Perempuan Perempuan Pesantren

Tsamrotul Ayu Masruroh
Chapter #8

Ritual Menyucikan Diri


Hasna kembali menemui Amrullah pada malam hari. Ia datang dengan hati yang berantakan, badan kurang sehat dan sedikit ketakutan untuk bertemu dengan Amrullah. Ketakutan itu berasal dari kejadian yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Amrullah mengajak semua anggota untuk melakukan penyelewengan syariat, yang tak pernah dilakukan Hasna sebelumnya; minum wine, mengkonsumsi sebuah minuman yang memabukkan dan dapat menghilangkan akal. Beberapa  kawannya linglung dan tidak tersadarkan diri. Disisi lain, Hasna tak pernah melihat Zahra dan Amelia datang kembali ke kantor layanan kesehatan, sejak mereka berdua personal interview. Padahal sebelumnya mereka adalah orang yang paling semangat ingin berjuang menjadi tim kesehatan bersama Amrullah. Hasna merasa penuh kecurigaan, tapi ia mencoba untuk menepis semuanya.

Hasna harus interview pada malam itu, karena Hasna diminta Amrullah untuk interview tapi ia tidak mematuhi peraturan yang diberikan Amrullah, Hasna mencoba memasukkan smartphone sebagai alat perekam yang ia dimiliki kedalam saku baju, yang ditutupi dengan jaz hitam yang melekat ditubuhnya, ia membawa buku kecil yang merupakan buku yang dapat menyelamatkan diri dari segala hal, buku tersebut bernama Hifdhullah artinya penjagaan Allah, buku itu ditulis langsung oleh sang Mursyid dengan serius dan dipandu penuh oleh pengetahuan rohani Sang Mursyid. Siapa saja yang membawa buku itu, di mana pun ia berada akan mendapat penjagaan dari Allah, buku itu tak asing bagi para santri pesantren Cahaya Kebenaran dan buku itu selalu dibawah ketika berada di tempat yang angker atau suatu yang berbahaya. Hasna berfikir dalam diri Amrullah terdapat tanda-tanda yang berbahaya, banyak cerita mengerikan sampai kepadanya, yang menceritakan soal Amrullah telah melakukan kesewenang-wenangannya kepada banyak perempuan, Amrullah menggunakan kuasanya sebagai anak seorang Mursyid untuk melampiaskan hasrat seksualnya. Namun cerita itu tidak boleh diungkapkan kepada banyak orang. Hasna termasuk orang yang beruntung mengetahui hal tersebut.

Hasna berjalan menuju gedung Wali Songo, dengan banyak membaca doa keselamatan di dalam hatinya. Ia mengucapkan salam kepada Amrullah, ia mencium punggung telapak tangannya kemudian, ia dipersilahkan duduk. Amrullah pun memanggil nama Hasna.

“Hasna Sabila Rahmawati.” Ucap Amrullah memanggil nama lengkap Hasna yang jarang disebut oleh banyak orang. Hasna pun tersenyum dan mengangguk tanpa mengucapkan sebuah kata-kata. Ia berusaha menutupi rasa takutnya sebaik mungkin.

“Siapkah kamu menerima ilmu dariku?” Tanya Amrullah kepada Hasna.

“Jika ilmu tersebut adalah hal yang baik untuk saya, maka saya siap.” Ucap Hasna dengan wajah tertunduk.

“Bagaimana tanggapan orang tuamu jika setiap malam kamu bersamaku disini?” Pertanyaan Amrullah.

“Orang tua saya berkata demikian: Jika hal itu baik lanjutkanlah. Jika itu tidak baik untuk kamu maka baiknya kamu mengundurkan diri saja. Selebihnya saya tidak kuat melek malam terus-terusan” Ucap Hasna.

“Aku sudah tahu semuanya tentang kamu, aku tahu sifatmu seperti apa, sahabatmu siapa saja dan bagaimana keyakinanmu kepadaku saat ini, sekarang kamu kembalilah.” Ungkap Amrullah yang meminta Hasna untuk pergi.

“Nggih Gus.” Ucap Hasna. Ia berfikir bagaimana Amrullah bisa mengetahui banyak hal soal dirinya, padahal dirinya sendiri tak pernah menceritakan apapun secara langsung kepada Amrullah.

Amrullah yang menyuruh Hasna kembali dari kantor layanan kesehatan itu pun membuat Hasna pamit dengan mencium tangan Amrullah. Ia bergegas pergi meninggalkan gedung khusus itu. Rasa khawatir Hasna tentang personal interview perlahan hilang. Ia kembali bersama kawan kawan lainnya. Namun kecurigaan Hasna belum habis, kenapa kepada dirinya Amrullah sangat sedikit melontarkan pertanyaan dan waktunya sangat singkat, sedangkan tidak pada teman-temannya. Apa yang sebenarnya terjadi. Pikiran Hasna semakin tidak karuhan.

Malam semakin larut. Dingin semakin menusuk ke dalam kulit. Hasna dan kawan-kawannya memakai jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Ia dan kawan-kawannya menghabiskan malam dengan bersundau gurau bersama Amrullah. Amrullah menceritakan bahwa tahapan selanjutnya akan segera dimulai, agar segera bisa memiliki tingkatan yang lebih tinggi lagi. Semua harus menyegerakan untuk memiliki kain batik dengan motif sido mukti, sebuah motif batik yang terkenal dari Surakarta, motif tersebut popular di masyarakat Jawa biasa digunakan untuk upacara pernikahan. Sidomukti berasal dari dua kata, yakni sido yang berarti terlaksana dan Mukti yang berarti sejahtera, sering digaungkan siapa yang mengenakan kain sido mukti akan mencapai kesejahteraan hidup.

Semua anggota layanan kesehatan tidak mengerti bagaimana motif sidomukti, karena kain itu tidak begitu dikenal anak muda. Amrullah pun mengejek para anggota bahwa mereka sebagai anak muda telah banyak terpengaruh modernisasi, sehingga banyak yang tidak mengetahui berbagai hal penting yang ada dalam budayanya sendiri. Amrullah pun menyarankan untuk para anggota layanan kesehatan untuk iuran jadi satu membeli kain sido mukti, biar lebih hemat, nanti akan dibantu oleh ajudannya dalam pembeliannya. Kain tersebut seharga satu juta. Jika para santri tersebut tidak punya uang dengan nominal tersebut, Amrullah akan mencoba mencarikan uang untuk semua santri yang di sana. Amrullah mengingatkan tidak perlu ada kekhawatiran selama bersama dirinya, ia bersyukur Allah telah memberikan rezeki berlimpah kepadanya, semua usahanya lancer, segala urusannya banyak dimudahkan oleh Allah.

Lihat selengkapnya