, aku butuh jawabanmu."
Taneaya mengangguk dengan hati yang berat dan tak rela.
"Baiklah," ujar Dignus sambil melepaskan pelukannya, lalu menarik tangan Taneaya. "Ayo, kita harus menginterogasi si penyusup itu."
Lalu Dignus maju mendekat kearah Eran. "Sediakan satu kursi disini." Segera penjaga itu mengambil kursi dan meletakannya di depan Eran.
"Kalian, enyahlah dari sini!" perintah Dignus.
Lalu kedua prajurit itu pun segera meninggalkan ruangan itu. Setelah itu Dignus duduk dikursi itu, sementara Taneaya masih berdiri sambil menunduk.
"Taneaya, duduk disini," ujar Dignus sambil menunjuk kearah kursi yang ia duduki.
Taneaya masih terdiam belum bergerak, dia bingung harus melakukan apa, sampai sebuah bentakan menyadarkannya, "Taneaya!"
Dengan berat dia mengikuti perintah Dignus, dia duduk dikursi yang sama dengan Dignus memangkunya.
"Bagus," ujar Dignus bangga, ia sengaja melirik Eran sambil tersenyum mengejek.
Eran mencoba menenangkan dirinya, namun dia sangat marah saat melihat Taneaya diperlakukan seperti itu.
"Baiklah ... Aku akan memulai interogasinya," ujar Dignus sambil memeluk Taneaya dari belakang, lalu pertanyaan pertama keluar dari mulutnya, "apa kau tau kesalahanmu, penyusup?"
Eran menatap tajam kearah Dignus, lalu menjawab sambil mengontrol ketenangannya, "aku tak pernah merasa mempunyai kesalahan," jawab Eran dengan senyum yang ia paksa.
Dignus sedikit geram, lalu mencoba mengingatkan Eran. "Apa kau tidak melihat situasimu sekarang, penyusup?"
"Aku tak begitu yakin," jawab Eran.
Dignus benar-benar dibuat jengkel saat ini. "Aku hampir melupakan pertanyaan yang wajib ditanyakan," ujar Dignus sambil mengenduskan nafasnya kasar, lalu melanjutkan, "siapa namanu, penyusup?"
Eran menyunggingkan senyumnya. "Bukankah dulu kita pernah berkenalan, apa kau lupa?" jawab Eran.
Dignus seketika melotot kearah Eran, tanpa sadar dia mencengkram bahu Taneaya dengan keras sampai membuat Taneaya menahannya.
"Ughh ..." rintih Taneaya pelan.
"Kau sepertinya lupa. Baiklah, aku akan mencoba mengingatkanmu. Kita sudah berkenalan saat aku berhasil membawa lari Taneaya dari kejaranmu di sekitar sungai Tossing Rill," ujar Eran santai penuh dengan provokasi.