MENDUNG. Langit sudah gelap meski hujan belum turut serta turun, hanya ada angin yang membawa ikut dingin ke penjuru kota. Marno merekatkan mantel yang dia pakai sambil sedikit menggigil. Jam masih menunjukan pukul setengah tujuh, masih ada beberapa siswa yang belum masuk ke dalam kelas, mereka semua mengenakan seragam khas HBS, kemeja putih dan bawahan warna biru tua, atau hitam. Masing-masing masih ada yang mengenakan pakaian penghangat. Ada yang sedang berdiri di lorong, ada juga yang berjalan masuk ke kelas masing-masing.
Waktu berjalan, Marno bisa merasakan berpasang mata yang menatapnya, entah heran atau familiar yang jelas Marno memilih acuh sampai sebuah tangan menepuk pundaknya. Sekilas, kilau perak membuat mata Marno silau, pasalnya terlingkar sebuah jam tangan di pergelangan orang yang menepuk pundaknya,
Waktu Marno menoleh, yang dilihatnya adalah rambut coklat tua yang bergelombang, sepasang mata perunggu dan cengiran menyebalkan yang menyapa wajahnya, dan itu menciptakan kerutan di dahi Marno.
βGoedemorgen!β sapa si orang asing. Marno melirik ke arah kerah baju yang dikenakan si rambut coklat, tidak ada rapi-rapinya, hanya dasi yang belum diikat rapi.
"Morgen" balas Marno acuh sambil terus berjalan, dia mendengus kecil saat mengetahui si anak menyebalkan ini mengekor sambil cengar-cengir tanpa sebab. Kedua alis Marno menukik lebih tajam waktu dia berbelok ke arah koridor, dan anak itu masih terus melangkah disampingnya. Sambil mempercepat langkah, si coklat mengulurkan tangan dan menjabat paksa tangan Marno sambil berkata, "IIk het Benjen Van Hove...aangenam1"
Sebelah alis Marno naik, dia berhenti sejenak dengan tangan yang masih dijabat oleh si coklat, si Benjen ini. Marno memiringkan kepala untuk berpikir sejenak, kemudian dia tersenyum, "Biar saya tebak. Tuan orang Belgia?" tanya Marno.
"Oh?" Benjen terlihat terkejut, tapi dia kembali memasang senyum sambil melepas jabatan tangannya pada Marno, "pintar, ya kau. Pantas berhasil masuk ke sini, saya pikir cuma punya uang saja...kau peranakan? Indo? apa nama marga keluarga?" lanjut Benjen.
"Pribumi" balas Marno sambil tersenyum. Benjen terlihat hendak mengatakan sesuatu tapi ada sesuatu yang menarik perhatian Marno dari arah samping. Salah satu kelas yang terdengar paling ribut mengambil perhatian Marno.
"Bintik! hey bintik lihat sini!" terdengar suara seorang perempuan.
Marno menoleh ke arah Benjen dengan wajah penuh tanda tanya, "tuan, memang di sini ada kucing ya?"
"Hah?" Benjen balik merasa bingung.
Marno malah jadi tambah bingung. Memang ada manusia namanya si 'bintik'? begitulah yang Marno pikirkan, membuatnya nekat berjalan lebih pelan untuk berdiri di samping pintu yang terbuka, diikuti Benjen yang berdiri di sampingnya. Suasana kelas satu terlihat sedikit ribut, ada beberapa orang anak yang terlihat sibuk dengan masing-masing kawan mereka, ada pula yang mengobrol, tapi Marno lebih tertarik dengan satu pemandangan.
Marno melihat Nancy duduk di kursinya, dengan beberapa anak perempuan yang mengelilinginya. Nancy sendiri wajahnya tertunduk, tapi kedua matanya yang berair mengintip sedikit ke atas, dia menggigit bibirnya dengan kedua tangan erat memegangi rok biru tua panjang yang dia kenakan.
"Seseorang punya hobi buruk, ya ternyata" kata salah satu perempuan di situ, dia terlihat centik dengan pita renda dan anting permata dengan warna serupa.
Nancy menggelengkan kepalanya, dia terlihat panik, "bukan kok! mama yang belikan!" pekiknya sambil berusaha melawan, dia menarik tangannya waktu kardigan wool yang dia kenakan ditarik-tarik.
"Sudahlah, bintik! kamu tidak cocok pakai yang begini!" begitu ejekan silih berganti.
Benjen sedikit berjinjit untuk mengintip, dia berbisik pada Marno dengan penasaran, "Kamu lihat apa sih? kok asyik sekali..?" tanya Benjen. Tapi, Marno tetap tidak acuh dan memperhatikan keadaan di dalam, kemudian Benjen melanjutkan, "oooh... dia? kenal kau dengan dia?"
"Ya... kemarin sempat bicara waktu penerimaan siswa baru" jawab Marno, matanya masih mengarah ke arah Nancy yang dirundung oleh beberapa gadis.
"Oh hebat, juffrouw De Vries itu populer. Orang baru biasanya susah kalau mau bicara dengannya, banyak yang mengkerumbungi..." kata Benjen sambil mengikuti arah tatapan Marno.
Marno mengangguk-angguk sambil bergumam, "dikerumbungi, ya? pantas kemarin sembunyi di lapang... perempuan mana yang betah dikelilingi orang mesum?"
"Hah? di lapang apanya, semalam juffrouw De Vries sibuk berdansa..." kembali, Benjen merasa bingung. Marno langsung menoleh ke arah Benjen, kedua laki-laki itu bertatapan sampai akhirnya ekspresi menyebalkan di wajah Benjen berubah menjadi ekspresi kecewa.
"Marno. Juffrouw De Vries itu yang rambutnya kemerahan pakai pita satin itu..." kata Benjen, tangannya sedikit terangkat untuk menunjuk ke arah gadis yang menarik kardigan Nancy. Benjen memutar matanya jengah, "kamu kemarin berarti bicaranya sama si bintik"