Perempuan Penyeberang Batas

Adi Suyanto
Chapter #4

Bukan Cemas ini Yang Ku Nanti

Bukan Cemas ini Yang Kunanti

Kurang dari sepuluh menit lagi lonceng tanda pembuktian itu tiba dan semua peserta harus peras otak untuk melihat tak ada lampu merah di buku rapor. "Banyak jalan menuju roma" pun berlaku agar misi sukses tercapai , sebenarnya cara itu berduri yang harus dihindari karena tak ada jalan lain sehingga mereka wajib tak melawan arus, dengan buat contekan dan diantara mereka telah saling memaklumi untuk gerakan tutup mulut masal.Beberapa diantara mereka ada yang sibuk dengan lembaran kertas kecil lengkap dengan kode - rahasia dan diselipkan di sela-sela permukaan meja retak harapkan sang pengawas tak mengetahuinya, yang lain menulis di telapak tangan, bahkan di permukaan sepatu dan beberapa siswa cewek menyelipkan jurus contek di balik kerudung. Seisi kelas telah penuh dengan aroma tegang,tak ada suara seakan sedang menunggu bom israel meledak, tidak seperti biasanya ruangan selalu mirip pasar ketika di ruang kelas sedang tak ada guru, beberapa siswa coret-coretkan pena pastikan sedang tak ada masalah dengan penanya, sedang di lingkungan anak laki-laki blok meja belakang terdengar suara-suara lirih bincangkan sesuatu diantara mereka kesan komplot untuk saling memberikan jawaban jika temukan soal berat. Ketegangan meningkat ketika sayup-sayup suara langkah sepatu vantovel pak guru dari arah kantor mendekat ,di permukaan otak mereka suhu cemas meningkat, detak jantung lebih kencang terdengar pada mereka yang tidak siap hadapi ulangan, kian suara itu dekat makin meningkatkan ketegangan, " tok, tok, tok..." Suara sepatu makin dekat dengan pintu masuk ruang kelas, seisi kelas cemas guru pengawas datang, namun suara itu tak berhenti dan terus mengabarkan langkah menuju ruang kelas sebelah, kemudian mereka memandang satu dengan lainnya dan saling tertawa, sebagian dengan lepas," ha...ha...ha..." suasana kembali aman walau untuk beberapa menit, napas berhasil ditarik kembali ke posisi semula. Beberapa saat berikutnya sumber ketegangan itu terbukti apa lagi Sasun, karena pengawas yang ditunggu itu masuk di ruang kelas, seakan sumber gempa di depannya, arjuna itu tampil mengesankan, seragam guru tampak rapi dikenakan,rambut ditata dengan indah, juga sepatu hitam melengkapi kesan wibawa namun penuh kharisma. Setelah lembar soal ditaruh di meja gutu, dirinya sapa murid- murid dengan penuh semangat, " Selamat pagi anak-anak...?, mereka menjawab, " Selamat pagi pak...!"jawaban kompak murid-murid itu bagaikan ombak penyapu pantai, sebab walau hanya sementara bisa memecahkan suasana tegang , dan sedikit demi sedikit mendung itu mulai cair untuk masuk ke alam serius ulangan mereka, kecuali bunga mawar satu itu, irama jantung masih "sopran", sebab urusan hati tak kan bisa dipungkiri walau orang lain mustahil mengetahui. Rasa harap, malu dan selalu ingin bertemu bagaikan gado-gado yang biasa dipesan di kantin sekolah, pedas dan menjadikan penikmatnya bukan kapok, namun malah ingin dan diulang kembali. Langkah kaki pak guru saat memposisikan diri di depan kelas dan bungkusan kertas ulangan ditangannya seperti alat pemicu jantung bagi Sasun, hingga tersipu malu, dirinya hanya kuasa memandang sepatu dan bermuara pada kertas ujian di tangannya ,sebab takut jika harus memandang ke wajah tampannya."Bagaimana dengan persiapan ulangan hari ini, saya harap kalian siap...,baik siapkan alat tulis seperlunya dan pastikan tak ada benda lain kecuali pena dan lembar kerja, tak ada tas juga hp, percaya diri dan fokus,... jadikan setiap detik adalah barang berharga bagi kalian, jangan tinggalkan ruang kelas hingga tanda waktu usai, jika masih ada waktu sementara anda telah selesai menjawaab, periksa ulang jawaban termasuk nama dan nomor tes, sebab menyesal datangnya belakang dan tak ada gunanya, setelah ujian ini kalian tinggal punya waktu satu semester lagi dan masuk sekolah SMTA ",demikian arahan singkat guru pengawas mengawali proses ulangan bersama sambil memandang seluruh isi ruang kelas seakan sedang menghitung siswa yang datang kala itu. Satu demi satu nomor meja dihampiri pastikan tak ada yang salah, sambil ditaruhkan lembar soal dalam posisi terbalik harapkan ketertiban kerja dijalankan bersama tak terkecuali meja Sasun, tertera nomor dua tempat strategis bagi mereka berdua sebab tak ada karang penghalang diantara jika harus saling melihat rembulan indah diantara keduanya, namun tempat itu merupakan penjara dua pintu sebab sang mawar indah itu harus membagi dua konsentrasi, anatara soal-soal berbobot juga berat menahan rasa ketika mata harus satu jalur dengan tatapan sinar mata sang idola. Setelah semua siswa mendapat soal pengawas pastikan peserta bisa mulai kerjakan soal, satu demi satu soal- soal itu terjawab, suasana bagai ditengah malam, sunyi hanya sesekali suara gemerisik terdengar datang dari lembar soal yang dibuka ulang, dan detak jam di dinding terus mengejar kecepatan mereka yang menumpahkan konsentrasi di lembar kertas tandai keseriusan untuk tak ciptakan rasa kecewa saat hasil ulangan dibagikan. Guru pengawas muali beredar, intari seluruh ruang kelas harapkan berjumpa dengan anak didik yang mencontek, suara sepatu vantovel pelan- pelan terdengar, menambah khitmad ruang itu. Entah dilangkah yang ke berapa suara sepatu itu terdengar mendekat meja Sasun , diliriknya bunga itu " Hai...bisa gak ....? " Sapa pak guru " Bisa pak, alkamdulilah..." jawab Sasun sambil sedikit melirik wajah guru idola itu, sapaan itu membuyarkan konsentrasi sekaligus mendatangkan energi baru bagi dirinya. Beberapa siswa lainnya ikut mengalami lose konsentrasi melihat interaksi lirih Sasun dan guru pengawas, mereka telah mengetahui tentang jalur hati keduanya. Dari arah belakang tempat Sasun duduk, Yanti dengan curi pandang perhatikan bahasa tubuh keduanya, dalam hati kecil dia agak tertawa dengan interaksi keduanya. Di meja belakang tempat anak- anak "badung" duduk terdengar suara- suara gaduh ,mereka membagi- bagi jawaban manfaatkan suasana sedikit romantis pak guru, beberapa ada yang pindah tempat dan berdiri dapatkan contek jawaban, lainnya hanya terlihat santai dengan kerjakan soal asal jawab, mereka sesekali mengarahkan pandang ke jam dinding di atas papan tulis harapkan bunyi lonceng berdentang lekas. Beberapa saat kemudian lonceng tanda selesai ulangan berbunyi, semua siswa sibuk untuk kemas- kemas tinggalkan kelas guna masuk pada waktu istirahan dan memasuki jam ujian sekolah berikutnya. Banyak siswa telah tinggalkan ruang kelas, dan beberapa lainnya masih harus mencari jawaban dengan cari bantuan kepada kawan, suasana kian semerawut ada yang tinggalkan kursi duduk dan bergabung dengan lainnya harapkan jawaban bisa didapat. Di kursi nomor dua tempat duduk paling depan ada sosok cantik,meskipun soal- soal telah dijawab semua namun Sasun tak enggan tinggalkan ruang kelas, soal ulangan telah diselesaikan dengan bagus, namun masih ada soal hati yang tak bisa di ajak kompromi dan rasa itu yang menjadikan dirinya terjerat erat di kursi duduk, seakan ada tali simpul yang sulit dilepaskan kecuali harus berjumpa, dibuka- buka ulang kertas soal yang telah selesai dikerjakan, diaduk-aduk kembali seakan tak percaya dengan apa yang telah dikerjakan. Yanti, kawan baik Sasun yang duduk dua meja belakang mulai beranjak, dihampiri Sasun dan ditanyakan tentang soal-soal yang sudah selesai dikerjakan,dari arah belakang punggung Sasun ditepuk lirih, " Hai Sun,... Selesai belum, keluar yuk,....!? " Ajak Yanti dengan nada pelan, " Ayolah, saya juga sudah lelah, semua sudah saya kerjakan , tinggal beberapa yang tak bisa kujawab, mungkin dua atau berapa tadi ya...., sebab aku tak mengerti jawabannya" jawab Sasun, sambil beranjak untuk tinggalkan ruang kelas. Di meja guru Pak Amirin masih sabar menunggu siswa lainnya hingga habis waktu, sambil berjalan di depan pak guru Sasun berkata "Soal-soalnya sulit pak, ada beberapa yang tak mampu saya jawab dengan benar, kalau kamu gimana Yan? " sambil menahan rasa malu dirinya memandang Pak Amirin dengan sedikit melirik ke wajah Yanti harapkan respon dari temannya itu untuk mendapat perhatian dari pak guru. Dengan wajah sumringah Pak Amirin bangkit tinggalkan kursi dan mengikuti kedua anak didik itu hingga pintu keluar, dirinya menjawab," penting kau jawab, masalah benar dan tidaknya nanti saja kau kan juga mengetahuinya...ya sudah kau pergi cari seblak, makanan kau itu...!" Jawab pak guru, selanjutnya kedua anak itu tinggalkan ruang kelas untuk menemukan kantin sekolah tempat makan dan melepaskan lelah.




Lihat selengkapnya