Sementara semua orang di dalam ruangan mendengarkan dengan seksama, atmosfernya dipenuhi ketegangan. Hologram planet-planet yang telah dihancurkan oleh Zankokuna berputar-putar di tengah ruangan, menampilkan kehancuran yang meluas. Kota-kota besar yang dulunya penuh kehidupan kini hanya tersisa reruntuhan dan abu. Semua pemimpin militer yang hadir di ruangan itu, dari berbagai ras dan bangsa, telah merasakan dampak perang ini secara langsung atau mendengar kabar tentangnya. Setiap planet yang dihancurkan membawa mereka lebih dekat pada kehancuran total.
"Jadi, apa rencana kita?" tanya salah satu perwakilan dari ras Tergin, spesies serangga raksasa dengan kemampuan berkomunikasi melalui getaran. Suaranya terdengar seperti dentingan logam yang menghantam lantai. "Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Setiap hari kita mundur, kekuatan Zankokuna semakin kuat."
Kepeto menghela napas dalam, matanya yang gelap penuh dengan determinasi. "Rencana kita adalah menyerang langsung ke inti. Markas besar Zankokuna terletak di sistem bintang jauh yang hampir tidak terjangkau. Mereka berpikir mereka aman di sana, bahwa tidak ada yang bisa menantang mereka di wilayah mereka sendiri. Tapi kita akan mengejutkan mereka."
Salah satu pemimpin dari ras manusia, Jenderal Alithia, yang tampak lebih tua dan bijaksana, menyuarakan keraguannya. "Kepeto, kita bicara tentang menginvasi salah satu benteng terkuat di galaksi. Pertahanan mereka luar biasa. Apa yang membuatmu begitu yakin kita bisa menembusnya?"
Kepeto menatapnya sejenak sebelum menjawab. "Kami memiliki keuntungan yang tidak mereka duga. Selama beberapa bulan terakhir, tim intelijen kita telah berhasil menyusup ke jaringan komunikasi mereka. Kita tahu titik lemah mereka, dan yang lebih penting, kita tahu kapan mereka akan rentan."