Allah menciptakan wanita dengan penuh kasih sayang juga ketelitian agar wanita itu mampu menjalankan perannya saat Allah menghembuskan roh dalam raga. Begitu juga dengan bayi kecil bernama Nur Fatihah Azahra, wanita yang Allah persiapkan untuk kuat akan dunianya.
“Assalamualaikum.”
Fatihah menoleh pada arah pintu dimana suara familiar itu kembali terdengar beberapa bulan ini, wajah bersih seorang pria yang terlihat hanya menyembulkan kepalanya dari ambang pintu dapur pesantren.
“Waalaikumsalam.” Jawab Fatihah juga ibunya bersamaan dibarengi dengan senyuman ramah.
“Gus, Rene masuk,” kata ibu Fatihah.
Gus Aiman melangkahkan satu kakinya masuk dalam dapur. “Iya, Bude. Bude ... Kata Uma mau minta tolong kerokan.” Ia melangkah lagi semakin mendekati kursi panjang dimana Fatihah duduk.
“Yo wes, bude ta ambil minyak gosok.” Ibu Fatihah undur diri meninggalkan keduanya.
”Iya, bude,” kata Aiman lagi lantas tatapanya beralih pada Fatihah. “Lagi metik apa?” tanyanya sambil melihat wanita itu.
“Di Kairo tidak ada kangkung ya, Gus?” tanya balik gadis itu dengan mata bulatnya menatap Aiman.
Mmm... Aiman mencebikan bibir lantas duduk di depan Fatihah, ikut meraih batang kangkung kemudian dipetik satu demi satu.
“Kirain, jadi gadis dewasa ketusnya berubah, kirain, aku pulang dari Kairo kamu lebih kalem. Nyatanya, nda.” Ia terus memetik batang kangkung lantas memasukan dalam kresek hitam yang ada di depan Fatihah.
Wanita itu pura-pura tidak mendengarkan terus saja melanjutkan memetik. Keduanya sudah bersahabat dari kecil, almarhum ayah Fatihah adalah teman kyai Umar Al Sahwi ayah dari gus Aiman Al Sahwi sedari kecil Fatihah sudah dianggap anak sendiri oleh Nyai Hasnah, Umma Aiman.
Dengan logat jawa kental ibu Fatihah datang lagi membawa minyak urut di tangan. "Nur, ibu tinggal dulu, ya, Gus.”
“Njeh, bu,” jawab Fatihah dan Aiman bersamaan.
Aiman kembali bicara sambil melihat kerudung wanita itu. “Ndak baik jadi anak perempuan terlalu ketus. Nanti, jodohnya jauh, sejauh harapan." Goda Aiman lagi dengan senyuman tipis meski hanya melihat pucuk kepala berkerudung wanita itu sudah cukup menghilangkan dahaga rindu.
Saat Fatihah mengangkat kepala, Aiman langsung menoleh tidak ingin berpapasan mata dengan wanita itu, takut-takut ia bisa melihat apa yang telah tersembunyi sejak lama.
“Jodoh itu nanti dibawakan sama gusti Alloh, Gus," kata Fatihah.
Tidak ada lagi perbincangan hanya waktu yang menjadi saksi rasa yang ada terbawa pergi.
***
“Assalamualaikum .... ” suara ibu Fatihah membuat tamu yang ada di ruang tamu rumah Kyai Umar menoleh lantas menjawab salamnya.
“Langsung saja ke kamar, Mi,” kata Kyai Umar.