Aroma harum memenuhi dapur ketika perempuan tinggi semampai dengan hidung mancung itu mengeluarkan kue dari dalam oven. Dia selalu suka perpaduan antara cokelat, bubuk kayu manis dan vanila yang mengepulkan uap. Perempuan bernama Kalyana Tantri itu memandang kesibukan para baker yang berlalu-lalang di dapur bakery miliknya. Suara mikser, penghitung waktu oven, desis kue yang dipanggang selalu berhasil menciptakan perasaan bahagia di dalam benaknya.
“Sinta, tolong bawa dan tata kue ini ke etalase, sebentar lagi kita buka toko,” perintahya melirik arloji di tangan kiri. “Apa pesanan Bu Hermawan sudah selesai?”
“Sudah, Chef,” jawab Sinta cekatan. “Katanya mau diambil jam sebelas nanti.”
“Bagus.” Tantri kembali menaburkan bubuk kayu manis ke adonan di hadapannya. Sekilas dia melirik ke pintu toko yang masih ditutup, lalu melihat sebuah bayangan sedang hilir mudik di depan sana. “Siapa itu di depan toko?”
Salah satu pramusaji menghampiri pintu dan membuka gorden yang menutupinya. Seorang perempuan paruh baya berambut ikal tersenyum melambaikan tangan ke arah Tantri. “Bu Tika ada di depan toko, Chef.”
Tantri mengernyit mengetahui ibu dari sahabatnya datang pagi-pagi seperti ini. Dia menyuruh salah satu asisten koki melanjutkan pekerjaannya. Tantri kemudian menghampiri pintu dan mempersilakan Bu Tika masuk.
“Maaf ganggu pagi-pagi begini, Tantri,” ujar Bu Tika begitu Tantri mempersilakan duduk.
“Ada apa, Tante?” tanya Tantri. Beragam metafora terpampang di wajah Bu Tika yang masih menyisakan jejak kecantikan masa muda. “Apa ada yang bisa saya bantu?"
“Sonya sepertinya lagi ada masalah,” Bu Tika menyesap minuman yang disajikan Tantri. “Sudah dua hari dia mengurung diri di kamar terus. Tante takut terjadi sesuatu sama Sonya.”
Suara oven yang menandakan kue sudah matang kembali berbunyi. Aroma harum langsung mengaur memenuhi ruangan saat salah satu baker mengeluarkan kue dengan balutan cokelat yang terlihat menggoda.
“Tolong bujuk Sonya supaya mau keluar dari kamar, Tri. Saya takut terjadi sesuatu sama dia.”
“Memangnya Sonya kenapa, Tante?”
“Tante juga nggak tahu pastinya, kemarin malam dia pulang sambil menangis. Sonya langsung masuk kamar dan sampai sekarang belum keluar juga. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk di kamarnya?”
Tantri menarik napas dan mengembuskan secara perlahan. Dia tahu betul apa yang menyebabkan Sonya mengurung diri. Pasti karena masalah lelaki.
“Sonya pasti baik-baik saja, Tante,” hibur Tantri. “Saya kenal betul sama Sonya, dia nggak bakal ngelakuin yang macem-macem.”
“Tapi saya takut terjadi sesuatu sama Sonya.”
“Tante tenang saja,” Tantri mencoba menenangkan. “Tunggu sebentar, saya tahu apa yang membuat Sonya kembali ceria.”
Tantri menghampiri etalase untuk membungkus salah satu kue kesukaan Sonya, lalu menyerahkan bungkusan kue itu pada Bu Tika.
“Nanti siang saya ke rumah untuk menemui Sonya.”
Bu Tika menerima bungkusan bertuliskan Kalyana Bakery yang diberikan Tantri. “Makasih, Tantri, kalau begitu saya pergi dulu. Terima kasih untuk kuenya.”