Sa terenyak melihat nama yang tertera di layar HP-nya. Kin. Refleks jari lentiknya menekan tombol accept. Sejenak ia tertegun. Suara riuh rendah terdengar dari seberang. Ada teriak kemarahan, ada pula isak tangis.
"Halo.. halo." Sa berkali-kali memanggil tetapi tetap hanya suara riuh rendah itu yang mampir di gendang telinganya. Sa gelisah. Malam menjadi begitu panjang bila melewatinya dengan penantian dan rasa waswas.
Persiapan ke Makassar sudah sejak siang dibereskannya. Ia tak ingin ada yang tertinggal. Ali sudah dihubunginya agar besok pagi mengantarnya ke Bandara Aruppala. Perjalanan udara Selayar-Makassar ditempuh lebih kurang 35 menit, bila cuaca mendukung. Sa menghitung detak jarum jam. Beberapa kali ia ingin menelepon Kin, tapi jemarinya yang sudah memencet nomor, berkali-kali ditarik kembali.
"Halo, Sa." Kin akhirnya menelepon kembali. Kali ini ia bersuara. Suara yang terdengar getir di telinga Sa.
"Bagaimana kabar Ibu?" Sa langsung melemparkan tanya, tanpa menunggu Kin berbicara lebih lanjut. Sa tak peduli bila Kin mampu membaca getar khawatir di nada suaranya.
"Beberapa saat yang lalu sudah membaik, tapi sekarang memburuk kembali. Ibu terus menerus menanyakanmu Sa. Jadi datang, 'kan?"
"Insya Allah. Saya sudah booking tiket."
"Sa, hati-hati, ya. Minta Ali mengantar ke bandara." Sa merasakan getaran suara Kin. Haru menyeruak, mencipta bulir bening di mata Sa. Ini untuk pertama kalinya Sa mendengar suara Kin, sejak kepergiannya. Rindu tiba-tuba mengentak mencari muaranya.
"Iya, Kak. Ali sudah saya kasih tahu."
"Baik. Saya jemput di bandara, ya," kata Kin. Sa ingin menolak, tapi Kin sudah menutup teleponnya. Sa berdebar. Antara senang dan bingung. Ia tidak tahu kata apa yang akan dilontarkannya pertama kali saat bertemu dengan suaminya itu. Idealnya ia harus tetap mencium punggung tangan Kin. Sanggupkah ia? Bagaimana kalau Kin menatapnya? Mampukah ia bersitatap dengan mata elang itu? Sa sungguh takut luluh dan kalah.
Namun ini bukan pertandingan. Tidak ada kalah menang. Sa harus mampu berhadapan dengan Kin, bahkan Rala sekalipun. Setelah seluruh sudut tempat tidur dijelajahinya, Sa akhirnya tertidur pulas, dan baru terjaga kala dari kejauhan terdengar kokok ayam. Ia harus segera berkemas.