Perempuan Perempuan Pesantren

Tsamrotul Ayu Masruroh
Chapter #2

Banyak Warna


Dalam keseharian sebagai istri Mursyid, Abidah selalu mencoba membangun kesadaran bahwa Abdullah hanyalah titipan Gusti Allah yang tidak boleh ia miliki dan kuasai seorang diri. Abdullah mempunyai istri-istri lainnya, ia harus membagi cinta dan bertanggung jawab kepada beberapa istri dan buah hatinya yang lain. Abidah sebagai perempuan yang menjadi istri Abdullah harus menyadari posisinya, ia hanya sebagai seorang perempuan, ia tidak bisa seenaknya menuruti kehendak dirinya sendiri. Segala sesuatu yang menjadi kehendaknya harus dipikirkan secara matang dan berulang-ulang. Segala sesuatu yang harus diutamakan adalah kehendak suami, meskipun kadang segala sesuatu itu harus menyakiti hati sendiri dan membuatnya sedih.

Tak hanya merasa sedih ketika Abdullah membagi cinta dengan istri-istrinya yang sah. Abidah juga bersedih ketika ia juga mengetahui bahwa suami yang ia cintai juga dekat dengan para janda khalifah. Para janda dari laki-laki pendakwah yang membantu berbagai kerja Abdullah sebagai mursyid dan mengurus pesantren. Para janda ini dianggap sebagai para perempuan yang sudah berjihad, merelakan suaminya menghabiskan masa hidupnya sebagai sosok manusia yang sempurna, menjunjung tinggi perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, berbakti pada tanah air Indonesia dan juga taat pada Abdullah sebagai pemimpin tertinggi pesantren Cahaya Kebenaran dan Mursyid Tarekat Sufiyah.

Dengan segala alasan Abdullah sangat memuliakan dan turut bertanggung jawab atas hidup para janda khalifah. Bagi Abdullah seorang Mursyid harus punya rasa kasih sayang pada semua orang, terlebih kepada para perempuan dari keluarga orang-orang yang sudah totalitas berjuang di jalan Allah dan membantunya berjuang untuk membesarkan nama baik pesantren dan membantunya sebagai mursyid tarekat Sufiyah selama sepanjang hidupnya.

Setiap bulan, Abdullah mengadakan pertemuan dengan janda khalifah, pertemuan tersebut diurus oleh para istri-istri Abdullah dan juga para ajudan Abdullah yang setia. Mereka menyiapkan bingkisan sembako, makanan dan juga uang tunai untuk biaya hidup para janda Khalifah selama satu bulan. Pada pertemuan tersebut para janda khalifah diminta datang dengan pakaian yang seragam, bermuka bahagia, memakai wewangian karena akan menghadap Abdullah, seorang Mursyid yang dimuliakannya. Bagi Abdullah setiap orang harus berpenampilan menarik di mana pun berada, supaya indah dipandang, karena sesungguhnya Allah itu maha indah, suka akan keindahan. 

Melihat para janda khalifah yang berpenampilan menarik dan memakai harum wewangian, hal tersebut membuat Abdullah merasa senang bisa melihat para perempuan cantik berkumpul dalam sebuah acara yang diselenggarakannya. Abdullah pun berkata kepada janda khalifah dengan kalimat yang sudah ia hafal sejak lama, karena setiap bulan ia ucapkan “Wahai janda khalifah. Terima kasih sudah datang dan mendukung kerja-kerja suamimu. Sekarang suamimu sudah wafat. Saya berdoa supaya Allah, Tuhan semesta alam memberikan tempat terbaik untuk suamimu. Karena suamimu sudah wafat, maka segala sesuatu sekarang yang ada padamu adalah tanggung jawabku.”

“Terima kasih sang Mursyid, saya ucapkan beribu terima kasih, saya merasa sangat diperhatikan.” Jawab salah satu janda yang merasa dipedulikan oleh Abdullah, karena berbagai kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh Abdullah dan ia tidak perlu bersusah payah bekerja setelah suaminya sudah meninggal dunia.

“Terima kasih banyak, jika Sang Mursyid tidak mempedulikan kami, kami bingung apa yang harus kami lakukan, kami punya anak dan punya tanggung jawab kepada mereka, sementara suami kami sudah meninggalkan kami dan ia tidak akan pernah kembali.” Sahut janda khalifah lainnya yang merasa hidup terlunta-lunta setelah ditinggal mati suaminya dan tidak punya penghasilan cukup dalam sehari-harinya.

“Tak usah dikhawatirkan. Semua kehidupan janda khalifah itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Allah juga telah memberi saya rezeki dan ketenangan batin yang berlimpah. Jadi memang sudah pantas jika saya harus berbagi dengan para janda khalifah. Sebagai wujud syukur saya atas berbagai nikmat hidup yang sudah saya diterima.” ucap Abdullah.

Abdullah yang menganggap para janda khalifah ini sudah seperti layaknya istrinya sendiri, hanya saja ia tidak pernah melakukan akad nikah secara sah berdasarkan agama. Abdullah pun kadang meminta tolong sebagai imbal balik dari apa yang sudah diberikan oleh Abdullah, para janda khalifah juga rela untuk turut membantu berbagai aktifitas yang ada di pesantren, turut membantu apapun jika memang dibutuhkan oleh Abdullah maupun keluarganya, bahkan para janda khalifah seringkali menginap di rumah-rumah milik Abdullah. Karena hal itulah, ikatan janda khalifah dengan keluarga Abdullah sangat dekat. Kadang para istri Abdullah meminta untuk dibuatkan masakan, kadang janda khalifah diminta untuk membantu bekerja di rumah untuk mengurus anak atau juga sebagai pendamping istri Abdullah ketika bepergian.

Tak jarang Abdullah pada malam hari ia memanggil janda khalifah yang ia kehendaki, dan para janda itu pun datang dengan senang hati, karena dipanggil seorang Mursyid yang ia cintai, seoarang guru petunjuk ruhani, seseorang yang juga sangat dihormati oleh suaminya yang sudah meninggal dunia. Para janda khalifah yang wajahnya cantik dan tubuhnya berisi seringkali masuk ke dalam sebuah ruangan khusus, untuk datang kepada Abdullah secara langsung tanpa diketahui oleh banyak mata. Beberapa istri Abdullah pun kadang mengetahui hal tersebut dan Abdullah meminta kepada para istrinya untuk tidak mengangggunya. Karena ia akan memberi amalan khusus kepada siapa yang dikehendakinya.

Para istri Abdullah sering kali cemburu dan ingin marah dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah, namun ia tidak sanggup menerima konsekuensi jika Abdullah marah kepada istri-istrinya. Mereka tidak sanggup jika harus dihukum Abdullah atau bahkan diceraikan olehnya karena mereka tidak mempunyai harta yang berlimpah. Mereka menyadari sebagai istri mau tidak mau memang harus menurut pada suami. Para istri seringkali, diam tak banyak bicara, membiarkan kelakuan Abdullah menuruti semua hasratnya, tanpa kendali aturan agama yang mestinya harus ditaati seorang Mursyid. Para istri seringkali hanya mendengarkan secara diam-diam, menebak apa yang sebenarnya terjadi di sebuah ruangan itu dan tidak pernah menegurnya sama sekali.           

Pada suatu malam, Abidah sebagai seorang istripun ingin mencari tahu lebih jauh bagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bersama dengan para perempuan yang bukan istrinya. Pada malam itu ia mengetahui Abdullah sedang mengajak seorang perempuan bernama Siti, seorang perempuan yang ditiggal suaminya mati dua tahun yang lalu, sebagai seorang perempuan ia merasa hidup dalam perekonomian yang lemah karena tidak lagi mendapat nafkah dari suaminya, ia sejak lahir hidup dalam keluarga miskin. Sejak suaminya meninggal ia merasa hidupnya semakin susah, ia dulu memilih putus sekolah menengah pertama dan memilih menikah mudah supaya ia bisa memperbaiki nasibnya dan tidak menjadi beban keluarga. Namun ketika suaminya meninggal ia merasakan beban hidup yang semakin berat, sebuah nasib buruk yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Ia tidak pernah membayangkan jika suaminya akan mati di usia muda.

“Saya ingin memberikan ilmu khusus agar kamu bisa hidup sejahtera, ini adalah ilmu rahasia yang tidak boleh disampaikan kepada siapapun, karena ini sangat mudah untuk membuat orang salah paham, jika kamu bersedia, maka kamu wajib menjaga segala rahasia ini.” Ucap Abdullah kepada janda Khalifah yang masih muda bernama Siti. segala percakapan antara Abdullah dan Siti itupun didengarkan secara serius oleh Abidah dari luar ruangan secara langsung.

“Saya siap menerima dengan senang hati, segala yang sang Mursyid kehendaki, suami saya semasa hidupnya pernah berpesan bahwa tiada yang harus ditaati di dunia ini selain Allah dan Mursyid, Mursyid adalah orang yang akan menyelamatkan semua muridnya ketika di akhirat.” Ucap Siti.

“Sekarang kamu harus menanggalkan seluruh pakaianmu, buang semua pikiran burukmu kepadaku, aku akan memberimu ilmu, jika kau masih berprasangka buruk kepadaku, engkau tidak bisa menerima ilmu ini. Ilmu ini hanya bisa diterima oleh orang-orang yang yakin kepadaku saja.” Ucap Abdullah yang berusaha menepis berbagai rasa keraguan Siti.

Janda khalifahpun melepas seluruh pakaiannya, Abdullah pun meraba gumpalan daging yang ada pada dada perempuan tersebut dengan pelan, dalam aktivitas tersebut Abdullah berfikir bahwa para janda ini sudah lama ia tidak berhubungan seksual, karena suaminya sudah lama meninggal dunia, mereka tidak punya pasangan untuk bisa menyalurkan hasrat seksualnya. Abdullah yakin, setiap manusia dewasa itu semua mempunyai hasrat seksual sebagaimana hewan, hanya saja manusia seringkali menutupi hasratnya dengan berbagai tudung palsu dan bersikap malu-malu. Ia sebagai mursyid bisa melakukan berbagai hal yang ia mau.

dan berkata “Apa yang kamu rasakan?”

Lihat selengkapnya