“Lusa aku akan pulang, Freya.”
“Dan kamu sudah sembuh, selamat.”
“Kita belum membicarakan sedikitpun tentang penawaran yang aku kirimkan lewat email.”
“Sebenarnya aku cuma ingin mengetahui sejauh mana kamu masih mengenali perjalananmu yang lalu.”
“Tapi aku benar-benar ingin mewujudkannya, bersamamu.”
Freya terdiam.
“Apa ada yang membuatmu ragu?” Sabre bertanya lagi, “Apakah seseorang akan marah? Alec misalnya?” akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya tentang nama itu.
Freya sedikit terkejut dan menggeleng cepat sambil tersenyum geli, “Tidak.. . Aku dan Alec teman baik sejak kecil. Dia membantuku untuk menepis semua pertanyaan yang melelahkan, tentang apa yang aku tunggu di usiaku yang sudah hampir 35. Alec sendiri belum tertarik untuk berkomitmen dengan siapapun.”
“Dia belum bertemu belahan jiwanya?” tanya Sabre merncoba menetralisir dugaannya yang salah tadi.
“Setiap orang yang terlahir punya pasangan dan pasti bertemu. Hanya saja, apakah dia memilih mau berjuang untuk itu, atau tidak.”
“Bolehkah jika aku mencoba berjuang lagi untuk menjadi pendampingmu, di kehidupan kali ini?”
Beban berat seakan terangkat dari dada Sabre.
Tinggal Freya yang akan menentukan kelanjutannya.
***
Freya memandang lampu kota dari jendela kamarnya. Kali ini bukan Sabre yang gelisah di malam hari karena insomnia, tapi dirinya.
“Kenapa belum bersiap untuk tidur, nona?” tanya Rose.
“Tadi Sabre menyampaikan padaku, lusa dia akan kembali ke negaranya..” pandangan Freya menerawang jauh.
“Apa Tuan Sabre tidak mengatakan sesuatu?”
“Ya, dia memintaku untuk ikut bersamanya.”