Tantri kembali mengetuk pintu kamar Sonya dengan keras ketika tidak ada jawaban dari dalam kamar. Tantri berpaling ke Bu Tika yang wajahnya semakin cemas karena anaknya tidak kunjung keluar kamar.
“Ini aku, Sonya. Cepat keluar dari dalam kamar.” Tantri terus menggedor pintu. “Cepat keluar atau kudobrak pintu ini, Aku nggak main-main, Nya.”
“Dia tetap nggak mau keluar,” Bu Tika menekan-nekan jari jempol ke telunjuk, itu yang selalu dilakukan bila sedang cemas. “Tante sudah mencoba berbagai cara, tapi Sonya tetap nggak mau keluar. Aku takut terjadi sesuatu.”
“Kue udah dikasihkan?”
Bu Tika mengangguk. “Tadi kuletakan di depan kamar, tapi sekarang sudah nggak ada.”
Tantri tahu Sonya tidak akan tahan dengan kue Black Forest yang menjadi favoritnya. Sonya selalu memakan kue itu bila sedang sedih.
“Tante tenang saja, Sonya pasti baik-baik saja,” hibur Tantri. “Apa tente punya kunci duplikat kamar ini?”
Bu Tika menggeleng. “Semuanya dipegang Sonya.”
Tantri mengembuskan napas bosan, dia sudah hafal tabiat sahabatnya setiap kali putus cinta. “Kuhitung sampai tiga, kalau nggak keluar bakal kudobrak pintu itu,” ancam Tantri. “Ibumu udah setuju kalau terpaksa nyeretmu keluar.”
Tetap tidak ada jawaban.
“Satu,” Tantri mulai menghitung. “Dua …” Tetap tidak ada jawaban. Tantri sudah kehabisan kesabaran. “Tiga.” Perempuan itu siap mendobrak pintu terdengar bunyi kunci dibuka dari dalam.
“Oh, Sayang,” Bu Tika langsung memeluk anaknya yang tampak awut-awutan. Bekas make up dan air mata terpahat jelas di wajah tirus Sonya. Lingkaran mata menghitam seperti mata panda.
“Kamu kenapa, sih?” tanya Tantri begitu Bu Tika melepaskan pelukan dan pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. “Apa karena cowok lagi?”
Air mata kembali mengalir di pipi Sonya, membuat wajahnya terlihat semakin mendung. “Ini beda, Tri, aku belum pernah segila ini karena cowok. Nolan itu sangat istimewa.”
“Jadi namanya Nolan?” Tantri mendecakkan lidah. “Kedengerannya seperti cowok berengsek.”
“Nolan Mahendra Wijaya beda dari kebanyakan cowok lain. Dia sangat istimewa.”
Samar-samar Tantri seperti pernah mendengar namanya di suatu tempat, tapi lupa di mana dan kapan tepatnya pernah mendengar nama Nolan. “Hanya karena itu kamu naksir dia?”
“Banyak perempuan yang terpesona sama Nolan.” Sonya kembali menyeka air mata. “Aku nggak bisa nyalahin dia, sih. Soalnya Nolan benar-benar menarik.”
“Banyak perempuan yang terpesona sama Nolan?” ulang Tantri. “Sudah tahu kalau dia playboy? Ngapain jatuh cinta sama cowok model begituan?”
“Nolan sangat menarik, Tantri,” mata Sonya menerawang ke arah jendela. “Semakin banyak perempuan yang menginginkannya, bukankah itu semakin mennantang? Aku suka cowok tipe seperti itu.”
Tantri memutar bola mata mendengar tipe laki-laki yang disukai Sonya. “Kamu itu cantik, Sonya, ngapain juga bermuram durja hanya karena cowok berengsek?”