Perempuan Berwajah Duka

Goebahan R
Chapter #3

SATU

Namanya Lara. Perempuan berusia hampir seperempat abad, dengan rambut sebahu, berponi, berkacamata, kulitnya sawo matang, dan satu hal yang selalu khas dari dirinya; dagunya yang terbelah. Setahun belakangan, ia telah bertransformasi menjadi perempuan yang teramat sederhana dengan senyum yang begitu tulus. Jika seluruh dunia mengabaikannya, atau segala kesedihan berlomba-lomba mendatanginya, ketulusan di senyumnya tak luntur barang sedetikpun. Tatapan matanya selalu sendu, bukan ditutupi kesedihan, namun dalam tatapannya itu, bersemayam harapan yang meski begitu kecil, tetapi terasa amat menguatkan. Siapa saja yang memandang matanya, pasti betah berlama-lama terperangkap dalam pesona harapan dalam kedua tatapnya yang begitu magis.

Perempuan itu menatap sekitarnya. Suara adzan subuh masih berkumandang. Lara bangun lebih cepat, dan segera menyadari bahwa dirinya berada di sebuah hotel. Itu hari ketiganya berada di kota yang baru. Kota yang bahkan dalam sekelumit katapun, tak pernah terucapnya, dan dalam sepintas pikirpun, tak pernah menyapa kepalanya.

Lara dengan lemas mencari-cari ponselnya yang seharusnya berada tidak begitu jauh darinya. Tak lama, ia berhasil menemukan apa yang dicarinya. Ia memencet tombol power, dan melihat jam yang tertera pada lock screen ponselnya. Tidak hanya jam, lock screen itu juga menampilkan fotonya dengan seorang gadis kecil yang begitu cantik. Perempuan itu menelan ludah, sekaligus kalimat-kalimat keluhan pahit yang nyaris dilontarkannya.

Terlalu pagi untuk mengeluh, batin Lara. Tatapannya beralih ke sosok yang tidur di sebelahnya. Perempuan itu lebih muda dua tahun dari dirinya. Mereka mendapatkan pekerjaan di tempat yang sama. Sebagai sesama perantau yang belum menemukan kos-kosan, mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama di hotel itu, hingga mereka menemukan tempat tinggal yang baru.

Temannya itu bernama Sora. Perempuan berambut pendek, berkulit putih, memiliki wajah yang bulat dan selalu dipoleskan make up di sana. Ia cantik, dan trendy sesuai usianya.

Lara menuruni kasur dengan gontai. Ia mendekat ke jendela kamarnya dan mendapati pelataran luas di bawah sana. Lamat-lamat ia merekam lanskap itu; atap-atap rumah usang, pelataran hampa, lampu-lampu jalan yang bisu, gemintang yang malu-malu.

Banyak sekali orang yang berhasil menemukan kehidupannya di tempat baru, sukses memulai “awal” dari tempat yang jauh. Tidak sedikit pula yang merasa bahwa hal-hal baru selalu berkaitan dengan tempat yang baru. Sebab, pada tempat yang baru, kita benar-benar menjadi asing. Pada fase inilah manusia memiliki kesempatan untuk menentukan kembali seperti apa ia ingin membentuk dirinya yang baru. Jauh dari orang-orang yang mengenali cerita mereka, jauh dari hal-hal yang paham perangainya yang dulu, dan yang terpenting, jauh dari masa lalu yang buruk.

Lihat selengkapnya