Perempuan dalam Kenangan

𝔧 𝔞 𝔫 𝔱 𝔢 .
Chapter #7

Rendezvouz

SEPERTI tirai, awan mendung tersingkap lembut membiarkan sinar mentari turun. Oranye menapak pada helai rambut pirang, membuat Nancy seperti diselimuti helai emas. Marno duduk terdiam di kursi samping ranjang ruang kesehatan, dia berpangku tangan di sebuah meja kecil yang dia gotong paksa dari ujung ruangan, membiarkan perawat bersidekap dengan wajah jengkel sambil menonton dalam bosan.

Marno mengetuk-ngetuk pena pada permukaan kayu, lembaran soal dan jawaban ujian bahasa Inggris ia campakkan karena sudah selesai lima menit lalu. Ada tiga lembar kertas kosong yang diberikan kepadanya, tapi hanya dua lembar yang ia gunakan sebagai jawaban. Satu lembar lagi dia pakai untuk mencoret-coret.

Kedua mata Marno bicara, lewat sorot dan diamnya dalam gelap di iris yang memantulkan sosok nancy yang sedang tertidur. Bergantian, antara kertas dan Nancy sementara suara gurat pena kembali terdengar.

"Marno" suara lirih Nancy terdengar, membuat Marno berpaling. Sorot matanya melunak, kedua alis turun dan dipasangnya raut tenang.

"Ya?" sahut Marno.

"Kamu sedang apa?" tanya Nancy, dia berusaha bangkit dengan susah payah namun tidak berhasil. Marno sendiri tidak terlihat niat mencegah atau membantu, dia hanya terdiam di tempat.

"Saya?" tanya Marno acuh, dia kembali dengan kertas dan penanya, "sedang mengerjakan ujian bahasa Inggris. Sulit." jawab Marno acuh.

"Kenapa di sini?" tanya Nancy lagi.

"Sesuka saya," balas Marno.

"Kamu aneh" balas Nancy ketus, "ditanya baik-baik malah jawab begitu! sok!"

Marno tersenyum, kedua matanya masih melekat pada kertas, "sudah sehat, rupanya," lama mereka terdiam sebelum akhirnya Marno kembali berucap, "kamu tadi kenapa?"

"Kerasukan iblis" jawab Nancy.

Marno langsung membuat wajah bodoh, seolah dia terkejut, "hah serius?"

"Iya, seperti kata teman-teman dan semua orang yang sudah lihat aku begitu!" kata Nancy ketus.

"Jelas itu ayan" kata Marno, "kalau betulan iblis, kamu pingsan itu bukan jatuh ke bawah..." Marno bicara sambil menunjuk langit-langit dengan pena, "tapi ke atas, kan baru seram... saya juga akan takut buat menolong,"

"Kamu bisa tidak kalau tidak berlagak sok?" omel Nancy, "menggelikan, tahu tidak?"

"Bisa" jawab Marno tak acuh, "tapi saya sih ingin melihat reaksi kamu"

"Apa maksudmu, Marno?" tanya Nancy, dia kembali perlahan berusaha untuk duduk. Meskipun lemah, Nancy akhirnya berhasil bersandar.

"Apa yang membuat sikap kamu berbeda antara saya dan anak-anak lain" tanya Marno, "kalau saya bertingkah menyebalkan, kamu akan berani marah... tapi kalau anak lain, kamu justru meringkuk, aneh kan?"

Nancy melirik ke arah lain, dia terlihat enggan untuk menjawab. Marno tidak berbicara, dia lebih memilih menunggu Nancy membuka mulut soal pertanyaannya. Jujur, Marno tidak habis pikir.

Lihat selengkapnya