“Selamat siang, Tuan Sabre. Kami datang untuk mengantarkan makan siang, jika anda ingin menyantap hidangan anda di ruangan lain, beritahu kami saja lewat telepon yang tersedia. Besok pagi Nona Freya akan menemui anda lagi, malam ini beliau ada agenda bersama Tuan Alec. Dan kami yakin, anda juga butuh istirahat.” Rosa datang bersama dua orang pelayan yang masuk melalui pintu samping balkon, menata makan siang Sabre di luar menghadap pantai. Cekatan sekali mereka, semua disiapkan dengan cermat dan cepat, lalu segera minta izin untuk pamit, membiarkan Sabre memiliiki lebih banyak waktu bersantai.
“Terima kasih banyak, Rose.” Sabre menjawab singkat, perutnya terasa sedikit terpilin, bukan karena lapar, tapi demi mendengar Freya akan pergi malam ini bersama Alec.
“Lalu untuk apa aku datang kesini? Tentu saja untuk berobat, bodoh!” Sabre bertanya pada diri sendiri kemudian juga menyediakan jawaban untuk membungkam dirinya sendiri.
Hal itu membuatnya sejenak mematung, “Siapa yang tadi bertanya dan siapa yang menjawab?”
Lamunan Sabre buyar oleh suara panggilan telepon.
“Lo dimana, hampir dua hari gak bisa dihubungin? Gue telepon kantor lo juga sekretaris lo cuma bilang, ‘bapak pergi beberapa hari.’ Pergi kemana, pertanyaan gue!” Wilma adalah orang pertama yang meneleponnya setelah Sabre mematikan moda pesawat di smartphone nya lima belas menit yang lalu, sebelum Rosa datang menyiapkan makanan.
“Yunani”
“Hah?! Mendadak banget?” Wilma mencoba menalar, tapi gagal. Karena sehari sebelumnya ketika dia dan J melewati weekend di rumah Sabre, tidak ada sedikit pun tanda-tanda atau pembicaraan Sabre tentang ini.
“Iya, gue ke tempat Freya. Dia kasih nomer kontak sama alamat.”
“Terus lo se-kilat itu nyamperin ke sana? Ckck.. Bre!!” Wilma pasti sedang geleng-geleng kepala sekarang.
“Kenapa? Salah?” tanya Sabre sambil tertawa kecil.
“Ngebet banget lo? Buru-buru banget gak ada pengantar apa dulu, kek!”
“Lo pikir gue lagi bikin karya ilmiah, pake pengantar? Iya, emang.. gue buru-buru pingin cepetan sembuh,” Balas Sabre.
“Yakin?” Wilma menekankan kata-kata itu, yang Sabre paham benar maksudnya, adalah ingin segera bertemu Freya.
Tapi mengingat sebuah nama yang disebutkan Freya dengan isyarat mata pada Rose pada awal pertemuan mereka, Sabre menahan diri untuk berharap, “Memang lo kira enak hidup menderita insomnia, sekalinya tidur, bangun-bangun dihantui bisikan yang mengganggu di telinga?”
Hanya napas Wilma yang terdengar selama beberapa saat, “Ya.. ok, gue paham.”
“Thanks,” ucap Sabre.
“Jadi gimana, cantik dia?” Wilma kemballi ke kepribadian aslinya.
“Orang yang sama, dengan yang pertama kali gue lihat di booth mereka, pada pameran teknologi dan sains Eropa lalu..”
“Hahah selamat.. tapi ingat lo belum tau apa-apa tentang kehidupan pribadi dia,Bre.”