Tantri bergegas meninggalkan toko sebelum karyawan terus membuatnya semakin malu. “Ayo, jangan membuat Ruben menunggu terlalu lama.”
Nolan nyengir ketika membawa Tantri ke mobil. Nolan langsung menyalakan mesin mobil, dan ketika hendak memasangkan sabuk pengaman, Tantri langsung menolak.
“Aku masih nggak ngerti kenapa Ruben meneleponmu,” Tantri mengerucutkan bibir. “Kalian pasti bersekongkol, ya?”
Nolan tertawa seraya menyalakan radio. “Sebaiknya simpan rasa penasaranmu dan tanyakan langsung nanti ke orangnya.”
Tantri mendengkus. “Kenapa kamu mengirim bunga lagi?”
Nolan mengangkat bahu sebagai jawaban. “Bagaimana kabar Atma?”
“Baik. Bagaimana kabar Renata?”
“Dia terlihat sangat bahagia,” Nolan pura-pura cemberut. “ Beneran bosan mendengar ocehannya tentang gaun pengantin yang sangat indah.”
Tantri ingat betapa hebohnya Renata ketika melihat gaun pengantin. “Ya, aku paham kenapa Renata bersikap seperti itu. Gaun rancangan Silvia memang bagus banget.”
“Sudah lama mengenal Silvia?”
Tantri mengangguk. “Sudah cukup lama, dia desainer yang cukup diperhitungkan di dunia fesyen. Julian bahkan sudah ada rencana membuat gaun di sana kalau saja—“
Tantri meruntuki dirinya sendiri karena begitu bodoh masih teringat Julian. Harusnya sudah melupakan lelaki berengsek itu.
“Aku paling nggak jago dalam obrolan cewek,” Nolan yang peka langsung mengalihkan pembicaraan. “Make up, lipstik, bedak, pensil alis, maraska.”
“Maraska?” tanya Tantri bingung. “Apa itu maraska?”
“Yang biasanya buat bulu mata supaya lentik.”
“Itu maskara, Nolan,” Tantri tergelak. “Kamu ini payah sekali gitu aja nggak tahu.”
Rasanya begitu nyaman dan ringan mendengar tawa Tantri yang lepas seperti ini. “Aku suka melihatmu tertawa. Kelihatan polos sekali.”
“Aku anggap itu sebuah pujian.”
Mobil terus melaju membelah jalanan Yogyakarta yang sedikit macet. Beberapa warung makan mulai dari pedagang pecel hingga buah menghiasi jalanan.
“Boleh kutanya sesuatu, Lan?” tanya Tantri saat mobil mereka berhenti di lampu merah.
“Tanya apa, Chef?”
Tantri kemudian menceritakan perihal kunjungan perempuan berambut merah yang melarangnya mendekati Nolan.
“Jadi sebaiknya jangan terlalu sering datang ke toko. Aku nggak mau ada yang salah paham.”
“Kamu ini ngomong apa, sih?” Nolan terlihat bingung. “Aku sama sekali nggak punya pacar dan nggak kenal juga siap perempuan yang kamu maksud.”