Dampak tuduhan dari ceramah sang Mursyid tak hanya membuat Habibatullah hidup sengsara. Hasna, Amelia dan Zahra yang menjadi korban kekerasan seksual oleh Amrullah pun turut merasakan kesengsaraan yang luar biasa. Trauma mereka menjadi korban dan melihat berbagai retorika yang digunakan untuk menutupi berbagai kesalahan Amrullah membuat tiga anak itu semakin marah dan kesal. Tiga anak tersebut yang awalnya mengira sudah tidak dipermasalahkan lagi oleh pihak pesantren, mereka justru merasa semakin dimusuhi dan dipersekusi oleh banyak orang. Mereka merasa hidupnya semakin tidak tenang dan tidak aman. Mereka mendapat berbagai ancaman dari para jamaah. Tempat tinggal mereka diteror. Perasaan mereka menjadi benar-benar kacau. Mereka bertiga ingin mengakhiri berbagai kekerasan yang dialaminya. Mereka yang terbatas pengetahuan dan pengalaman pun ingin melaporkan ke polisi tapi mereka juga tidak tahu bagaimana cara mereka bisa lapor.
Hasna, Amelia dan Zahra tidak pernah tahu bagaimana cara mereka berhadapan dengan hukum. Sebab di pesantren ia tidak pernah diajarkan bagaimana seorang yang tindas itu bisa melawan ketidakadilan di kantor polisi. Dengan terbatas pengetahuan dan pengalaman. Mereka pun nekat mendatangi kantor polisi Polres Jombang dengan cara diam-diam, agar tidak diketahui oleh banyak orang, terlebih pihak pesantren Cahaya Kebenaran. Mereka pun menggunakan cadar dan pakaian serba hitam agar tidak diketahui identitasnya.
Sampai di depan kantor polisi, mereka ditanya penjaga akan melakukan apa mereka datang ke kantor polisi. Mereka pun menjawab akan melaporkan kasus kekerasan seksual dan mereka pun menanyakan di ruang manakah mereka harus melapor. Mereka berkata jujur, kalau sebelumnya belum pernah sama sekali datang ke kantor polisi. Mereka berharap polisi tersebut bisa membantu untuk menunjukkan jalan menuju ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk melaporkan kasusnya. Polisi penjaga gerbang pun mengantarkan tiga anak tersebut, ke ruangan Pengaduan Perempuan dan Anak (PPA) sebuah ruangan khusus untuk melaporkan berbagai kasus yang dialami oleh perempuan dan juga anak. Tiga anak itupun masuk kedalam ruangan yang berkaca hitam, ruangan tersebut sengaja di desain menggunakan kaca hitam supaya orang yang ada dalam ruangan tersebut tidak mudah diketahui identitasnya.
Tiga anak itu pun memulai obrolan dan bertanya-tanya dengan penyidik terkait cara melaporkan seseorang. Mereka pun tanpa basa-basi langsung menceritakan jika mereka mengalami berbagai tindakan kekerasan seksual dan berbagai tindak kekerasan lainnya yang dilakukan oleh Amrullah, seorang anak dari pengasuh pondok pesantren Cahaya Kebenaran, satu-satunya pondok besar yang ada di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. Mereka ingin Amrullah mendapatkan hukuman yang setimpal dan membuat Amrullah jera, supaya ia tidak mengulangi berbagai kesalahan yang sama pada korban yang berbeda-beda.
Mereka sudah mencoba mencari keadilan di internal pesantren Cahaya Kebenaran, tapi mereka justru mendapat berbagai tekanan, persekusi dan intimidasi yang mengerikan. Mereka tidak mendapatkan keadilan ketika melapor kepada Sang Mursyid. Sang Mursyid justru menutupi kasusnya bersama para ajudan maupun para pengurus pesantren lainnya. Tiga anak itu berkali-kali tidak berdaya saat melapor di hadapan para petinggi pesantren. Hingga hal yang paling parah tiga anak itupun diculik, disekap ditengah hutan dan hendak dibunuh menggunakan senjata api. Mereka diminta untuk membuat video bahwa segala apa yang terjadi pada mereka adalah rekayasa. Mereka dikatakan sebagai anak suruhan Habibatullah, seorang anak perempuan Sang Mursyid.
Berbagai kejadian kekerasan yang dilakukan oleh Amrullah telah direncanakan dengan cara yang cukup detail, ia mempunyai ruangan khusus untuk melakukan berbagai aksi bejatnya. Tidak ada satu orang pun di tempat kejadian perkara, jika Amrullah mengunakan ruangan tersebut. Ruangan tersebut steril dari banyak orang. Amrullah mempunyai ajudan khusus untuk melancarkan berbagai aksi jahatnya. Dan berbagai modus untuk bisa mendapatkan banyak korban itu sangat bermacam-macam. Mereka pun menyampaikan bahwa tidak ada pilihan lain untuk menuntut keadilan selain melaporkan kasusnya ke polisi, mereka berharap polisi bisa membantu menegakkan keadilan dan memberikan perlindungan pada mereka. Mereka yakin hanya polisi yang bisa menyelesaikan perkara ini.