Perempuan Berniqab Hitam

Nila Kresna
Chapter #34

Niat Yang Aiman Sampaikan

Ryan diam seribu bahasa merasa terpojok tidak ada celah untuk mencari pembenaran atas dirinya lagi lalu ia bicara seenaknya. “Ya sudah kalau tidak percaya pada, saya. Sudah bubar!” katanya enak saja meminta bubar.

“Enak saja Ustad minta bubar, peradilan belum selesai, Ustad belum minta maaf pada kakak saya.” Gendis yang tidak terima.

“Anak kecil tau apa kamu!”

“Benar kata Gendis, masalah belum selesai sebelum kau bisa memberikan bukti nyata atas ucapanmu, kalau tidak kamu menerima itu fitnah.” Aiman ikut membela Gendis. “Saya lanjutan pertanyaan, atau kamu mengakui kesalahan?” kali ini tatapan Aimna tidak main-main Ryan akan didepak dari pesantren dan dipastikan akan sangat sulit untuk kembali menjadi pengajar di pesantren manapun.

Ryan terlihat tegang. “Ya sudah, lanjutkan saja.” Ia sudah kewalahan berniat ingin mengakhiri ini tapi Aiman terus menggempur dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya semakin tersudut.

“Kalian melakukan hubungan di kamar, bukan?” Aiman mulai bertanya dan Ryan sudah takut terjebak lagi. “Ada berapa kamar di rumah itu?”

“Pertanyaan macam apa ini, Gus! Jangan mengada-ngada. Yang menjadi masalah saya berhubungan badan dengan dia, kenapa kamu nanya segala kamar, sekalian saja ukuran rumah itu.” Sepertinya ia kembali merasa ada kesempatan untuk terlihat benar.

“Justru karena tidak ada bukti dan saksi sama sekali, saya sebagai hakim harus tahu sejauh apa kalian saling mengenal. Diantara kalian terjadi hubungan spesial, jadi di kamar yang mana kalian melakukan?” Aiman melihat Ryan.

Kali ini Ryan tidak bisa mengelak lagi, terlihat kebingungan mencari jawaban. “Kamar dia, lah.”

“Ada berapa kamar?” tanya ulang Ryan.

“Saya tidak tahu.” Ryan tidak suka pertanyaan itu, ia juga sudah tidak peduli bagaimana warga menilainya sekarang.

“Saya mau bersaksi, Gus.” Gendis maju.

Aiman melihat anak gadis itu penuh kelembutan. “Silahkan, Ndis. Kesaksian kamu sangat berpengaruh besar di sini karena kamu ada disana setiap malam jadi tidak mungkin ada seseorang yang sering datang tidak diketahui orang rumah.” Aiman memberi kepercayaan pada Gendis. Kesaksiannya akan menjadi kunci masalah ini.

Gendis mulai bicara. “Selama Mbak Nur di rumah, kami selalu tidur bertiga. Kalaupun mbak sendirian di kamar pasti aku menemani jadi tidak pernah sendiri dan setiap malam tidak pernah pergi kemanapun. Mbak Nur juga sering sakit, kalau malam tidurnya tidak tenang jadi ibu dan aku selalu menemani mbak Nur. Tidak ada satu kalipun tamu laki-laki datang, demi Allah.”

Semuanya diam mendengar kesaksian Gendis berbeda dengan Aima, ia langsung melihat perempuan itu seakan tahu mengapa malam-malamnya tidak tenang. Fatihah menunduk begitu Aiman memperlihatkan rasa ibanya.

Aiman rasanya sangat ingin bertanya. ‘bagaiman kabarmu, apa kamu baik-baik saja?’ sayangnya pertanyaan itu hanya tertelan dalam kerongkongan tanpa bisa terucap.

Kyai Umar yang menyimak dari awal sampai saat ini, langsung bangkit dari duduknya diikuti nyia Hasnah dan Asam. Yakinlah kali ini habis karir Ryan di pesantren ini.

“Dari semua pembuktian tadi, tidak ada satu hal pun yang memberatkan Fatihah. Saya menyimpulkan jika ini fitnah yang dilakukan Ustad Ryan.” Tegas Aiman.

“Gus, ada buktinya, itu suami mbak Desi yang dirayu si Nur, bagaimana?” dengan wajah terangkat penuh keangkuhan Ryan kembali bicara.

Seketika suami Desi menunduk begitu melihat tatapan tajam Fatihah. Dari samping istrinya menyikut lengannya. “Ngomong, Mas! Bagaimana dia merayu? Kamu jangan diam saja!”

Pria itu tetap menunduk penuh penyesalan tidak berani melihat Aiman apalagi Fatihah ataupun wara.

“Tolong disampaikan dengan benar, Pak Wardi, kebenaran ini akan menolong Fatihah juga mengurangi dosa sampean, kalau memang tidak benar. Tidak ingatkah kalian apa yang ada dalam alquran jika fitna lebih kejam dari pembunuhan. Fitna yang terlanjur dikatakan bukan sekedar gosip yang enak dibicarakan, disana akan ada hidup seseorang yang rusak karena fitan itu.”

Yang dipanggil Wardi itu mendekat masih dengan menunduk. “Anu, Gus. Saya mau minta maaf, pada istri saya pada Nur sekeluarga juga pada warga. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas kekhilafan saya.” Sebelum melanjutkan bicara ia diam sesaat mempersiapkan kejujuran yang pasti juga akan menghancurkan namanya, tapi setelah melihat persidangan ini tidak adil rasanya Fatihah harus menanggung segala kesalahan dari ucapannya yang takut pada istri juga kesalahan dirinya termakan perkataan Ryan jika Fatihah bisa diajak tidur dengan siapa saja.

“Nur tidak merayu saya, saya yang datang mau fotokopi, tapi karena istri saya sudah melarang jadinya saya takut dan berbohong jika Nur yang merayu meminta saya ke tokonya.”

Lihat selengkapnya