“Kamu ko belum datang? Ibu sudah di butik dengan Nur.”
Dwi masih di kantornya. “Aku masih banyak kerjaan, Bu. Ibu berdua saja.” Tidak berminat untuk datang sama sekali meskipun tidak ada kerjaan yang penting, Dwi memilih hanya menyibukan diri.
“Eeh ... yang mau nikah kamu, bukan ibu. Tidak ada alasan Dwi, datang sekarang, ibu tunggu!”
Menguras emosi saja semakin mendekati tanggal pernikahan Dwi semakin menolak pernikahan. Fatihah yang sedang berbincang dengan desainer itu mencuri lihat pada arah Mega yang terlihat kesal, nampaknya ia tahu calon pasangannya enggan untuk datang.
Bagaimana ini? Bisakah dibatalkan?
Mega kembali mendekat dengan senyum dipaksakan. “Bagaimana, Nur. Ada yang cocok?”
“Semuanya bagus, Bu. Saya bingung milihnya.”
“Kita tunggu Dwi sebentar, biar kamu ga bingung, biar sama-sam satu selera.”
Fatihah mengangguk, ia pun berharap segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan, Dwi bisa hadir karena pernikahan bukan hanya untuk Fatihah sendiri.
Menunggu beberapa waktu dengan beberapa kebaya modern yang telah dipajang siapa tau dari sana ada yang Dwi suka, sementara itu Fatihah melanjutkan melihat-lihat undangan.
“Ini bagus terlihat mewah.” Mega memberikan pilihanya, memang sangat mewah.
Sedangkan sedari tadi Fatihah menimbang kemungkinan harga yang paling murah agar tidak membebani, tapi sepertinya bu Mega terus menawarkan yang terlihat mewah, akhirnya Fatihah mengikuti saja pilihan bu Mega.
“Bagaimana?” tanya bu Mega melihat Fatiha.
“Bagus, Bu, iya ini saja.”
Tidak lama pintu dibuka muncul Dwi dari sana. Meski Mega memendam kesal ia harus tetap menebarkan senyuman untuk semua orang yang ada di sana.
“Ini dia calon mempelai prianya.”
Dwi sedikit menebarkan senyuman lantas duduk di seberang meja di depan Fatihah.
“Ini undangan yang dipilih, kalau tidak suka kamu boleh mengajukan yang mana.” Mega memberikan undangan itu, lantas Dwi meraih melihatnya sekilas.
“Bagus.” Singkat saja komentarnya, ia kembali meletakan diatas meja tanpa melihat bagian bagian dalamnya.
“Mari kita kemenu utama, mencoba kebayanya.” Desainer itu mengajak Fatihah untuk mencoba pakaian di balik gorden besar.