Sudah dikatakan cantik, tetap saja terasa tidak nyaman bagi Fatihah, ia tidak terbiasa memperlihatkan bentuk tubuhnya sedangkan pakaian saat ini kerudungnya dililit di leher sehingga bentuk dadanya terlihat.
Ya Allah, rasanya seperti tidak mengenakan pakaian.
“Kenapa, Nur? Seperti tidak nyaman?” Ibu Mega terus memperhatikan dari tadi keluar dari mall Nur terus menutup bagian depannya dengan tas yang dibawa, padahal tas tangan itu tidak cocok dengan penampilannya saat ini yang sudah sangat berkelas.
“Nganu, bu. Malu. Nanti kalo mas Dwi sama bapak melihat baju saya kaya gini.”
“Loh, kenpa malu, kenapa juga harus ditutup terus dadanya? Bersikap elegan, Nur, seperti wanita berkelas.”
Ibu Mega tidak mengerti apa yang Fatihah rasakan, untunglah ruangan ini hanya disisi dirinya dengan bu Mega, jadi bisa bicara terang terangan.
“Saya sudah bilang biasakan hidup di kota, turunin tas kamu, ngapain dadanya ditutupi.” Ibu Mega mulai kesal Fatihah masih saja bersikap seperti gadis kampung, jika begini bagaiman ia akan memperkenalkan pada teman-temannya nanti? “Kayaknya kamu harus lebih lama tinggal di sini dulu, Nur. Belajar kebiasaan disini ya.”
“Maaf, Bu, tapi ... Tidak baik terlalu lama saya disini, saya dan Mas Dwi belum resmi.”
Bu Mega ingin sekali tertawa tapi diurungkan. “Nur, ini kota besar, tidak ngaruh mau sudah nikah apa belum. Tidak ada yang peduli juga, lagian kamu juga dirumah saya, pasti ibumu percaya.”
Ya Allah, Fatihah tidak kerasan disini. Baru setengah hari saja ia tidak betah, tidak mendengar suara mengaji atau adzan yang merdu. Disini terlalu sunyi, tadi seperti tidak ada penghuni di rumah sebesar itu.
Tidak lama pintu dibuka.
“Selamat malam.” Sapa Tiyas dengan senyuman mendekati Mega lantas mencium pipinya. “Sudah lama?”
“Ga terlalu.”
Fatihah juga menyalami Tiyas. “Nur, wah sudah berubah saja," katanya lantas dudul.
Bu Mega tersenyum. “Cantik, ya Pak. Tidak salah pilih,” puji Mega lagi.
“Pilihan ibu tidak salah.”
Disusul Dwi juga masuk, seketika Fatihah salah tingkah tidak berani menunjukan wajahnya. Dwi langsung duduk di samping Fatihah sama sekali tidak peduli bagaimana penampilan wanita itu sekarang.
“Dipuji dong, Dwi, penampilan calon istrinya,” tutur bu Mega.