Adrianna mendengar sekelibat suara di luar sana dengan mata terpejam bersama posisi berbaringnya yang menyerong ke kanan. Suara itu tidak begitu asing di telinganya.
Seakan ingin memberikan sinyal untuknya bisa beranjak dari kasur, tetapi Adrianna terlalu bergejolak untuk menangkah tenaganya lebih kuat lagi.
Sehingga, hanya akan berakhir di kasur sembari menguping setiap obrolan di luar sana.
"Eh adek gua mana?" tanya Jael sedapatnya Nicho yang telah membuka pintu. Bahkan sebelum Nicho mempersilahkan Jael dan Kintan untuk masuk ke dalam.
Nicho mendengus. "Lo nggak bisa tenang dikit dulu?" Nicho pun memiringkan posisinya untuk mempermudah mereka masuk ke dalam. Dan Kintan lah yang pertama Kali menyelosor ke dalam ruangan.
"Eh kampret, cuma ada keajaiban yang bisa bikin gua tenang!" Jael pun segera menyusuli Kintan menuju kamar Nicho.
Namun di tengah langkahnya Jael menuju kamar Nicho, Nicho pun lekas memanggil Jael. Membuat sosok yang dipanggil itu menunda langkahnya dan berpaling ke arah Nicho.
"Gua mau ngomong sama lo," ujar Nicho dengan mimik muka yang begitu serius. Jael mengangkat sebelah alisnya sesaat. "Di meja makan," lanjut Nicho yang perlahan menghampiri Jael untuk menggiring pria itu bersamanya ke ruang dapur.
Dan ketika mereka mulai melangkah ke sisi lain, Kintan yang tampaknya tidak peduli sama mereka, memutuskan untuk melanjutkan tujuannya, yaitu, memastikan kondisi Adrianna. Perempuan itu kini berdiri di depan pintu kamar Nicho yang terletak di lantai dua.
Lalu telapak tangannya segera mengetuk pintu.
"Adri sayang, gue boleh masuk?" tanya Kintan dengan nada begitu hati-hati.
Sementara itu .. Adrianna di tempatnya, hanya termengu sejenak dalam suara yang cukup memawas diri menyebutkan namanya.
Adrianna membuka matanya perlahan. Ketukan demi ketukan tak ayal menjalar ke sisi benaknya untuk mempertimbangkan apakah ia harus membuka pintunya?
Dorongan itu pelan-pelan menyantumi dirinya seiring panggilan di luar sana tengah berusaha mengambil perhatiannya.
Dan sampai pada titik telah berkumpul itu, mereka pun seketika membubarkan diri lantaran sosok dari balik pintu telah memperlihatkan sosoknya sendiri.
Kintan yang berdiri di depan pintu itu, tak perlu menunggu lebih lama lagi segera menghampiri Adrianna di kasur. Bola mata Adrianna lantas bergulir membuntuti Kintan yang mulai mendaratkan pantatnya di pinggir kasur.
Lalu lebih mendekatkan diri ke Adrianna seraya mengelus dahi perempuan itu. "Hai Kin," sapa Adrianna. Seulas senyuman perlahan mengukir di wajahnya.
Kintan pun langsung memeluk perempuan itu sambil berbaring bersama.
"Maysea nggak bisa ikut. Dia mesti temenin nyokapnya belanja."
"Kalian pasti capek banget."
"Fisik gue udah tahan banting kalo cuma soal bolak balik antar kota, Dri." Mereka pun tertawa kecil. Lalu Kintan melirik ke arah Adrianna. Dan begitu sedetiknya Kintan menyadari sesuatu di wajah Adrianna, Kintan tak tinggal diam untuk bersuara. "Lo udah makan?"
Adrianna tidak langsung menjawab melainkan tersenyum tanggung. Kintan yang mengerti senyuman itu segera merespon maksud senyuman Adrianna. "Lo harus makan," ucap Kintan, "eh tapi kayaknya tadi Nicho lagi masak ya? Aromanya nyampe ke depan pintu."
Seusai Kintan berbicara demikian, terdengar suara ketukan dari balik pintu dan muncullah sosok seujung kepala Jael yang melongok dari sana.
"Dri, makan yuk. Nicho udah selesai noh."
Adrianna langsung bangkit dari posisi rebahannya untuk menyender di badan kasur. Diikuti sama Kintan di sebelahnya. "Nanti aja," sahut Adrianna pendek dengan tatapan lurus. Kintan pun mulai kembali membujuk Adrianna untuk makan.
Sedangkan Jael, di tempatnya itu, hanya menyaksikan keduanya. Kintan yang sedang merayu Adrianna lalu reaksi dari sekian reaksinya itu akan senantiasa memperoleh penolakkan dari Adrianna.
"Ya lo nggak perlu ke bawah juga gapapa. Gue bawain ya ke sini."
Adrianna tetap menggeleng pelan dalam pandangan yang sama.
"Adri, kalau lo nggak makan entar sakit," sahut Kintan, "lagian yang masak Nicho lho. Kan masakkan dia enak."
"Gue nggak laper Kin."