Perempuan Ilalang

Mira Pasolong
Chapter #17

Bab 17. Keputusan Sa

Kin duduk di tempat tidur. Diam. Bingung. Ia tahu hati isterinya saat ini remuk. Lagi-lagi karenanya. Kin sungguh menyesali ketidaktegasannya sebagai lelaki. Ia mengutuki dirinya yang tidak mampu menjaga hati perempuannya. Itu yang membuatnya serba salah di hadapan Sa.

Andai Kin bisa seperti Rala yang memelihara cintanya dengan sangat apik. Rala yang terkenal playboy. Tak banyak yang tahu betapa kesetiaan telah mendarah daging di seluruh tubuhnya. Hingga Kin bahkan tak ragu menamakan Rala sebagai setia itu sendiri. Ya, Rala adalah kesetiaan. Cintanya tak tersentuh bahkan oleh orang yang dicintainya sekalipun.

Sudah hampir satu jam Kin dan Sa belum juga beranjak dari posisi masing-masing. Tetap bertahan dengan rasa yang entah. Sesekali Kin menatap perempuan manis yang memunggunginya itu. Sa bergeming. Hanya desah pelan nafasnya yang kedengaran. Kin tahu, ia pasti sedang menangis. Dan Kin adalah lelaki paling kejam yang untuk kesekian kalinya mengalirkan air mata di pipi perempuan sebaik isterinya. 

“Sa, saya salah, dan saya tidak tahu apakah masih pantas dimaafkan. Pun begitu, saya tetap akan minta maaf.” Kin membuka suara. Ia sangat memahami perempuan yang telah 5 tahun mendampinginya. Jika berada pada puncak amarah, maka Sa akan diam. Terkadang hanya air mata yang menjadi penanda lukanya.

“Sa, bicaralah! Hukum saya sesukamu, asal jangan diam seperti ini.” Suara Kin memelas. Sa tetap pada posisinya. Hanya tangannya yang diam-diam bergerak meraih ponsel yang ada dalam saku bajunya. 

Maaf saya tdk masak. Kemarin bxk makanan basi. Sy tdk ingin mubazir. Ada nasi, tp tdk ada lauk pauk. Klu lapar goreng telur sj. Sy sdg tdk enak badan.” Tulis Sa. Kin membuka ponselnya yang berdering. Dahinya berkerut membaca SMS dari Sa. Setidaknya Sa masih sudi menyapanya walau hanya lewat SMS.

 Kin masih tetap di tempat semula. Ia masih menunggu Sa. Tak ada tanda-tanda perempuan itu akan mengubah posisi menghadapnya. Kin mendesah. Mungkin kesalahannya kali ini tidak termaafkan lagi. Namun setidaknya ia ingin mendengar Sa bicara. Pun kalimat itu nantinya hanyalah amarah, ia rela.

“Sa, bicaralah!” 

Sa membalikkan badan. Harap membara di dada Kin. Tapi kemudian harap itu pupus begitu isterinya langsung turun dari tempat tidur dan melangkah keluar kamar. Kin menyusulnya. Perempuan itu menuju dapur. Kin ikut. Begitu tangan lincahnya sudah bergelut dengan bahan makanan dan peralatan dapur, Kin mendekat. Dipeluknya dari belakang. Sa berontak. Semakin berontak, lelaki itu semakin mempererat pelukannya. Hingga akhirnya Sa berteriak histeris dengan amarah meluap bercampur tangisan. Kin terkesima. Belum pernah isterinya sehisteris itu. Bahkan ketika Kin menyampaikan berita pernikahannya dengan Lili, ia hanya diam. Hanya ada air mata dan isak tertahan. Skarang sepertinya dada Sa sudah tidak mampu menampung semua beban. Dilampiaskan jauh lebih baik. 

 Beberapa menit kemudian Sa mendadak lemas dan jatuh pingsan. Kin terkejut, segera mengangkat tubuh perempuan yang teramat dicintainya itu ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur. Rasa bersalah menyelubungi hatinya. Ia tahu betapa Sa cemas, khawatir dan mungkin juga cemburu menunggu kepulangannya. Melebihkan waktunya bersama Lili memang baru kali ini dilakukan tanpa memberitahukan Sa terlebih dahulu. Kenekadan Kin memenuhi permintaan Lili tanpa mengindahkan hati Sa sekarang justru membuat Kin dilanda kecemasan luar biasa. 

Kin sedang membuka jilbab Sa dan melonggarkan pakaiannya ketika tiba-tiba ponsel perempuan itu berdering. Bukan bunyi dering itu yang membuat Kin terkesima, tapi justru nada dering yang dipasangnya. The sister yang digawangi dua bersaudara Zaskia Sungkar dan Shireen Sungkar ‘tak lagi bisa’ mengalun merdu. Lirik lagu itu betul-betul menyentakkan kesadaran Kin dan melambungkan kecemasannya.

Jika kamu mengerti aku

Kuyakin semua baik-baik saja

Lihat selengkapnya