Perempuan Ilalang

Mira Pasolong
Chapter #10

Bab 10. Luka yang Kembali Memerah

Sudah dua hari Sa tidak mampu menggoreskan sebaris kalimat pun di layar laptopnya. Pikirannya dipenuhi permintaan Lili. Ia dapat memahami gundah yang dirasa isteri muda suaminya itu. Perempuan manapun pasti ingin dikenal dan menyatu dengan keluarga suami. Namun ia tetap tidak sanggup membayangkan reaksi keluarganya dan juga keluarga Kin, jika rahasia mereka terbongkar. Sa yakin akan ada tatapan-tatapan aneh dari orang-orang di sekitar mereka, tatapan yang berbelas kasihan pada Sa, atau sebaliknya memandangnya sebagai perempuan yang tak tahu menjaga suami. Pun akan ada pandangan berbeda terhadap Kin. Menganggap Kin sebagai lelaki yang serakah dan suka main perempuan, atau anggapan bahwa Kin adalah lelaki yang menyelamatkan perempuan. Pun Lili akan mendapatkan cemoohan dan hujatan dari keluarga Sa dan Kin.

Ah, tetap saja. Apapun anggapan orang, luka di hati Sa kini kembali nyeri. Andai Lili bisa sedikit saja bersabar. Andai Lili bisa percaya bahwa maksud Sa adalah untuk kebaikan mereka bertiga. Namun bagaimana harus meyakinkan Lili? Sa mungkin berdosa pada Lili. Selama mereka berada dalam satu biduk, ia selalu menyalahkan Lili atas apa yang menimpa mereka. Pikiran Sa agak berbeda dengan perempuan kebanyakan. Baginya selalu wanita yang salah untuk hal seperti ini, karena lelaki, tak merasa menjadi lelaki ketika tak mampu menaklukkan tantangan, termasuk tantangan hati. Mungkin karena itulah sehingga Sa sangat mudah memaafkan dan menerima kembali Kin, dibandingkan memaafkan Lili. Sampai detik ini, ia masih belum bisa menerima Lili sebagaimana seharusnya, walaupun juga tidak pernah berniat untuk melabraknya, seperti umumnya isteri yang diduakan.

Hal ini pulalah yang membuat Kin semakin kagum. Ketika Lili menderanya dengan serentetan SMS bernada pedas, Sa hanya membalasnya dengan empat huruf ‘maaf’. Terkadang Kin bahkan menjadi gemas sendiri melihat kesabaran Sa.

“Sa adalah ilalang. Jangan khawatirkan Sa.” Begitu selalu jawabannya jika Kin mempertanyakan seberapa sakit hati ia menerima SMS-SMS dari Lili. 

Sa, di balik kelembutan wajah dan keanggunan sifatnya, adalah perempuan yang berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan. Sebagai konsekuensi dari kehati-hatian itu, maka ia akan tetap bersikukuh terhadap apa yang telah diputuskan. Sa pula adalah perempuan yang tegas. Jangan terkecoh dengan wajah melankolis dan senyum manis yang menghiasinya selalu. Ada ketegaran dan ketegasan yang tersembunyi di baliknya. Kin tahu persis hal tersebut. Maka Kin sudah memprediksi bahwa Sa tidak akan mengabulkan keinginan Lili. 

“Saya tidak melarang jika Kakak sudah siap. Bawa saja Lili ke Makassar,” lirih suara Sa. Kin tersentak. Tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari Sa.

“Tapi syarat itu?” Kin bingung, masih tidak bisa percaya.

“Itu syarat mutlak, Kak. Ya, tetap.”

“Jadi kalau saya bawa Lili ke Makassar?” Kin semakin bingung.

Lihat selengkapnya