Perempuan Berniqab Hitam

Nila Kresna
Chapter #20

Ketidak Puasan Dwi

Bagi Dwi kepulangannya hanya untuk memuaskan akan mainan baru yang ada di rumah. Sedangkan perempuan desa itu berpikir pernikahan adalah segalanya, suami yang harus ditaati setiap saat, jalan menuju surganya.

Begitu bel berbunyi, ia segera berlari kecil menuju pintu membukanya dengan seulas senyum ketulusan. Disambut dengan baik kedatangan suaminya, diraih barang bawaannya. “Cape, Mas? Mau mandi dulu apa langsung makan?” tanyanya sambil mengikuti langkah Dwi menuju kamarnya.

“Istirahat dulu sebentar.” Ia merebahkan tubuhnya di tepi ranjang. Lalu menarik Fatihah dalam dekapan. Perempuan mana yang tidak bahagia diperlakukan demikian, ia bersandar penuh hangat.

Dwi merogoh sakunya, memberikan sesuatu. “Simpan.” Katanya memberikan satu kotak pengaman itu pada Fatihah.

“Apa ini, Mas?” tanyanya heran.

“Masa gini aja ga tahu, ini pengaman,” kata Dwi.

“Oo, untuk apa?” Mungkin bukan tidak tahu, tepatnya mengapa harus memakai pengaman.

“Aku gamau punya anak dulu, anak bikin sibuk, selama aku belum bosen kamu jangan punya anak dulu.” Dwi melihat Fatihah.

Fatihah mengerutkan kening, kebingungan dengan cara pikiran Dwi, ia sedikit menengadah melihat Dwi. “Anak itu amanah dari Allah, Mas. pahalanya besar jika kita mendidiknya dengan baik, anak juga yang akan menolong kita kelak di akhirat. Kenapa kita harus menolak amanah sebaik itu.”

“Jangan ceramah, bikin suasana basi.” Dwi keluar dari duduknya meninggalkan Fatihah masih di atas ranjang.

Sepertinya butuh waktu baginya untuk membuka hati Dwi, merasa bersalah mengingatkan terlalu jauh Fatihah mengekori Dwi.

Dwi yang sadar Fatihah mengikuti. Langsung menariknya menuju kamar mandi. “Mas.” tidak mendengar panggilan itu, Dwi terus saja membawa Fatihah masuk menuju ruang shower lantas menghidupkannya. “Eh?” Air meluncur begitu saja membasahi keduanya. Dibawah sower tatapan Dwi tajam membuat Fatihah takut.

Detik berikutnya Dwi memojokan lantas menciumnya brutal, dengan tangan kanan menahan tangan Fatihah di atas, sedangkan tangan kirinya meremas salah satu dadanya. Mengerang sakit tapi bibirya ditahan oleh bibir Dwi. Hampir menangis diperlakukannya seperti itu, begitu dilepaskan ia segera mendorong lalu keluar dari sana. ia sempat menangis memegangi bibirnya yang pasti memerah.

Beberapa saat terlewati, Fatihah sudah mengganti bajunya. Dwi baru keluar tanpa rasa bersalah. Fatihah duduk di ranjang menjauh darinya, terkesan malah takut tidak ingin didekati.

Lihat selengkapnya