Perempuan Ilalang

Mira Pasolong
Chapter #15

Bab 15. Menjadi Satu- satunya

Rawallangi, ‘Penulis Air Mata’ yang karya-karyanya selalu ditunggu pembaca. Demikian kalimat pembuka sebuah surat kabar lokal yang memberitakan tentang Rala. Sa tanpa sengaja membaca surat kabar yang dibawa Kin dari Benteng, dua hari sebelumnya. Ia tidak tahu, apakah kebetulan saja suaminya itu membeli koran, ataukah sengaja karena ada Rala di rubrik persona. 

Sa melanjutkan membaca. Ia penasaran dengan istilah ‘Penulis Air Mata’ yang disematkan pada Rala. Mungkin itu hanya istilah wartawan saja untuk memancing rasa penasaran pembaca. Namun semakin menelusuri perjalanan kepenulisan Rala yang dirangkai dengan sangat indah dalam rubrik tersebut, semakin Sa menyadari ada suatu ironi di balik karya-karya Rala. ‘Penulis Air Mata’ disematkan padanya bukan tanpa alasan, tetapi karena sebagian besar karyanya berkisah tentang air mata, rindu dan luka. 

Sa terus membaca. Pada sepenggal puisi, ia merasa ada magnet yang menarik dirinya ke kedalaman makna puisi tersebut, seakan puisi itu khusus ditulis untuknya. Lagi-lagi puisi tentang luka yang berbalut rindu. Ditulis beberapa tahun yang lalu, saat Rala masih berstatus mahasiswa. Puisi itu sengaja ditampilkan karena merupakan karya pertama Rala yang dimuat di surat kabar.

Sa membacanya berulang-ulang. Ditelusurinya baris demi baris dengan sepenuh jiwa. Semakin diresapi, semakin tenggelam Sa di dalamnya. 

Angin..

Pulanglah

Bawa semilirmu. 

Aku masih ingin di sini, 

menyepi pada sisa kehangatan yang ia beri dulu. 

Sampaikan saja salamku padanya

Lihat selengkapnya