Di danau yang tidak jauh dari tempat tinggal Nenek Gunung, Tara menemukan pohon besar dengan daun-daunnya yang menjuntai serupa tirai. Pohon tua itu memiliki rongga yang cukup untuk dua atau tiga orang berbaring dengan lega di dalamnya. Tara melonjak gembira, dengan sepatu hijau yang dikenakannya kemana-mana. “Sepatu indah membawaku ke tempat-tempat yang indah!” Dia menari hingga lelah.
Ketika dia berbaring dengan tersenyum dan memandang ke langit-langit pohon, ingatannya terbawa pada kenangan langit-langit rumah yatim piatu yang membuat dadanya sesak. Namun, terbiasa mengalihkan pada hal-hal yang membahagiakan, membuat Tara bisa segera menghapus gambaran langit-langit yang penuh noda kecoklatan air hujan yang mengering itu dengan kenangan kubah kaca indah ruangan kotak musik di rumah Nyonya Luisa.
Tara memejamkan mata dan mendengarkan angin yang berbisik melalui celah-celah dalam pohon yang besar dan tinggi menjulang. Bisikannya berubah menjadi musik yang nyaris tidak terdengar tapi bisa dirasakan. Gadis itu tersenyum lebar, “Seperti sudut piano lantai di bawah kubah kaca! Aku hanya perlu memperbaikinya sedikit saja!” ujarnya gembira.
DIa berlari dan bercerita tentang pohon itu pada Nenek Gunung dan meminta izin untuk mengubahnya sedikit.
“Nenek, bolehkah aku membuat lubang-lubang di sebuah pohon tua di dekat danau sebelah sana?” Tanya Tara ketika menyiapkan makan malam berupa rebusan umbi-umbi yang banyak ditemui di halaman rumah.
“Kenapa kamu ingin melakukannya pada pohon itu?” Tanya Nenek Gunung.
“Karena aku pikir akan bisa menjadikan musik yang indah ketika angin berhembus. Aku bertanya pada nenek, karena aku tidak tahu bagaimana meminta izin pada pohon tu, apakah dia memperbolehkan aku?”
“Kamu akan menjadikannya seperti alat musik?’ tanya nenek.
Tara mengangguk, khawatir itu akan terdengar sangat egois, karena dia membuatnya untuk kepentingan dirinya saja.
“Tara, manusia adalah makhluk yang beruntung, semua yang ada di alam, disediakan untuk manusia. Jika kamu bisa menjadikan pohon itu memiliki manfaat lain, katakanlah demikian pada pohon tua itu. Aku yakin kebijakannya akan memahami, bahwa untuk menjadi sesuatu yang baru yang lebih bermanfaat, selalu ada yang harus dikorbankan. Dia mungkin akan merasa sakit, tapi waktu akan menyembuhkannya, dan dia akan merasa bangga dengan dirinya yang baru. Tidak ada yang bisa berubah menjadi berkilau tanpa dtempa..”
Maka, keesokan harinya, Tara berdiri di depan pohon tua itu dan berbicara dengan hatinya, semoga pohon itu mau memaafkannya atas rasa sakit yang disebabkan oleh kedua tangannya.
Dengan alat pertukangan di pinggangnya, Tara cekatan memanjat bagian atas pohon itu dan melubangi dengan hati-hati. Kemudian turun sedikit ke bagian bawah, bergerak ke sisi sebelah kiri dan memeriksanya dari dalam rongga pohon.
“Nada tinggi berada di titik paling atas, berarti aku harus membuat lubang lainnya di sisi sebelah kiri dari yang sebelumnya..” gumam Tara, asyik dengan karyanya.
Hari itu gadis yang tak lagi kurus keirng itu membuat musik yang indah dari angin yang bertiup melalui lubang-lubang yang dibuatnya ke dalam rongga pohon tua.
“Hidup..” Sabre berkata pada dirinya sendiri.
“Gadis kecil itu terus berusaha untuk bahagia dan hal itu menjadikannya hidup!” sekarang dia berkata dengan suara lebih lantang dan yakin.
Sabre membuka laptopnya dan mengetik cepa tapa yang ada dalam kepalanya.
Nona Freya,
Terbersit rencana untuk mengajak anda bekerjasama. Tidak hanya sekadar mengajak anak-anak yang kekurangan, materi maupun non materi, tapi saya berpikir untuk memunculkan sesuatu dalam diri mereka agar mereka dapat benar-benar menjalani hidup dengan seutuhnya.
Apakah anda mau bersama saya menyalakan energi kehidupan dalam diri mereka?
Regards,