Perempuan Penyeberang Batas

Adi Suyanto
Chapter #1

Pramuka Dewa Asmara

Pramuka Dewa Asmara

Asmara dan pramuka, dua mahkluk tak sama, tapi mana kala mereka bertemu dalam satu alam terasa indahnya. Kenyataan itulah yang sedang mereka alami, saat kedua anak manusia itu sering berjumpa di tempat latihan pramuka. Sebutlah Amirin, pemuda tamatan SMA yang tampil gagah dan menawan sebagai pelatih pramuka, pakaian rapi dengan wajah cerah, rambut ikal lembut ,juga murah senyum, semua itulah yang membawa banyak gadis harus berurusan rasa asmara dengan dirinya. Seperti biasa sabtu sore merupakan jadwal abadi untuk mengikuti latihan pramuka jika tidak ingin tinggal kelas, semua sudah menjadi ketentuan baku sekolah yang tak mungkin dilanggar. Sore itu jam 15. 00 berangkatlah Sasun, gadis belia nan menawan, seragam pramuka lengkap dengan tongkat dan topi bagaikan mahkota mawar indah yang menawan melekat pada tangkainya.Langkah tegab Sasun lambang ketaatan gadis Belasan tahun itu terhadap sumpah pramuka dan janji lainnya yang telah diajarkan oleh sang pelatih.Di tempat latihan cuaca mendung ringan, angin berhembus lembut bagai datang dari surga, sedang matahari enggan tampak yang ada hanya lempengan- lempengan awan putih terhampar luas layaknya kapas tertebar rata di awang - awang. Sementara di pinggir lapang itu tampak sedang duduk- duduk kawanan anak pramuka lainnya di bawah rindangnya pohon yang tak diketahui namanya, pohon itu telah berdiri megah semenjak mereka belum lahir,batang besar namun tidak terlalu tinggi,cabang- cabangnya banyak terurai tidak beraturan menggendong daun lebat dan membawa suasana di bawahnya terasa adem, maka tak aneh jika banyak anak-sekolah sering berlama-lama di bawahnya.Mereka bersenda gurau ala kadar usia remaja belasan tahun dan tampak sesekali berlarian saling berkejaran menunggu saat yang ditunggu latihan pramuka dimulai. Dari arah berlawanan muncullah kakak pembina pramuka Pak Amirin sosok yang mereka sedang nantikan, pribadi rajin,pandai dan penuh karisma, dengan tegab satu demi satu kaki mendekat ke arah kerumunan anak-anak setelah relakan motor jadul kesayangannya sendirian parkir di bawah pohon,dirinya sengaja menaruh parkir agak jauh dari kerumunan murid-murid walau sebenarnya hati tak tega jauh dari sumber rasa yang sementara berasa getarnya. Setiap perjumpaan diantara mereka ada yang memiliki jantung agak beda irama, bukan karena lelahnya berlatih tapi bagian tertentu dari serambinya muncul suhu langka , sementara dirinya belum paham akan arti semua itu dan yang ia ketahui adalah mengapa jantung ini kian berulah saat berjumpa dengan sang pelatih ,sementara sang pemilik jantung sesungguhnya adalah gadis kecil yang dipanggil Sasun, sepertinya rasa itu mulai merayap hingga tembus pada jantung guru pramuka, Pak Amirun,hingga karenanya beliau inginkan satu minggu terdiri dari hari sabtu semua sedang yang lain urusan mereka yang tak pernah terlibat rasa diantara keduanya.Saat langkah itu kian dekat Sasun merasakan adanya ayunan hati yang kian menjalar- jalar, langkah sepatu pelatih yang baru dibeli minggu lalu pelan- pelan mengaduk rasa ,ditatapnya sepatu itu dengan bangga kian dekat mata pun merayap ke wajah sang Amirun, bagai bara api tertuang dalam bejana penuh air,sebab kemarau itu telah usai dan sejuk itu menyelimuti batas wilayah kerinduan di hati Sasun juga dirinya.

" Selamat sore anak- anak....,semoga tuhan melindungi kita semua....? Tanya sang pelatih penuh makna, dalam kerumunan anak- anak itu ada sumber getaran rasa ,satu-demi satu anak- anak yang diduk itu berdiri, "Selamat sore pak .....kabar baik", jawab mereka dan beberapa kata tampak ada yang tak kompak, sebab dalam aturan pramuka untuk menyapa pembina bukan dengan menggunakan istilah pak, tapi kak, namun jawaban terlanjur terucap dan tak mungkin dihapus,karena diantara mereka saling memberikan pemakluman, yang dimaksud sama baiknya yaitu sebutan kemuliaan. " Apakah kita harus berlatih pramuka hari ini... ?", tanya kak pembina, " Tentu pak, jika kita tak latihan pramuka untuk apa ke sini...", Sahut yang lainnya " Sebenarnya jika tidak demi kalian, tak akan aku datang hari ini, sebenarnya badan ini terasa kurang sehat, tapi karena aku ingat kamu semua maka meski harus mendung pun pasti datang", jawab kak pembina. "Sepertinya karena rasa lah yang mengantar bapak datang ke sini meski sakit, dan rasa itu sendiri adalah kalian semua," Tambah kak pembina. Beberapa siswa saling berbisik tentang pembina pramuka tampan itu mereka ada yang berkata lirih, " Sebenarnya bukan karena kita, tapi sang ketua regu ,Sasun ". Timpal rahmat dengan nada lirih. Siswa satu itu kurang menonjol akademisnya jika dibanding dengan kawan sekelas lain, tapi sikap tegas dan keberaniannya sulitlah untuk diragukan, tak ayal jika sering terlibat pendapat dengan guru saat harus bertahan pada pendiriannya.Ucapan Rahmat merupakan kebenaran mutlak saat itu sebab barang bukti elakan tak ditemukan ,sehingga sikap paling aman adalah diam dan mengatakan benar walau hanya dalam hati, dirinya sadar ketua regu yang di maksud dan menuntut diri untuk tak boleh bohong tentang kabar asmara dengan pak guru pramuka karena hal itu telah menjadi suara ombak di kalangan kawan- kawannya, datang dan silih berganti bergantung angin penyertanya.Wajah Sasun makin berpelangi, di sana tempat cerminan rasa yang sesungguhnya,ada senang , berbaur malu dan bangga dan bermuara pada suatu pantai bagi dirinya untuk tak kan mampu mengatur otot hindar dari kenyataan,bagaikan bhineka tunggal ika walau berbeda beda ucapan kawan tetap satu , yaitu SUKA. Gelar ketua regu yang melekat pada dirinya kini sedang ada masalah akibat serangan rasa ,berputar- putar ingin berlari dan menghindar namun bermuara pada tempat satu itu,tak aneh jika segala gerakan tugas yang dijalankannya sering salah mulai dari tongkat lepas dari genggaman, aba- aba salah sampai lupa gerakan dan salah tingkah." Sasun kamu kenapa,....dari awal saya perhatikan tidak fokus,..sedang sakit ya ...? " Tanya dokter cinta itu. " Tidak pak..., hanya...hanya ....sedang sakit kepala ". Jawab Sasun ." Baiklah kalau begitu kau bergabung dengan regu saja , biarkan saya menggantikan sementarra Jabatan ketua regu dan disandingkan pada pak pembina, Sasun lebih nyaman duduk di barisan belakang,sambil menghalau derasnya deru angin rasa itu, selang beberapa saat acara pun berkesudahan dan setelah berdoa sesuai dengan anjuran kak pembina semua anggota pramuka membubarkan diri, menuju rumah masing- masing.


Lihat selengkapnya