Tidak ingin mendengar bisikan lagi, Sabre memutuskan untuk mendengarkan musik Deepest Dream Realm.
Dia masih mengingat terakhir dia tidur menggunakan musik itu, dan semua terasa baik-baik saja adalah ketika dia siap menerima kedatangan mimpi itu dalam tidurnya.
“Aku akan baik-baik saja, mimpi aneh itu tidak lagi menggangguku,” pikir Sabre dan mulai memutar musik pengantar tidurnya.
***
Sabre tertidur dengan gelisah.
Lalu semua menjadi bisikan yang semakin lama semakin keras dan di telinganya, setelah mimpinya berpikir tentang harta terpendam.
Sabre bangun dengan napas terengah-engah, “Kenapa lagi? Bukankah aku sudah memulainya dengan benar? TIdur dengan sikap menerima kehadiran mimpi harta karun itu?” ujarnya marah.
Dilihatnya jam di pergelangan tangannya, pukul 3 dini hari waktu setempat.
“Kenapa bukan alarm tubuhku yang mengatur? Jika aku berpindah negara, seharusnya ada keterkejutan siklus, paling tidak, aku terbangun pukul 3 waktu yang berlaku di tempat tinggalku?!” Sabre merasa frustasi, merasa kehilangan kepercayaan pada setiap inci sel-sel dalam tubuhnya, “Jika mereka hidup dan mampu berbicara, mengapa aku tidak lagi bisa mengatur mereka?”
Mungkin kantor perusahaan itu masih tutup sekarang, tapi Sabre tetap bersikeras ingin menuangkan pertanyaannya di kepala, saat itu juga dalam selembar kertas, ditulisnya besar-besar.
Kemudian dia memandangi tulisannya, “Kenapa aku jadi terlihat seperti putus asa sekali?”
Dan dituliskannya lagi.
Sabre membuka laptopnya, dia tahu tidak akan bisa tidur lagi, dan memutuskan untuk membuat surat pengajuan dengan sebuah proposal penawaran kerja sama pada pemilik perusahaan musik misterius itu.
“Siapa sebenarnya mereka? Cenayang? Paranormal? Dukun? Musik untuk sel tetapi mereka membuat sel-sel dalam tubuku tidak mau mendengarku dan membangkang!” umpat Sabre ketika mulai mengetik.
“Juni, buatkan saya dokumen proposal kerjasama dengan keuntungan yang paling tinggi yang bisa tawarkan pada perusahaan musik Perjalanan ke Dalam Diri,Inc dan kirimkan pada saya lewat email secepatnya. Saya tunggu.” Sabre melepon kantornya, yang pasti sudah beraktivitas pada waktu yang berlaku di Jakarta.
“Baik pak, segera saya siapkan,” jawab Juni dengan sigap.
“Ah.. satu lagi, sertakan juga draft surat dengan bahasa menyanjung, pemilik perusahaan ini seorang perempuan, tolong disesuaikan,” tambah Sabre.