PEREMPUAN PALING BAHAGIA

Ragiel JP
Chapter #19

PENGAWAL

Tantri resah mengingat satu jam lagi Nolan akan menjemputnya. Sedangkan Atma terlihat semangat dan sudah berpakaian rapi.

“Kamu nggak perlu jemput kami, Nolan,” tolak Tantri di telepon. “Biar kami datang sendiri ke rumahmu.”

“Renata yang nyuruh aku menjemput kalian, Chef,” jawab Nolan di ujung telepon. “Lagi pula aku sudah tahu alamatmu, percuma saja menolak kebaikanku.”

“Kebaikan apanya,” dengkus Tantri. “Ini pemaksaan.”

Nolan terkekeh di ujung telepon. “Pokoknya pukul tujuh aku sudah sampai di rumahmu dan nggak mau diceramahin Renata kalau membiarkanmu pergi sendiri.”

Tantri menarik napas dan mengembuskan secara perlahan. Tidak ada gunanya mencegah Nolan. “Baiklah, aku tunggu, jangan telat karena paling benci orang yang nggak tepat waktu.”

“Wah, kamu meragukan kedisiplinanku rupanya. Aku nggak akan terlambat. Aku—“

Tantri langsung memutus telepon, membuat Nolan yang di ujung sana mendebas kesal.

Atma terlihat tampan dengan kemeja biru muda yang dikenakan saat masuk ke kamar Tantri. Rambut ditata lebih rapi yang membuat ketampanan sang adik lebih terlihat.

“Gi-mana, Ka-kak?” tanya Atma berputar.

“Sangat tampan,” puji Tantri merapikan baju Atma. “Tunggu di bawah, ya. Kakak juga mau siap-siap.”

Atma mengangguk. “Dan-dan yang can-tik, Kak.”

“Pasti,” Tantri tersenyum. “Kakakmu ini cantik seperti bidadari.”

Atma terkekeh, lalu meninggalkan kamar Tantri.

Pukul setengah tujuh bel rumah berdering. Tantri mendecakkan lidah karena Nolan datang lebih awal. Tantri kembali melirik tampilan di cermin, gaun cokelat muda yang dia kenakan tidak terlalu berlebihan. Rambut hitam digelung rapi, sehingga menonjolkan leher yang mulus dan panjang. Make up yang dipakai tidak terlalu berlebihan. Tantri ingin tampil sealami mungkin.

“Nggak sabar amat, sih,” gerutu Tantri ketika bel kembali berbunyi. Dia berjalan ke arah pintu untuk membukanya dan bertanya-tanya pakaian seperti apa yang Nolan kenakan. Pintu berderit terbuka, lalu sangat terkejut begitu melihat siapa sosok yang ada di hadapannya.

“Tantri …”

“Julian?” Bibir Tantri bergetar begitu melihat sosok lelaki berambut ikal di depannya. “Ngapain kamu ke sini?”

“Kita perlu bicara,” ujar Julian pelan. “Aku ingin menjelaskan semuanya.”

“Nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Tantri menahan agar air mata tidak jatuh. “Semuanya sudah jelas.”

“Aku minta maaf,” Julian berusaha memegang tangan Tantri yang langsung ditepisnya. “Aku minta maaf telah membuatmu terluka. Aku—”

Julian menahan pintu ketika Tantri hendak menutupnya. “Mohon untuk kali ini saja dengarkan aku, Tantri.”

“Aku selalu mendengarkanmu,” Tantri tak kuasa lagi menahan tangis. “Aku selama ini selalu mendengarkanmu, bahkan ketika kamu mengatakan akan kembali, aku selalu menunggumu seperti orang tolol.”

“Aku tahu apa yang aku lakukan salah,” Julian menggenggam lengan Tantri dan memukul-mukulkan ke dadanya. “Pukul aku kalau itu bisa membuatmu merasa lebih baik.”

“Nggak ada gunanya memukulmu.” Air bening mengalir dari kedua mata Tantri. “Itu hanya membuatku semakin tolol.”

Julian terdiam.

“Aku tahu permintaan maaf nggak akan bisa menebus kesalahan, tapi aku juga nggak bisa meninggalkan Helen.”

“Kenapa?” Bahu Tantri berguncang menahan tangis. “Apa karena dia lebih cantik?”

Julian menggeleng. “Bukan karena itu, tapi ada alasan lain kenapa aku harus menikahi dia.”

“Katakan kalau begitu.”

“Helen hamil.”

Bagai petir di siang bolong ketika mendengar pengakuan Julian. “Apa maksudmu?”

“Aku kesepian, Tantri. Helen begitu baik, hingga pada suatu malam terjadilah kecelakaan itu. Aku sengaja nggak mengatakan semua ini. Aku nggak ingin membuatmu terluka.”

Air mata kembali mengalir deras di pipi Tantri, jantungnya bagaikan dibetot paksa. “Sudah jelas semuanya sekarang, penantianku selama ini sia-sia. Sekarang kamu pergi dari hadapanku.”

“Tantri …”

“Pergi dari hadapanku sekarang juga!”

“Aku hanya ingin mengatakan, apa pun yang terjadi, aku tetap mencintaimu.”

“Pergi!” Tantri kembali menutup pintu, tapi Julian kembali menahannya. “Jangan pernah datang ke sini lagi.”

“Aku nggak akan pergi sebelum kamu memaafkanku.”

Atma yang sejak tadi terdiam melihat yang terjadi dengan Tantri bergegas menghampiri pintu dan memukul Julian hingga lelaki berambut ikal itu memegangi bibirnya yang berdarah.

“Pe-per-gi!” Tangan Atma gemetar hebat. “Ja-ja-ngan gang-gu ka-kak-ku.”

Julian bangkit hendak memegang tangan Atma. Namun, dengan sigap Atma menarik tangannya dan berdiri di depan Tantri dengan sikap melindungi. Sedangkan Tantri di belakang Atma punggungnya berguncang menahan tangis.

“Atma, biarkan aku bicara sebentar dengan Tantri. Aku mohon.”

Atma kembali hendak menonjok Julian, tapi dengan mudah Julian menangkisnya. Dia menekuk tangan Atma ke belakang dan menguncinya. “Aku mohon biarkan aku bicara, Tantri. Walau menikahi Helen, tapi aku tetap mencintaimu.”

Lihat selengkapnya