Semua murid kelas tiga peserta perpisahan telah hadir tanpa terkecuali, sesuai adat sekolah tak harus orang tua datang sebagi pendamping kecuali mereka yang berhalangan. Waktu masih pagi, jam menunjukkan pukul 7, acara akan dimulai pukul 8. Dari arah jalan menuju pintu masuk sekolah terlihat Sasun datang dengan sepeda motor metik kesayangan, Tiga tahun lalu motor dibeli berbarengan dengan saat- saat Sasun bangga sebagai murid baru. Sasun menyimpan motor di ruang parkir, namun di saat- saat tertentu tempat itu juga sebagai ruang rapat kecil untuk memutuskan urusan hati dengan Amirin. Langkah-percaya diri Sasun terlihat jelas, dan itu merupakan bukti keindahan hati seorang siswi cerdas. Satu - demi satu kaki berirama indah seakan telah sepakat diantara keduanya, dilangkah- langkah akhir menuju teras sekolah, Sasun memperlambatnya dan disapa mereka yang ada di depan mata "Selamat pagi semua...?", Ucap Sasun sambil pegang handpon di tangan kiri, dan di tangan kanan ada tas kecil tempat kosmetik. Seragam sekolah dikenakan dengan rapi namun telah mengalami pudar warna akibat dipakai sejak satu tahun silam. "Selamat pagi !" jawab mereka. Diantara kerumunan siswa itu ada Rahmat, teman baik Sasun, dia sering berbagi jawaban saat sedang menempuh ulangan bersama. selain cerdas, Rahmat juga murah hati, banyak teman menaruh simpatik berkawan dengannya. " Hai Rahmat..., bagaimana kabar..., terima kasih banyak lo..., pokoknya dirimu salah satu teman yang sulit aku lupakan", sambil Sasun jabat tangan se - erat kata hati yang terucap. "Bagaimana.... , mungkinkah kita bisa satu sekolah kembali...?", Tanya Sasun, Kata itu mengalir diantara bola mata penuh kaca kejujuran, rasa berhutang budi sulit dilupakan, dalam hati Sasun berdoa TUHAN..., SEMPATKAN HAMBA MEMBALAS KEBAIKAN KAWAN KU KELAK, SETELAH TIBA SAATNYA HARUS MELAKUKANNYA. " Kabar baik, seperti yang kau lihat saat ini, tapi aku khawatir kabar itu berubah saat kita tak satu kelas kembali...?" Jawab Rahmat Sambil saling memandang. "Mungkinkah aku bisa melupakan kamu?, setelah acara selesai sebaiknya ambil gambar bersama, sebagai lukisan bahwa kita pernah dan tetap saling baik diantara kita", Kata Rahmat kembali. Mereka jalan bersama menuju bangku teras kelas tempat biasa para murid bersantai , seakan sedang berlangsung kisah kemesraan berkawan untuk terakhir kalinya. " Sebenarnya kau adalah salah satu 'the best kawan saya' , tapi sepertinya harus tabah berjauhan, orang tua saya mengajak aku untuk sekolah di Malang, jadi tak ada pilihan lain kecuali ikut mereka," Rahmat menceritakan rencana sekolah dengan sedih, "Jika harus demikian tak apa, kan kita bisa saling bagi kabar lewat WA...," Jawab Sasun. " Eh, itu Yanti...!," Ucap Rahmat, sambil menunjuk ke arah langkah Yanti yang sedang berjalan menuju ruang kelas setelah keluar dari tempat parkir motor, " Halo semua...?!", Ucap Yanti, sambil merapat diantara keasikan obrolan Sasun dan Rahmat, Yanti jabat tangan keduanya, "HALO ULANG, kabar the best...pokoknya hebatlah kamu Yanti...!", Sasun memulai canda seperti biasa ketika mereka berkumpul. " Kok sang pelengkap hati kau belum tampak..., ?" Tanya Yanti, sambil mengarahkan pandang ke segala tempat . Sasun dan Rahmat pun ikut mengarahkan pandang ke arah yang sama. "Itulah yang membuat aku sedih, dirinya bilang harus pergi ke kampus untuk urusan daftar ulang yang tak bisa ditinggalkan" Jawab Sasun. "Kalau aku harus jujur terhadap kalian, sebenarnya ada satu hal yang membuatku lebih sedih, yaitu harus pisah dengan kawan-kawan ' best ku'...," tambahnya sedih. " Apa aku terlihat bahagia sekarang ini...?", Tanya Yanti,"Bahkan ijazah yang kita nantikan adalah sebuah tembok besar pemisah, namun harus difahami bahwa segalanya harus begitu, jika ku rasa tak ada beda antara berjumpa dan berpisah, yang membedakan hanyalah WAKTU , dan jika dirinya telah bicara siapa yang bisa membantahnya...?" Tambah Yanti.
Tak terasa waktu mendekat akhir sebuah penantian panjang. Jarum jam merujuk cepat pukul 7. 55 menit, semua siswa memasuki aula sekolah tempat berlangsungnya acara pembagian ijazah dan perpisahan. Satu-satu para peserta memasuki ruangan, untuk berjajar menempati kursi yang telah ada. Tak ada tempat khusus , biasanya mereka merapat duduk sesuai dengan keakraban selama berkawan. "Selamat pagi anak-anak ku tercinta..., hari ini bermula dari tiga tahun silam, saat kita baru mulai masuk sekolah, kala itu bangga dan bahagia, diterima dan mulai belajar. Kelas baru, buku baru, seragam baru dan satu lagi kawan baru, segala begitu indah, namun sekarang kita bisa simpulkan betapa waktu sangat singkat,bagaikan berjalan bersama dalam pendakian menuju sebuah bukit, dulu kesempatan bisa membuat kita bahagia, sekarang dia juga yang menjadikan kita sedih...".Potongan pidato kepala sekolah awali acara pembagian ijazah dan perpisahan. " ....akhirnya saya ucapkan selamat atas kesuksesan anda semua, Tuhan memberkati " Akhir pidato kepala sekolah. Tidak berselang lama setelah beberapa acara terlewati, pembagian ijazah tiba, satu-satu siswa dipanggil menurut abjad nama mereka. Segalanya terasa indah,tiga tahun waktu telah dibayar lunas saat itu, setelah ijazah di tangan mereka, tak sedikit hati menjadi hancur, orang-orang yang selama itu menjadi kawan curhat dan sandaran batin lenyap, bagai ditelan ombak. Satu- satu mulai meninggalkan sekolah dengan bayangan masuk sekolah SMU, dan beberapa diantara mereka enggan beranjak untuk tinggalkan sekolah seakan ada mahnet pengikat kuat, seandainya waktu boleh diulang mereka akan memutar ulang kembali, agar tak dipisahkan dengan mereka yang selama ini telah punya ruang di hati." Sasun, ayo kita pulang, kau bukan lagi penduduk sekolah ini, dan ijazah itu telah mengusirmu cepat...", Canda Yanti pada Sasun, " " Ayolah kita kemon," Canda Rahmat. "Aku tak punya kata, dan gerak pun telah dibunuh waktu, sedih tapi bukan karena yang lain , tapi kau berdua dan orang- orang di hati." Jawab Sasun. Disandarkan kepala Sasun saat duduk di kursi tunggu seakan tak ada otot penopang pada tubuh mungil itu, " Aku benci ijazah ini, jika mungkin ku robek habis agar kita tak dipisahkan" Tambah Sasun. "Bagaimana dengan sumbu hatimu itu, bukankah dia akan membuat mu bahagia...Tanya Yanti. " Dengan dia aku kian dekat, tapi dengan kau berdua...apa lagi Yanti jauh di Bogor, Rahmat ke Malang ikut kakek, dan aku....?", Jawab Sasun sedih, matanya jauh menerawang ke balik bumi, dan tak rela menerima kenyataan yang ada. " Jangan terlalu terbawa emosi, garis hidup memang begitu, dan kita jalani saja, toh kita masih bisa komunikasi lewat phonsel...". Yanti memeluknya erat, perlahan mulai kendor perasaan hati Sasun, ketiganya sepakat ucapkan perpisahan di warung bakso tempat biasa mereka makan, kemudian dengan berat hati, mereka berpisah walau penuh dengan air mata.