“Apa kamu memilih mati bersama harta karun itu disini, Rukaf?!” Nael berteriak, memperingatkan Rukaf agar segera bersiap naik ke kapal mereka.
Tapi laki-laki setengah baya itu tidak terlihat di tempatnya tadi. Dengan tidak sabar, Nael turun dan mencari Rukaf.
Di sudut dekat anak tangga, laki-laki separuh baya itu masih meraup koin-koin emas, memasukkannya ke dalam bagian apapun yang mungkin, di baju selamnya.
“Kenapa tidak sekalian kau telan saja koin-koin itu?!” Nael berteriak kesal.
Seperti orang mabuk, Rukaf pun memasukkan koin itu ke mulutnya.
"Astaga! Apa koin emas itu bisa membuatmu bernapas?!" Nael lalu melempar tabung oksigen ke arah kaki laki-laki itu. Memperingatkannya lagi.
Tabung yang menimpa kakinya, membuat kesadaran Rukaf muncul. Itulah salah satu fungsi utama rasa sakit.
"Tapi kita tidak tahu apa isi peti itu, Nael! Bagaimana jika itu jebakan? Berisi sampah?! Bahwa harta sesungguhnya ada di peti besar itu?!" Seru Rukaf dengan mata berkedip cepat dan mengeluarkan koin dari mulutnya.
Rukaf masih bersikeras ingin membawa peti yang berukuran raksasa.
"Jika pun peti itu berisi lebih banyak harta, kita bahkan tidak bisa menggerakkannya! Kita tidak punya waktu!"
Rukaf memandangi peti yang sepertiga bagiannya tertanam dalam tanah.
"Lalu bagaimana jika peti yang kita bawa itu kosong?!" tantang Rukaf.
"Kita sudah membawa lebih dari cukup sesuai rencana," Nael menjawab sambil tetap menjaga jarak dengan Rukaf. Tidak ada yang bisa menduga, apa yang akan dilakukan seseorang yang tengah kalap.
Rukaf masih melemparkan tatapan ragu.