Lebih dari sebulan aku berdiam diri di rumah. Bahkan aku malu hanya untuk keluar kamar menyapa nenek. Betapa tidak, malam di mana kami semua ditangkap, kami harus menghubungi majikan masing-masing. Meski sebenarnya kami dinyatakan tak ada masalah. Polisi saat itu menjelaskan kepada nenek kalau sedang ada razia narkoba di club tempatku berada, dan aku pun terbukti tak memakai obat-obatan terlarang itu. Iyalah, tentu!
Meski nenek tak memarahiku, tetapi aku cukup peka dan sadar diri. Aku jadi lebih rajin bersih-bersih rumah, demi mendapatkan hati dan perhatiannya lagi.
Siang itu, kulihat berita di TV bahwa Covid-19 semakin merajalela, terlebih di bagian terdekat Wuhan, Cina. Sejenak aku berpikir, bukankah Hong Kong lebih dekat dengan Cina? Bahkan, di posisi ini tak ada satu pun dari keluargaku yang bertanya tentang keadaanku. Berulang kali aku bertanya pada diriku sendiri tentang siapa aku sebenarnya, tetapi berulang kali juga aku meyakinkan diri bahwa aku bisa berdiri tegak tanpa mereka. Akan tetapi, keyakinanku selalu terpatahkan saat aku rindu ibuku. Tak munafik, bahwa sejujurnya aku butuh sosok yang bisa mengerti aku seperti Ibu.
Sejak kejadian penggerebekan itu aku jadi jarang keluar rumah. Kulihat Niranda pun tak ada tanda-tanda mengajakku pergi keluar. Bahkan, David tak ada kabarnya sama sekali. Nomornya yang tak aktif memuncakkan kegelisahan tersendiri dalam diriku.
Meski hubungan kedekatan kami sangat singkat, tetapi aku benar-benar membawa perasaanku kepadanya. Dia baik, bahkan sangat perhatian. Bersamanya, aku merasa dihargai sebagai wanita. Tak peduli dari mana asalnya, dan bagaimana masa lalunya, aku bahkan sudah mempersiapkan diri untuk menerimanya dengan ikhlas.
Aku selalu meyakinkan diri bahwa David akan mencariku. Namun, lama aku menunggu, dia tetap tak ada kabar. Aku pun kembali mengulas kenangan di malam penggerebakan itu. Bukankah dia sedang berada di toilet club saat itu? Lalu, dia ke mana sekarang?
Memang pada saat itu, aku, Niranda, dan banyak orang yang tak kukenali itu dibawa masuk ke dalam mobil hitam besar. Di saat itu polisi tidak lagi marah-marah seperti di awal. Akan tetapi, kenapa kami masih dibawa juga? Namun, saat itu kami hanya menurut saja hingga masing-masing bos dari kami menjemput satu per satu.
Kudengar dari Niranda, ada beberapa temannya yang di-interminit, makanya aku lega kepada nenekku yang pada saat itu tak bereaksi berlebihan, kecuali menasehatiku seperti anaknya sendiri. Di saat seperti ini aku merasa bersyukur ditemukan oleh orang-orang baik. Tak lain dan tak bukan pasti itu semua berkat doa Ibu. Dan dia benar-benar menepati janjinya. Kepergiannya tentu setelah aku mendapatkan tempat yang enak. Ibu tak perlu khawatir lagi memikirkan persoalanku tentang pekerjaan.
Jika ditanya tentang kehidupanku yang kelihatan makmur setelah mendapatkan majikan seperti nenek, maka sering aku merenung bahwa Allah tengah mengujiku lewat jalur lain. Tanyakan pada Allah apa yang dia ambil dariku. Maka akan kujawab dengan lantang, “Keluarga dan cinta!” Meski begitu, aku selalu berdoa semoga Ibu tenang di sana.
***
Hong Kong, November 2021
Aku uring-uringan menunggu kabar dari David yang sampai berbulan-bulan tak ada kabar sama sekali. Ditambah kekesalanku dengan adanya Covid-19 yang tak kunjung membaik, membuatku semakin terpenjara. Soal keimananku mungkin tak perlu diragukan lagi, tetapi mengapa jika sudah menyangkut percintaan aku selalu menjadi bodoh.
Pantaskah aku mengumpat pada keadaan? Bukankah harusnya aku menyumpahi diri sendiri yang terlihat tak punya pendirian ini? Aku sempat meminta izin keluar, tetapi nenek tak mengizinkanku. Katanya karena virus di luar sangat berbahaya, padahal kutahu pasti dia takut aku akan pergi ke club lagi. Dalam pikiranku mungkinkah David sakit? Karena saat terakhir kali aku melihatnya di kamar mandi waktu itu, kulihat dia seolah sedang tak baik-baik saja.
Di masa-masa itu aku jadi tak keruan. Dunia seolah terbalik. Dulu aku yang terus mengurung diri di kamar dan tak mau diajak keluar. Sekarang ingin pergi keluar saja rasanya sulit. Aku benar-benar terpenjara.. Hingga suatu ketika Niranda kembali menghubungiku.
Niranda : Lu nggak apa-apa, ‘kan?
Aku membacanya dengan kening berkerut. Sampai sepersekian detik kemudian Niranda kembali membalas pesan dariku.
Niranda : Gue kena covid sialan! Gila badan gue nggak karuan banget rasanya.