Perempuan Ilalang

Mira Pasolong
Chapter #8

Bab 8. Secret Bodyguard

Pagi-pagi buta. Kin sibuk melayani petani yang hendak menjual hasil taninya. Sebagian besar cengkeh karena memang sedang musim panen. Beberapa tandan pisang, sayur-sayuran dan ubi kayu. Sa sedang sibuk di dapur. Sesekali melirik ponsel yang tergeletak di kursi makan. Entahlah, akhir-akhir ini, inboks Rala menjadi hiburan menyenangkan baginya. 

Percakapan ringan dan ceria menyegarkan pikiran Sa. Benar kata Kin, Rala datang menawarkan persahabatan tulus. Sa tidak perlu sungkan. Walau terkadang Rala agak berlebihan memuji, ataupun merangkai kalimat yang seakan sedang merindu, tapi Sa percaya, itu hanyalah cara Rala untuk bisa semakin akrab dengannya. Seperti inboks malam itu, sebelum puluhan inboks berikutnya melayang.

“Entah mengapa, akhir-akhir ini saya suka cerita sama Sa. Saya minta maaf duluan deh sebelum dimarahi.” Dan bagaimana Sa bisa marah setelah membaca inboks itu?

“Asal jangan inboks yang aneh-aneh saja. Atau merayu bak sastrawan kemalaman. Hehhe,” balas Sa mencoba bercanda. Dan seperti biasa, balasannya tiba dalam hitungan detik.

“Janji ndak macam-macam. Hmmm…sastrawan kemalaman ya? Kasihannya dakuuu?”

“Hahahha” Tawa lepas seperti itu mengiringi hampir sepanjang obrolan mereka. Kin kadang penasaran melihat Sa senyum-senyum sendiri. Ia ikut membaca pesan-pesan tersebut. Dan lagi-lagi tanpa cemburu.

Sejujurnya Sa bingung dengan sikap Kin. Sepengetahuannya, Kin adalah lelaki pencemburu. Saat Sa masih kuliah, Sa bagaikan memiliki secret bodyguard. Kenapa secret bodyguard? Ia menamainya seperti itu karena Sa dan Kin tidak pernah jalan bersama, tetapi selalu merasa, di sekeliling dirinya, kemanapun melangkah, ada berpasang-pasang mata Kin yang mengikuti. 

Itu terjadi sejak Kin sudah menyimpan kata pada orang tua Sa, saat Sa masih semester satu dan Kin semester tujuh. Menyimpan kata adalah istilah bagi orang Selayar yang telah melamar seorang gadis. Namun prosesi lamarannya baru pada tahap awal, di mana yang menghadirinya barulah orang tua dan orang yang dituakan kedua belah pihak. Dalam istilah Selayar, proses ini disebut a’bisi’. Pada prosesi ini sudah terjadi kesepakatan antar dua pihak keluarga untuk menjodohkan anak mereka, tetapi belum sampai pada tahap membicarakan waktu pernikahan dan yang lainnya. Maka itulah yang berlaku bagi Sa dan Kin. Orang tua Kin melamar Sa hanya sebulan sejak Sa dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Universitas Hasanuddin jurusan Sastra Indonesia. 

Kin yang ramah, lembut dan atletis, terkenal sejak SMA sebagai playboy. Gelar itu disematnya hingga mahasiswa. Namun tak seorang pun dari perempuan-perempuan yang berhubungan dengannya diperkenalkan pada orang tuanya. Hingga kemudian, suatu hari, di acara reuni SMP mereka, Kin berkenalan dengan Sa yang saat itu masih kelas tiga SMA. Mereka satu almamater di SMP, tetapi Sa masuk saat Kin sudah SMA. Dan ibarat paparazzi kawakan, Kin mengambil sebanyak mungkin gambar Sa dengan berbagai pose dan memperlihatkannya pada orang tuanya.

“Bu, ini yang nanti jadi isteriku,” katanya mantap. Etah mengapa, saat melihat foto Sa, dengan rambut panjang sepantat, leher jenjang, bodi proporsional yang terbalut jeans dan kemeja serta senyum yang selalu mengembang manis, membuat orang tua Kin langsung ikut jatuh cinta terhadap pilihan anaknya.

“Ini pacar keberapa, Kin? Saya tidak yakin anak sebaik dan secantik ini akan suka sama kamu,” komentar Bapaknya sambil terkekeh.

“Heheh jangan salah, Pak. Sa bukan pacar saya. Dia calon isteri saya.” Jawaban Kin spontan membuat ibu dan bapaknya terkejut.

Lihat selengkapnya