Peperangan dan Ambisi: Buku 3. Angin Yang Ternoda Dari Barat

Sicksix
Chapter #46

108. Sedikit Gangguan

Irlof terlihat menggendong Taneaya, Kain berada di belakangnya dan Dalgin berada dipaling depan. Mereka terus menyusuri jalan setapak itu, di samping kiri dan kanan hanya ada rerumputan dan pohon-pohon.

Dipikiran Kain sekarang terus berputar rasa bersalahnya pada Eran. Ini sudah yang kedua kalinya Kain tak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan Eran. 

Seketika ingatannya kembali saat bukit belakang camp mereka di desa Alku.

"Kita memiliki kesamaan."

"Apa itu?" tanya Eran tak percaya.

"Seperti sekarang, kita berada disini untuk menghindari tugas, terlebih tugas dari Cata." 

Eran tiba-tiba bangun dari tidurnya untuk duduk. "Kau benar, Kain. Aku setuju, Cata terlalu cerewet," ujar Eran sependapat dengan Kain.

"Yah, begitulah, kau tau hampir semua keperluan Band kita dia yang mengurus. Dia itu seperti sosok ibu kita saja," ujar Kain sambil tersenyum.

"Aku penasaran, bagaimana kau bisa sekuat seperti sekarang, Kain? Jika hanya dengan berlatih, aku lebih gila daripada dirimu, kau sangat malas untuk itu," kata Eran menanyakan rasa penasarannya.

Kain mengernyit. "Aku tak sekuat itu, kau terlalu berlebihan," sanggah Kain.

"Itu yang ingin kutiru darimu, tak ingin terlihat oleh orang-orang. Padahal kau itu orang terkuat nomor dua di Band ini," ujar Eran dengan rasa kagum.

"Aku tak pernah berlatih diam-diam dan kau terlalu berlebihan, aku tak sekuat yang kau bayangkan. Justru kaulah yang kuat," sanggah Kain lagi.

"Kau salah, aku tidak kuat, tapi nekat," jawab Eran.

Kain terlihat tersenyum kecut setelah ingatannya berhenti. Lalu Kain mengumpat pelan, "sialan, jangan mati, Eran!" 

Bersamaan dengan itu terdengar suara keras dari seseorang terdengar. "Berhenti!"

Tiba-tiba Dalgin yang berada paling depan menghentikan langkahnya, lalu di ikuti Irlof yang menggendong Taneaya.

Kain yang tersadar segera maju mendekat kearah Dalgin. Terlihat seseorang berdiri ditengah jalan menghalangi mereka. 

Pria berambut hitam sebahu itu mengenakan jubah merah khas kerajaan Satascar. Di tangan kanannya, dia menggenggam satu pedang. 

Kain mengamati orang itu. "Dilihat dari rambut dan pedangmu, sepertinya kau bukan Wind," ujar Kain sambil menyelipkan kedua tangannya kebelakang memegang kedua palunya.

Orang itu membungkuk dengan anggun sambil memperkenalkan dirinya. "Aku adalah Markus." Dia kembali tegap lalu melanjutkan, "aku hanya ingin berbicara sebentar dengan kalian."

"Maaf, tapi kami tak memiliki waktu untuk itu," ujar Kain dengan cepat.

"Ah, sayang sekali." Lalu ia menatap Taneaya yang pingsan dalam gendongan Irlof. "Yang kalian bawa itu putri kerajaan Satascar, jika aku melaporkan ini, kalian bisa diburu oleh pihak kerajaan."

Kain mengerutkan dahinya. "Dia teman kami, anggota Band of de Sun! Itu artinya dia keluarga kami," ujar Kain.

"Keluarga ya, ngomong-ngomong soal keluarga, aku ini kakak angkatnya Taneaya," ujar Markus sambil tersenyum.

Kain terkejut. "Omong kosong! Dia tak pernah menyinggung soal kakak angkat pada kami," jelas Kain.

Markus memasang muka sedih yang dibuat-buat. "Ah, benarkah? Sayang sekali. Padahal aku merindukannya."

" Apa kau anak buah Dignus?" tanya Kain.

"Sudah kubilang, aku ini kakak angkatnya. Kau bisa menanyakan padanya saat dia sudah sadar. Dan, aku bukan anak buah Dignus," jelas Markus.

"Lalu, apa tujuanmu!?" tanya Kain lagi.

"Aku, hanya ingin melihat wajahnya saja. Sudah bertahun-tahun sejak dia pergi dari kerajaan, aku belum pernah melihatnya lagi," jawab Markus.

"Kalau begitu, biarkan kami lewat. Jangan membuang-buang waktu kami," jelas Kain dengan mengancam.

Markus tersenyum mendengar itu. "Wah, seperti kabar yang beredar, mulutmu benar-benar tajam, Kain de Fire. Rambut hitam ikal, kau mengingatkanku padanya, kakak perempuanmu, Roha," ujar Markus sambil terkekeh.

Seketika itu juga Kain bergerak dari tempatnya, dia sudah melompat dengan palu di kedua tangannya menyerang kearah Markus. Lalu Markus segera menangkis serangan dadakan itu.

TRANKK!!!

Kain mundur selangkah untuk mengambil kuda-kuda lalu dengan cepat melesat kearah Markus lagi. Terlihat ekspresi yang sangat murka dari Kain.

Dalgin dan Irlof juga terkejut melihat situasi kaptennya yang tidak seperti biasanya.

"Beraninya kau menyebut nama bajingan itu!" umpat Kain sambil terus menekan Markus.

Lihat selengkapnya