Perempuan Perempuan Pesantren

Tsamrotul Ayu Masruroh
Chapter #17

Panggung Dusta


Melihat Amrullah yang sudah ditangkap polisi dan mendekam di lapas Medaeng, Surabaya. Pihak pesantren Cahaya Kebenaran pun menyiapkan 10 pengacara terbaik di negeri ini. Beberapa diantaranya adalah pengurus tinggi Partai kebangkitan Nasional (PKN), Partai Masyarakat Indonesia Perjuangan. Tak hanya mengerahkan pengacara yang berjumlah banyak dan populer, para petinggi pesantren Cahaya kebenaran juga menggalang solidaritas dari berbagai organisasi masyarakat yang merasa bahwa sosok putra sang Mursyid yang punya banyak kontribusi sosial besar kepada bangsa ini. Tak hanya itu, pihak pesantren juga mendatangi berbagai tokoh besar, yang mempunyai banyak pengikut untuk turut membuat statement bahwa Amrullah sebagai seorang anak mursyid sedang dikriminalisasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,

Orang-orang yang  percaya dengan narasi pihak pengurus pesantren Cahaya Kebenaran berkata bahwa orang-orang yang melaporkan Amrullah ini adalah orang yang akan merebut posisi Amrullah yang banyak mengurus pesantren, tak hanya itu mereka juga bertujuan untuk merebut berbagai usaha yang sedang dijalankan oleh Amrullah untuk berbagai kebutuhan pesantren. Beberapa tokoh besar mempercayai hal itu, sehingga mereka memberikan video-video dukungan kepada Amrullah.

Tak hanya berjuang melalui jalur hukum. Para pengurus pesantren juga menyerukan kepada berbagai jamaah dimanapun mereka berada untuk melakukan doa bersama untuk Amrullah, supaya ia bisa mendapatkan keadilan dan dijauhkan dari berbagai hal yang membahayakan. Jika suatu daerah tidak bisa melakukan doa bersama maka jamaah tersebut bisa melakukan doa di rumah mereka masing-masing. Doa tersebut bersifat wajib bagi semua jamaah pesantren Cahaya Kebenaran karena hal tersebut adalah imbauan langsung dari sang Mursyid, Abdullah.

Para pengurus pesantren juga mencetak kaos khusus untuk para jamaah yang sudah turut berjuang membela Amrullah. Sehingga para jamaah terlihat solid. Mereka seolah seperti kelompok yang sedang membelah orang yang tidak bersalah, mereka mengira sudah berjuang di jalan kebenaran padahl mereka sedang dalam keadaan tersesat jalan, seperti kerbau tanpa otak.

Tepat 2 minggu setelah penangkapan Amrullah. Persidangan pun dimulai, pihak pesantren Cahaya Kebenaran dikerahkan untuk mengawal persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Mereka turut datang berbondong-bondong untuk mengawal sidang. Pembacaan perkara pun dimulai. Amrullah yang menjadi terdakwa dalam pembacaan perkara telah dilaporkan beberapa santri. Saksi korban mencapai 40 orang. Sehingga sidang membutuhkan waktu yang panjang. Para simpatisan dan jamaah melakukan demonstrasi besar-besaran di depan pengadilan, mereka membentangkan poster, dan berteriak dengan mengunakan toa. Mereka mengatakan “Jangan kriminalisasi ulama” “jangan menghancurkan nama baik pesantren” “Wujudkan keadilan” “Amrullah tidak bersalah” mereka saling bersahutan satu sama lain. Para simpatisan semangat melakukan demonstrasi dari pagi hingga sore hari. Mereka tanpa lelah meskipun tak pernah mendapat imbalan rupiah. Bagi mereka menciptakan kebahagiaan di hati sang mursyid dan bisa turut membela Amrullah adalah sebuah hal yang sangat luar biasa.

Di dalam persidangan korban dicecar berbagai pertanyaan oleh pengacara yang banyak jumlahnya, mereka saling bersahutan satu sama lain, korban dituduh memberi keterangan tidak valid, tidak punya bukti yang jelas dan semua apa yang dinyatakan korban adalah rekayasa. Disela-sela memberi penjelasan berbagai kejadiannya korban menangis, sejenak berhenti dan kemudian ia menyampaikan pengetahuan dan berbagai pengalaman yang dialaminya. Satu dua kali hakim memberikan sebuah ketegasan bahwa hakim dan peserta sidang tidak mempunyai banyak waktu untuk mendengarkan orang menangis, jika korban terus menangis, hakim memberi saran lebih baik menunda sidang. Di saat tersebut korban langsung menarik nafas panjang, dan berusaha mengakhiri tangisan mereka, karena mereka tak ingin dianggap tidak serius. Mengetahui kondisi korban yang menangis. Pihak pengacara memanfaatkan momen tersebut untuk terus menekan kondisi psikoloagis korban.

Di sisi lain, pihak Amrullah menyiapkan berbagai saksi untuk menyangkal berbagai pengakuan Hasna, Amelia dan Zahra. Mereka membayar berbagai orang yang ada di pesantren untuk mau memberi keterangan palsu, supaya Amrullah bisa membuktikan bahwa tidak terbukti bersalah. Di satu sisi pihak Amrullah pun mendatangi dan mengintimidasi beberapa saksi korban untuk tidak memberikan keterangan yang sebenarnaya. Abidah dan Habibatullah pun mendapat undangan dari kejaksaan untuk turut memberikan kesaksian di Pengadilan bahwa tiga anak tersebut di tahun 2017 pernah datang ke rumahnya untuk meminta pertolongan terkait apa yang sedang mereka hadapi, Abidah dan Habibatullah yang mempertemu kan langsung tiga anak tersebut dengan Abdullah. Hingga semua di persekusi. Para satpam itupun tidak menyampaikan undangan tersebut kepada Abidah dan Habibatullah, justru undangan tersebut diberikan kepada Abdullah. Hal tersebut membuat Abidah dan Habibatullah tidak tahu bahwa mereka diundang di persidangan, sehingga mereka berdua tidak bisa memberikan pembelaan secara langsung di persidangan. Rumah Abidah juga dijaga ketat oleh banyak para jamaah jadi mereka berdua tidak bisa melakukan banyak hal untuk membela korban di pengadilan. Abidah dan Habibatullah hanya melihat berbagai berita di layar televisi.

Lihat selengkapnya