Sosok pria muda berpostur tinggi dengan otot-otot yang terlatih, Nael, menjatuhkan dirinya di atas tumpukan koin-koin emas kuno dan tertawa lepas. Tak jauh di depannya Rukaf, laki-laki setengah baya memasukkan kepingan-kepingan emas itu ke dalam ransel yang dibawanya, matanya berkilat dan berkedip-kedip cepat.
“Aku selalu tahu mereka ada disini menungguku! Kuhabiskan seluruh hidup untuk semua ini dan tidak sia-sia!” teriak Rukaf lantang, penuh kemenangan.
Suara mereka bergema dipantulkan dinding-dinding gua. Diantara kilau emas yang berserakan, peti-peti kuno berisi patung, guci dan piala-piala emas yang terlupakan oleh peradaban.
Di bawah danau purba yang luas.
Belum ada yang pernah menyelam dan menemukan daratan di bawah sana.
Harta itu mungkin telah tersimpan berabad-abad yang lalu. Atau mungkin justru dulunya tempat itu adalah sebuah gua di daratan, kemudian air bah menenggelamkannya. Lalu sekarang jadi gua di danau yang dalam. Siapa yang bisa menduga?
Masuk dari gua yang gelap, dan permukaannya tertutup tanaman air yang rimbunnya menyerupai hutan air.
Kerja keras mereka dimulai dengan menjinakkan hutan itu, setiap hari, tiap malam.
“Jika saja di daratan, tentu akan jauh lebih mudah”, Nael sesekali mendengar apa yang dikeluhkan anggota timnya.
“Jangan banyak tingkah! Jalan menemukan harta karun tidak ada yang mudah!” bentaknya.
Ketika mulut gua itu akhirnya terlihat, dan bisa dimasuki, Nael dan Rukaf harus menyusuri lorong dalam air, yang panjang dan mendaki.
Sampai permukaan yang mereka pijak lebih tinggi dari permukaan danau, barulah air tidak lagi menggenangi lorong itu. Dan mereka tiba di perut gua, yang atapnya tertahan dengan baik oleh akar-akar pohon tua yang kuat.
Karena memang di tengah danau luas itu, berdiri dengan indah, sebuah bukit hijau. Dan tidak ada yang mengira, terdapat lorong panjang yang menghubungkan gua yang tenggelam di bawah danau, dengan bukit itu. Jaraknya terlalu jauh.
Bahkan, sepertinya tidak seorang pun yang tahu, tentang keberadaan gua di bawah danau yang luas dan dalam itu.
Pada peta harta karun yang diceritakan dalam lembaran manuskrip berupa syair kuno, tidak sedikitpun ditulis jika harta itu berada di tengah danau, tidak pula dijelaskan, bahwa itu adalah benda berharga yang nyata. Orang-orang biasanya membayangkan kalau peta harta harus berbentuk seperti sebuah garis jalan. Dengan tanda-tanda penunjuk tempat.
Nael pantas menyebut dirinya seorang peretas ulung. Mengenkripsi bahasa dan simbol, adalah keahliannya. Dia paham, petunjuk jalan tidak harus selalu dalam bentuk lajur-lajur peta.
“Tidak mungkin ada daratan di dalam sana. Danau ini sudah ada sejak jaman purba!” bantah Rukaf. Ketika mereka pertama kali tiba disana, hampir lima tahun yang lalu.