Perempuan Perempuan Pesantren

Tsamrotul Ayu Masruroh
Chapter #6

Wajah yang Lain


    Amrullah memiliki wajah yang tampan, ia dianggap sebagai orang yang paham agama karena ia lahir dari sosok orang tua yang menjadi seorang Mursyid tarekat dan juga petinggi pesantren Cahaya Kebenaran. Sosok Amrullah terlihat sempurna tanpa kekurangan sebagai seorang laki-laki. Ia seperti sosok Fahri dalam film Ayat-Ayat Cinta. Tampan, baik hati, pintar, sabar, rajin beribadah dan taat dalam beragama. Banyak para santri perempuan yang mengagumi Amrullah dalam hatinya, karena Amrullah mempunyai bibit bobot bebet yang jelas dan punya banyak kontribusi di pesantren. Namun, mereka tidak berani menyampaikan apa yang sebenarnya mereka rasakan.

Sebagai seorang santri harus menjaga pandangan kepada lawan jenisnya. Terlebih kepada seorang yang menjadi anak seorang mursyid yang mereka hormati. Sifat tawadlu dan rendah hati para santri menyadari bahwa statusnya hanya santri yang sedang belajar, sangat tidak sopan dan tidak berakhlak jika jatuh cinta kepada seorang anak mursyid, baginya tak mungkin seorang biasa bisa menikah dengan orang yang punya status sosial yang tinggi. Para santri pun menasehati dirinya sendiri bahwa ia harus sadar diri dan sadar posisi, sebatas siapa dia di pesantren.

Sejak lahir Amrullah mendapat banyak pujian dan sanjungan dari banyak orang. Sewaktu besar, Amrullah mengetahui bahwa dirinya adalah sosok yang banyak diidolakan, terlebih santri putri. Hal itu membuat Amrullah merasa sejak lahir ia sudah jadi orang besar dan dihormati. Amrullah meyakini jika para santri akan tunduk dengan berbagai hal yang diperintahkannya, mereka mau mengabdikan diri secara sukarela kepadanya dengan kepercayaan yang tinggi. Mengetahui hal tersebut, Amrullah berkeinginan agar para santri ini turut ikut kontribusi dalam program-program pelayanan kesehatan yang akan dibuat olehnya. Para  santri perempuan diyakini Amrullah mempunyai tingkat kesabaran dan ketelatenan yang lebih dari pada laki-laki, sebagaimana kodrat perempuan menjadi seorang pelayan dan perawat yang baik. Baginya apa guna para santri perempuan berlama-lama di pesantren kalau ia tidak punya banyak pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman adalah modal utama agar para santri seusai mondok bisa bermanfaat dan berguna kepada masyarakat luas, terlebih program-program Amrullah adalah untuk kemaslahatan umat bersama. 

Amrullah pun melakukan perekrutan santri perempuan untuk program layanan kesehatan masyarakat, dalam perekrutan ini ia dibantu oleh ajudannya yang bernama Samsudin. Samsudin adalah santri yang dekat dengan Amrullah, sejak kecil mengabdi di rumah Abdullah, sebagai anak seorang biasa, ia mempunyai otak yang sangat cerdas, karena dia banyak membaca dan mencatat berbagai hal penting yang ia ketahui. Samsudin banyak membantu Amrullah karena dengan membantu Amrullah segala kebutuhan hidupnya akan tercukupi, ia tidak pernah bingung untuk mencari makan dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia merasa tinggal mengabdi di rumah Abdullah dan banyak membantu Amrullah membuat derajatnya terangkat karena ia bisa banyak bertemu dengan orang besar, bermartabat dan berpangkat. Ia juga seolah terlihat seperti orang hebat. Ia menyadari jika ia tidak berkumpul bersama Abdullah ia tidak akan menjadi siapa-siapa.

Amrullah dan Samsudin sudah seperti sahabat yang sangat dekat, mereka memiliki kedekatan dari pada dengan saudara-saudaranya Amrullah. Mereka lebih banyak bekerja berdua di mana pun mereka berada. Hanya saja status berbeda Amrullah sebagai anak mursyid, sementara Samsudin adalah ajudan yang membantu Amrullah. Dalam program perekrutan layanan kesehatan tersebut, syarat utamanya adalah harus siap sedia punya kontribusi yang besar dalam program-program untuk kemaslahatan umat. Karena itulah para anggota terpilih harus mempunyai ketulusan dan kesetiaan seratus persen kepada Amrullah.

Dalam seleksi pertamanya, Amrullah melihat sejauh mana kepercayaannya kepada Abdullah abahnya yang menjadi pemipin pesantren Cahaya Kebenaran. Jika tidak punya keyakinan yang kuat kepada dirinya dan abahnya, maka santri tersebut tidak akan lolos seleksi. Seleksi ini terjadi dengan sangat ketat, Amrullah mencatat hasil-hasil seleksi pada kertas putih kosong, jika terdapat titik tinta hitam di atas kertas putih tanpa garis, hal itu menunjukkan bahwa di situ ada keraguan, sel otaknya telah berfikir secara rasional, dan masih meragukan dirinya. Dalam seleksi ini para peserta tidak diwajibkan untuk pintar karena itu mereka tidak diperintah untuk membaca buku dan juga membaca pengetahuan-pengetahuan tentang kesehatan yang lebih luas dan mendalam.  Tugasnya para anggota hanya tunduk dan setia berjuangan bersama Amrullah secara totalitas dan ikhlas.

“Apakah kamu siap berjuang bersama saya?” Tanya Amrullah.

“iyaa, saya sangat siap”

Jawab semua siap berjuang dan mengabdi bersama Amrullah dan tidak ada satu santri pun berkata tidak mau ataupun menolak berjuang bersama Amrullah. Meskipun begitu, Amrullah tidak mudah percaya dengan ucapan seseorang. Ia memberikan kepercayaan kepada alat elektronik penguji kebohongan dan juga riset para ajudan yang setia menemani Amrullah sejak lama. Sebuah seleksi yang sangat sulit dan tidak semua orang bisa lulus dari seleksi tersebut. 

Setelah tes keyakinan dan kesetiaan, selanjutnya adalah seleksi fisik. Seleksi ini tidak kalah sulit. Seorang santri perempuan harus sehat secara fisiknya. Ia harus menjalani tes kesehatan dan tidak boleh menderita penyakit berbahaya, apalagi menular kepada lainnya. Pada tahap ini juga Amrullah menyeleksi lebih detail bagaimana bentuk tubuh, berapa tinggi dan berat badan perempuan tersebut. Para perempuan tersebut juga harus terlihat sempurna: berkulit putih mulus, mempunyai tubuh berisi dan dada yang menonjol, menggairahkan seksualitas laki-laki jika dipandang. Namun seleksi ini tidak banyak diketahui orang, apa yang sebenarnya yang menjadi kriteria kelulusan. Amrullah tidak membocorkan kriteria-kriteria ini pada siapapun. Termasuk kepada ajudannya, Samsudin. Amrullah seolah bertindak berdasarkan insting dan hasratnya sendiri, ia akan memilih siapa yang disukai dan siapa yang tidak ia sukai. Amrullah berkuasa atas segala rencananya. Tidak ada satu pun yang bisa menghalangi segala kemauannya.

Setelah Amrullah menyeleksi. Ia pun ingin mengadakan pertemuan dengan para santri perempuan yang lulus seleksi. Pertemuan pertama terjadi pada sebuah malam. Para santri terpilihpun pun hadir dalam pertemuan tersebut. Amrullah menjelaskan berbagai latar belakang proyeknya. Ia mengatakan bahwa program yang dibuat bukan suatu hal yang mudah, perlu perjuangan, perlu proses panjang dan tidak bisa dilakukan dengan sendirian. Namun Amrullah juga menyampaikan jika para santri tidak mau totalitas 100 persen berjuang bersamanya, maka sebaiknya segera mundur dari proses ini, bagi Amrullah semua harus dilakukan dengan totalitas, sepenuh jiwa raga dan tidak setengah-setengah. Mengetahui hal tersebut para santri yang lulus seleksi pun merasa bahwa dirinya adalah orang-orang pilihan yang nantinya akan melakukan berbagai tugas besar bersama putra sang Mursyid.

Para perempuan itu berkumpul di sebuah ruangan yang sama dengan Amrullah, tanpa sekat dan tanpa pembatas,. Para perempuan itu adalah Hasna, Amelia, Zahra, Nabila dan Anisa. Kelima perempuan itu memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap Amrullah dan Abdullah. Mereka semua adalah santri yang mondok di pesantren  Cahaya Kebenaran. Mereka sangat aktif di banyak kegiatan pesantren. Dalam sehari-hari ia tidak mempunyai banyak hasrat untuk masa depannya secara personal. Semua cita-citanya hanya untuk kemajuan pesantren Cahaya Kebenaran. Selain belajar mereka juga banyak membantu segala kerja-kerja pesantren yang bisa mereka kerjakan. Mereka adalah pengabdi yang sehari-hari membantu di pesantren. Mereka semua adalah santri dari kalangan keluarga miskin dan anak yatim. Mereka belajar di pesantren tanpa harus mengeluarkan biaya. Sebagai gantinya mereka mendabdi sebagai bentuk terima kasihnya. Dalam sehari-hari mereka hidup di asrama dengan biaya makan, minum dan tempat tinggal gratis.

Pesantren Cahaya Kebenaran sengaja membuat akses pendidikan gratis untuk fakir miskin dan anak yatim, supaya bisa membantu berkontribusi banyak orang miskin yang tidak mengakses fasilitas pendidikan karena biayanya yang mahal menjadi bisa mengakses. Bagi Abdullah pendidikan itu tidak penting, tapi maha penting. Abdullah di saat mendirikan pesantren merasa berbagai pendidikan di Indonesia ini mempunyai banyak masalah, hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa apa yang terajdi di Indonesia sumber masalahnya adalah dari aspek pendidikan, banyak orang yang menempu pendidikan tinggi, sebagai orang yang terdidik berpangkat tapi juga melakukan korupsi, bahkan ada menteri agama juga turut mengkorupsi dana haji dan percetakan Al-Quran, banyak orang berpendidikan tapi haynya untuk menguntungkan dirinya saja, karena itu Abdullah berinisiatif mendirikan lembaga pemndidikan khusus untuk warga pesantren . yang serius fokus mengurus pada persoalan hati, karena hati adalah sentral, jika hati seorang baik maka akan baik seluruh pikiran dan perbuatannya. Abdullah punya inisiatif untuk membangun lembaga pendidikan yang dikelola khusus olehnya. Dengan kurikulum khusus sehingga nantinya bisa menjadi sebuah gerakan organic yang bisa membawa perubahan di banyak aspek kehidupan.

Amrullah sebagai putra Abdullah juga mempunyai kesadaran yang tinggi dalam dunia pendidikan. Ia membuat layanan kesehatan juga bagian dari cara dia mendidik para santri untuk bisa lebih peka terhadap masyarakat.

 Pada satu malam, para santri menghabiskan waktu berkumpul sampai pagi tiba, sementara anak dan istrinya di rumah, Amrullah mengatakan hal ini bukan karena ia tidak cinta terhadap keluarganya, hanya saja ia harus melakukan suatu usaha untuk sebuah cita-cita yang mulia, cita-cita yang besar untuk Indonesia raya. Membantu memberikan akses kesehatan kepada orang yang miskin papa. butuh perjuangan yang totalitas. Belum ada sama sekali orang mempunyai proyek seperti Amrullah.

Mereka berkumpul untuk membahas tentang persiapan diresmikan program layanan kesehatan yang digagas oleh Amrullah, program layanan kesehatan tersebut diberi nama “Asy-Syifa” yang berarti kesembuhan. Pertemuan itu dilaksanakan setiap malam dari setelah isya sampai dini hari. Kadang dalam pertemuan tersebut tidak membahas tentang proyek layanan kesehatan yang serius, kadang Amrullah hanya sekedar mengajak ngobrol santai dan menceritakan pengalaman yang dimiliki sebagai anak Mursyid tarekat. Ia harus mendampingi abahnya ke banyak tempat ceramah, mengelola perusahaan dan mengurus pesantren. Ia merasa jadwalnya sangat padat dan kadang membuat fisiknya lemah. Namun ia harus melakukan semua itu dengan hati ikhlas dan ridha. Apa yang ia lakukan adalah untuk mengabdi kepada Allah, bangsa Indonesia dan juga sebagai wujud cinta kepada abahnya.

 Pada suatu pertemuan Amrullah mencoba menjelaskan bahwa ia mempunyai ilmu yang namanya metadata, sebuah ilmu khusus yang dia dapatkan dari abahnya setelah ia melakukan puasa selama 12 tahun secara berturut-turut tanpa henti dan mengamalkan wirid khusus dari abahnya. Ia mengatakan bahwa ilmu tersebut sangat berguna sekali untuk kehidupan sehari-hari. Dengan ilmu itu semua orang akan dapat memandang seorang yang memiliki ilmu tersebut sebagai orang yang bijaksana, bermartabat, bisa menyelamatkan seseorang dari segala bahaya dan kelebihan lainnya, ilmu tersebut dapat membuat orang yang mempunyai ilmu tersebut mempunyai mental yang kuat. Amrullah meyakinkan ilmu tersebut sangat berguna pada banyak manusia, terutama bagi para anggota tim pelayanan kesehatan yang akan menemui banyak pasien dengan berbagai latar belakang kondisi yang tidak terduga di daerah pedalaman. Amrullah pun berencana membagikan ilmu tersebut kepada para santrinya dengan proses yang lebih instan dan mudah. Para santri tidak perlu melakukan tirakat panjang dengan puasa belasan tahun ataupun mengamalkan wirid khusus selama bertahun-tahun. Kunci ilmu tersebut adalah percaya kepada Amrullah dan juga Abdullah. Sekali diragukan tidak akan masuk ilmu itu ke dalam hati dan fikiran para santri. Amrullah pun langsung menawarkan ilmu tersebut kepada santrinya.  

“Siapa disini yang mau saya beri ilmu metadata?” Tanya Amrullah.

“Saya mau.” Jawab para santri dengan serentak, tidak ada yang menolak sama sekali.

“Yang mau saya persilahkan untuk mempersiapkan diri menggembleng mentalnya, dan yang tidak mau juga tidak apa-apa, tetapi disini saya sangat menganjurkan untuk mempunyai ilmu metadata.” 

Semua santri pun menganggukkan kepalanya. Ia mengiyakan tanpa berfikir dan bersuara.

“Tapi syaratnya pertama itu harus yakin sama saya, karena ilmu tersebut gak bakal bisa nyambung kalau tidak meyakini siapa yang akan memberi ilmu, kuncinya hanya yakin, kalian tidak harus menjadi pintar ataupun membaca banyak buku.” Ucap Amrullah.

“Pertama saya akan menginterview satu-persatu, tujuannya adalah untuk menyetarakan fungsi otak kiri (hemisfer kiri) dan otak kanan (hemisfer kanan), hemisfer kanan dan kiri ini harus setara, harus bekerja secara bersamaan, terintegrasi dan kolaboratif secara langsung. Ini manfaatnya sangat luar biasa untuk meningkatkan kualitas hidup seorang manusia.” Amrullah melanjutkan lagi penjelasannya. Sementara para santri hanya diam mendengarkan.

Lihat selengkapnya