Dalam bayangan hologram yang perlahan memudar, ruang rapat itu mulai sibuk. Para pemimpin bergegas menyusun strategi, sementara teknisi segera merancang jalur infiltrasi ke markas besar Zankokuna. Keputusan telah dibuat, dan tidak ada waktu untuk keraguan lagi.
Kepeto berdiri di tengah ruangan, mengamati kerumunan yang bergerak cepat. Ini adalah saat-saat yang menentukan, momen di mana persatuan dan keteguhan diuji. Iya menyadari bahwa aliansi ini bukan sekadar tentang kekuatan militer, melainkan tentang keberanian untuk melawan musuh yang tampaknya tak terkalahkan.
"Semua unit intelejen, laporkan ke saya dalam waktu satu jam!" perintahnya tegas. Kepeto tahu bahwa misi ini membutuhkan rencana yang sempurna, dan tidak boleh ada kesalahan.
Di luar sana, dalam kegelapan antariksa, Zankokuna menunggu. Tapi kali ini, mereka tidak akan menghadapi armada besar. Mereka akan menghadapi sesuatu yang jauh lebih berbahaya, sebuah tim yang tak punya apa-apa untuk kalah dan segalanya untuk diperjuangkan.
Kepeto menarik napas dalam, membayangkan rencana yang mulai terbentuk di benaknya. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan presisi. Iya menoleh ke arah Arva, ahli strategi yang baru saja bergabung dengan aliansi.
"Arva, bagaimana dengan skema pertahanan mereka?" tanyanya.
Arva menyentuh panel holografis di depannya, memunculkan peta markas Zankokuna. "Pertahanan mereka terkonsentrasi di sektor barat. tapi ada celah kecil di sistem radar yang bisa kita manfaatkan."
Kepeto mengangguk. "Baik. Kita akan menggunakan celah itu untuk menyusup. Kirimkan detailnya ke tim infiltrasi."
Sementara itu, di sudut lain ruangan, Lien, teknisi termuda di tim, bekerja tanpa henti memperbaiki drone pengintai. Tangannya gemetar, tapi matanya penuh tekad.
"Drone ini harus siap dalam waktu dua puluh menit," katanya sambil menghapus keringat di dahinya.
Di luar, di kejauhan, bintang-bintang bersinar dingin, seolah menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Tapi bagi Kepeto dan timnya, tidak ada waktu untuk menikmati pemandangan. Semua yang mereka lakukan malam ini akan menentukan nasib aliansi dan mungkin seluruh galaksi.
Arva mengangguk cepat dan segera mengalihkan perhatian ke perangkat holografisnya, memperbesar bagian peta yang menunjukkan sektor barat markas Zankokuna. "Kita harus bergerak dengan kecepatan maksimal," ujarnya. "Namun, kita perlu memperhitungkan rotasi shift penjaga. Jika kita menyerang terlalu awal, kita bisa terjebak dalam rotasi berikutnya."
Kepeto memandang Arva sejenak, lalu beralih kepada seluruh tim. "Baik. Kita butuh waktu yang tepat, presisi, dan disiplin. Ini bukan hanya tentang menyerang. Ini tentang memastikan kita keluar hidup-hidup."
Di sisi lain ruangan, Lien akhirnya menyelesaikan drone pengintainya. Ia mengangkat perangkat kecil itu, memutar-mutar untuk memeriksa setiap sudut. "Siap diuji," katanya dengan nada lega. Ia segera menyerahkan drone itu ke salah satu operator, yang menghubungkannya dengan sistem pemantauan mereka.
Kepeto berjalan mendekat, memberikan tepukan ringan di bahu Lien. "Kerja bagus, Lien. Sekarang, pastikan drone ini memberikan kita mata yang tajam di sektor barat. Kita butuh semua informasi yang bisa kita dapatkan."
Lien mengangguk, dan segera kembali ke pekerjaannya, kali ini mengkalibrasi perangkat lain. Sementara itu, ruangan mulai dipenuhi dengan ketegangan yang semakin terasa. Para teknisi, operator, dan pemimpin tim berbicara dengan nada rendah namun cepat, memastikan setiap detail diperiksa ulang.