Peperangan dan Ambisi: Buku 3. Angin Yang Ternoda Dari Barat

Sicksix
Chapter #44

106. Orang Kedua Yang Dignus Benci

Setelah keluar meninggalkan Enid dan Eran, Dignus sesegera mungkin melangkah kakinya. Dia sudah tak sabar untuk melanjutkan kegiatannua yang sempat tertunda tadi. "Tunggu, Taneaya. Kau benar-benar membuatku gila!" bisiknya.

Dignus melangkah tak sabar menyusuri lorong-lorong kediamannya itu, namun saat berada didekat ruangan kerja, langkahnya terhenti. 

Dia melihat seseorang yang tak asing, dia memelankan langkahnya. Saat sudah berada pada jarak pandang, dia benar-benar melupakan seseorang. 

Markus, dia adalah orang nomor dua yang paling ingin dia hindari. Sosok yang sifatnya tak jauh beda dengan Enid.

"Adik angkatku Dignus," sapa Markus, sambil melangkah mendekat dan memeluk Dignus.

"Lepaskan pelukanmu!" protes Dignus. 

"Ada apa dengan sambutanmu itu? Apa kau tak suka aku ada disini?" tanya Markus sembari menyipitkan matanya.

Dignus benar-benar menggerutu didalam hatinya, bisa-bisa ia kehabisan waktu untuk menemui Taneaya.

"Aku sedang sibuk saat ini, jadi lebih baik jangan mengangguku," ujar Dignus ketus.

"Sibuk? Ah, aku lupa, kau kan seorang Duke, maafkan aku, adikku," ujar Markus dengan nada menyesal yang dibuat-buat.

Dignus melirik jijik pada Markus. "Baguslah kalau kau mengerti, silahkan gunakan ruang kerjaku sesuka hatimu," ujar Dignus.

"Itu aneh, tadi kau bilang sibuk, tapi kenapa kau malah berkata seperti itu, sebenarnya kesibukan apa yang sampai membuatmu terburu-buru seperti ini?" tanya Markus sambil merangkul erat adik angkatnya itu.

Dignus memaki di dalam hatinya, ia merutuki mulut Markus yang tajam. Pertanyaannya Markus benar-benar berbahaya.

"Aku akan kerja di kamarku, jadi gunakan saja ruang kerja itu sepuasnya!" gerutu Dignus sambil menepis kasar rangkulan Markus. Lalu Dignus segera pergi meninggalkan Markus. 

Namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Markus. "Kau sepertinya menyembunyikan sesuatu di kamarmu?"

Dignus benar-benar terkejut dengan pertanyaan dari Markus, jantungnya berdetak kencang, takut dan berfikir kemungkinan terburuk jika Markus mengetahui keberadaan Taneaya. 

Lalu Dignus menolehkan kepalanya kebelakang menatap tajam Markus. "Aku sudah besar, terserah aku mau melakukan apa. Ini kediamanku dan kau tamu, seharusnya kau tau posisimu," ujar Dignus dingin lalu memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkahnya. 

Dignus memegang dadanya, mencoba menenangkan degub jantungnya yang berdetak kecang. "Sial-sial, hampir saja," gerutu Dignus berbisik.

"Wah, lihatlah pangeran kecil kita sekarang sudah besar," ujar Markus sambil menyenderkan tubuhnya di samping pintu ruang kerja Dignus.

Lalu Markus melangkah pergi tak memperdulikan sosok kakak angkatnya itu.

***

Dignus berlari dengan terburu-buru, ia menaiki tangga dengan cepat, setelah berada di lantai tiga, dia berlari melewati lorong-lorong kosong, dan langkahnya berhenti di depan empat penjaga, yang terlihat terkejut dengan kedatangan Dignus. Mereka terlihat heran dengan tingkah Duke mereka saat ini.

"Kalian pergilah, biar aku yang menjaga sekarang!" perintah Dignus tegas sambil mengatur nafasnya.

Setelah memberi hormat mereka pergi sesuai perintah Dignus.

Lalu, Duke itu dengan kasar membuka kunci dan masuk kedalam kamar itu, tidak lupa dia juga mengunci dari dalam.

Dignus menyunggingkan senyumnya tipis, lalu dia membuka bajunya. Dan segera menghampiri Taneaya yang terlihat tertidur diatas ranjang membelakanginya.

Lihat selengkapnya