XXXIII. TERKUAK
Makassar panas menggigit. Debu beterbangan, beriringan dengan asap kendaraan yang berjejer menyemut. Polusi menyelimuti kota Anging Mammiri. Lili menyetop taksi. Perempuan cantik mungil itu mengarahkan sopir ke sebuah salon ternama. Ia ingin tampil maksimal sebentar malam, di acara keluarga Kin.
Sudah hampir sepekan Lili di Makassar. Selama itu, ia mencari jejak Kin, tetapi tidak ditemukan juga. Ia lalu berinisiatif mencari rumah keluarga Kin. Tanpa bayangan sama sekali, Lili tetap nekat mencari. Bahkan ia sampai mengumpulkan buku-buku daftar nomor telepon se-?kota Makassar yang ada di rumah tantenya. Buku tebal yang diberikan pihak telkom pada semua pelanggan telepon rumah tersebut memang lengkap dengan alamat rumah para pelanggan. Untunglah Lili pernah melihat ijazah Kin dan membaca nama ayahnya. Berbekal nama tersebut, ia mulai menelusuri setiap baris huruf di buku yang ada. Setelah berjam-jam, akhirnya ia menemukannya.
Ia mulai menelusuri lebih jauh. Dicarilah informasi sebanyak-banyaknya tentang keluarga Kin, hingga ia mengetahui hari Minggu nanti akan ada gelaran aqiqah kemanakan Kin. Anak dari adik perempuannya.
Lili bertekad untuk hadir di acara tersebut. Ada atau tidak ada Kin, ia harus hadir dan memperkenalkan diri. Sudah kepalang basah. Kin sudah tidak peduli padanya,bahkan sudah menyatakan cerai, lantas kenapa ia harus tetap peduli pada syarat yang diajukan oleh Sa? Syarat yang tidak pernah sedetik pun disetujui olehnya.
Lili tampak anggun dengan rambut yang disanggul dan riasan wajah minimalis. Untuk urusan berdandan, Lili jauh lebih unggul dibanding Sa. Wajah Sa nyaris tak pernah tersentuh bedak. Bibirnya pun merona alami tanpa polesan lipstik. Sangat lain dengan merah bibir Lili. Sekali lagi perempuan itu mematut diri di cermin sebelum meninggalkan salon. Hampir tiga jam ia melakukan perawatan wajah, rambut dan seluruh tubuh. Segar. Ia semakin percaya diri untuk menampakkan diri di hadapan keluarga Kin.
Dari jauh, kendaraan ramai terparkir. Rumah keluarga Kin semakin dekat. Bibir Lili menyungging senyum kemenangan. Ia tahu Sa tidak mungkin ada di acara tersebut. Bukankah rumah tangga Sa dan Kin juga sedang bermasalah? Rencananya akan berjalan lancar dan sukses. Lili sangat yakin akan hal itu.
“Maaf, saya telat.” Lili berbasa-basi saat menjabat tangan orang tua Kin. Beberapa jenak ia memperhatikan orang-orang yang datang, dan akhirnya memutuskan menemui siapa. Sepasang suami istri itu dipastikannya sebagai orang tua Kin. Orang tua Kin tersenyum ramah menyambut dan mempersilakannya ke ruang tengah. Di sana adik Kin dan bayinya berada. Mereka mengira tamu tersebut adalah teman anaknya.