Perempuan Penyeberang Batas

Adi Suyanto
Chapter #2

Daun Pinus Yang Bertumbuh

Daun Pinus Yang Bertumbuh

Bagai mawar di musim penghujan setelah rasa itu ada,enggan terbang ke tempat lain namun hinggab dan melekat seakan terpatri oleh waktu,di sana tak kenal batas dan rongga, segalanya menyatu bagai bintang dan bulan, selalu saling menyertai diantara keduanya.Itulah gambaran tentang awal perjalanan kasih antara seorang murid dan bapak pembina pramuka. Ketika hari libur tiba dan tak satu pun beban tugas sekolah tersisa, sehingga suasana seperti tahun empat lima ketika Bung Karno - Hatta memproklamasikan negara, tak ada penjajah yang berujud matematika atau tugas rumit lainnya, semua "free" jika harus tidur dari ujung hari ke ujung lainnya pun bisa sukses, tapi siapa sangka jika ternyata jionis itu kian menginvasi wilayah- hati dan mendesaknya hingga batas terluar dan mengakibatkan betapa hancur - leburnya segala yang dimiliki sang merpati indah itu . Perempuan kecil itu angannya telah akut,menerawang jauh seandainya mungkin ingin dirinya melukis taman yang belum pernah dilukis oleh pelukis mana pun, dalam lamunan inginkan berhasil bersanding dengan penebar cinta itu kelak . Saat tidur pun ,mata enggan terpejam, begitu juga ketika makan ,tak ada yang mampu mendatangkan nafsu makan kecuali si dia.Di meja tempat biasa belajar langka sebatang pun buku tertata rapi, demikian juga tas sekolah dan alat tulis , hanya beberapa helai kertas putih terserak berhamburan, kumel dan padanya tertulis aneka nada dan kata tentang bayangan indah , namun di ujung itu semua, Sasun masih sadar diri tentang usia yang masih bau kencur dan oftimis kelak tuhan jawab doa-doanya dengan indah. Seusai sarapan pagi Sasun masih menaruh badan di kursi tempat biasa nikmati makan, piring makan kotor bekas dirinya masih belum disimpan, terlihat tinggal tulang - belulang dan beberapa duri sisa ikan laut, tertinggal mengonggok kering . Sasun selalu ingat tentang si dia indah tak bercela, merdu tanpa suara dan berhampar menawan laksana pelangi di awal sore hari. Minggu adalah hari menyenangkan bagi semua siswa, di saat itu tak ada kegiatan selain libur dan santai jauh dari hingar- bingar, hitung- menghitung juga hafal- menghafal, mungkin otot otak yang biasa tegang di hari sekolah saat itu bisa sedikit kendor, bagi Sasun saat itu merupakan binatang hari yang membosankan dan jika mungkin kala itu juga ingin pergi sekolah. Bak ada benteng penghalang kebebasan diri terkait rasa pada pusatnya. Tak jauh dari kursi tempat menaruh badan segunduk bahan cucian tersedia dan harus dibereskan segera, di sana ada seragam sekolah bekas pakai kemarin serta selimut kucel aroma tak sedap penyertanya ,menambah sebalnya suasana hari yang seharusnya indah itu, tak berselang lama dering phone di sakunya memanggil, otot benak langsung menguat pada sosok pembina dan rasa bosan kala itu berganti dengan secerah sinar matahari penembus jendela ruang tamu saat pagi hari ketika tirai disibakkan, namun suhu hati langsung kembali ke posisisi awal, kecewa dan gemas setelah dilihatnya layar hp , yang muncul wajah Yanti, kawan sebangku di sekolah,nampak buram dan belum siap edar, terlihat dari tatanan rambut dan raut muka yang penuh dengan kesan malas, setali tiga uang dengan dirinya " Hallo.... Kamu yan...ada kabar apa, ngajak beli seblak lagi ke warung ibu kemarin...? " Tanya Sasun. " Seblak...seblak...memang di dunia ini hanya ada seblak dasar otak kau itu penuh dengan seblak,....ha...haaa..." Canda Yanti. " Sekarang kamu lagi ngapain..., ngalamun kali ya...? Tambah Yanti dengan candaan." Bukan begitu Yanti , sekarang saya lagi banyak cucian dan belum sempat dicuci..." Jawab Sasun. " Kalau orang lain yang tak mengenal dirimu pasti percaya Kata - kata kamu itu tapi ini aku , teman kau yang telah mengetahui warna hatimu sejak awal, kau bukan banyak cucian tapi pikiran,yang paling akut ingat tentang dia....?",sahut Yanti. Sasun tak mampu berkata-kata dengan ucapan temannya itu, sebab semua yang Yanti katakan hanya sebuah kebenaran yang tak terbantahkan. " Trus,... Kalau kamu sendir lagi ngapain sekarang....?rambut kamu itu loh yang harus kau urus cepat, dan lebih rumit jika aku lihat muka kamu, aduh deh pokoknya..." Jawab sasun. "Tapi ,...kamu, malah super...? " Jawab Yanti, " Ya sudah, kau baik- baik saja, setelah kau bereskan wajah, kau boleh datang ke sini...." Bujuk sasun,"Baiklah semoga hujan datang, jemuran kau cepat kering, ha...ha ...ha..." Yanti menurup obrolan . Setelah itu suasana kembali ke awal, sunyi bagai di gunung tak ada kabar kehidupan , hanya suara bocah - bocah kecil bermain petak impet di jalan depan sepuluh meter dari rumah tinggal Sasun,seperti biasa setiap hari minggu banyak anak kecil libur sekolah dan mereka sering memanfaatkan jalan depan rumah sebagai lapangan bermain mereka. Untuk hilangkan suasana jenuh yang dialami kala itu, Sasun meraih alat kosmetik di depan kaca, dioleskan berkali- kali bedak pada wajah dengan cermin di hadapannya. Dalam benaknya Sasun melamun tentang dia yang mengisi hidupnya, dia bayangkan betapa indahnya kelak jika telah menyanding pria harapan, dalam pikirnya walau umur terpaut beberapa tahun namun prinsip dalam hidupnya bahwa cinta bukan ranah usia tapi hati adalah otoritas pemegang kekuasaan asmara. Tak selang beberapa saat hp di atas meja rias berdering , ketika diraih ada pak guru yang sedang menyandang rasa, " Halo, selamat siang pak...bagaimana kabar...?" Tanya Sasun dengan hati berbunga-bunga. " Kabarnya seperti kamu, ..." Jawab Amirun. " Maksud bapak....? " Tanya sasun, " baik, cantik, menyenangkan dan pokoknya semua yang indah," sahut Amirin. "Ngomong- omong kamu sedang ngapain sekarang...? "Tanya Amirin, "sedang ...sedang apa ya...sedang melukis..." Jawab Sasun, " oh ya, rupanya kau pandai melukis ya sun...?" Tanya Amirin, " ya pak tapi saya biasa melukis wajah, dan sekarang sedang melukis wajah bapak, " jawab Sasun, " bagus kalau begitu, nanti kau bawa ke sekolah...!" Perintah Amirin, " tapi saya tak biasa melukis di atas kertas,..." Jawab Sasun, " lalu kau melukis dengan menggunakan media apa...?" Tanya Amirin, " di awang-awang pak..." Jawab Sasun, " bagus nanti akan ku pajang sebagai barang antik...di ruangan ku" jawab Amirun, " pak, ...tapi ini...ini awang- awang medianya bukan kertas atau kulit binatang," jawab Sasun, " Ini lebih bagus sebab ruangan yang kupakai menyimpan pun ruangan hati seperti ruangan hatimu yang di sana ada aku, ha...ha...ha..." Kata Amirin. " Kalau Yanti teman kau itu jauh gak rumahnya dengan kamu" Tanya Amirin, " Ya lumayan pak, mungkin satu kiloan , memangnya ada apa pak dengan dia ...sering telponan ya pak? boleh kalau pingin ketemu nanti saya antar ke rumahnya, " kata Sasun, "baguslah , memang saya sering telphonan bahkan tiap hari, ya karena kangen saja, ... Tapi...dirimu, bukan teman kau" Jawab Amirin. Obrolan mereka kian melambung, antarkan keduanya ke sebuah taman indah penuh bunga , hingga waktu terlewatkan dan Sasun ingat tugas mencuci yang harus segera dijalankan, " Maaf ya pak... Nanti sore bapak boleh telphone kembali karena saya banyak cucian dan takut tak kering karena hujan, maaf ya pak, ..." Pinta Sasun, " Baiklah Sun , baik- baik ya,...da da...?!" Jawab Amirin menutup obrolan, sedang Sasun kini harus mencuci cepat agar pakaian lekas kering ,setelah Sasun sempat melupakan tugas mencuci itu .





Lihat selengkapnya