Mau berulang kali menyangkal pun, pada akhirnya emang inilah takdir gue. Gue penasaran, apa yang Tuhan perlihatkan ke gue sebelum gue memutuskan mau dilahirkan ke dunia. Tapi, gue berharap, ini bukanlah pekerjaan terakhir sebelum gue bener-bener dipanggil Sang Pencipta.
Apakah kalian tau, bahwa pelacuran udah tercatat dalam sejarah? Bahkan, tak ada satu pun negara yang terbebas dari kepelacuran. Pekerjaan menjijikkan itu adalah pekerjaan tertua di muka bumi ini. Masa itu, kepelacuran disebabkan oleh keterbatasan pangan. Di zaman itu pula para tokoh ulama mengetahui hal itu, tapi nggak pernah ada niat buat menggerebeknya. Mereka justru sibuk membagi-bagikan makanan sampai mereka sendiri nggak makan.
Tapi, di zaman sekarang apakah kebutuhan pangan menjadi alasan utama kepelacuran? Jawaban gue enggak. Yang membuat gue terjerumus ke dunia prostitusi adalah masalah kebutuhan uang. Pangan dan kebutuhan materi itu nggak sama. Bahkan, sekarang di saat gue udah nggak mikirin uang, mau keluar aja dipersulit. Itulah bedanya dulu dan sekarang.
Mau berapa lama pun gue menyesali diri, itu nggak akan bisa membalikkan keadaan. Gue cuma tinggal menunggu bom waktu yang akan meledak. Meluluhlantakkan keserakahan manusia. Pantaskah seorang wanita penghibur seperti gue ngomong seperti ini?
Tapi, tiap hari gue menunggu bom waktu itu datang menghampiri. Sampai tau-tau waktu kian melaju. Kalender telah berganti yang baru. Gue selalu bertanya pada diri sendiri. Kapan gue bisa berhenti?
Notifikasi grup chat membuat pandangan gue yang pada saat itu mengganti kalender tahun 2017 ke 2018, jadi teralihkan. Gue mendengus kesal. Lagi-lagi gue diperebutkan laki-laki gila di grup chat yang menawarkan tidur sama gue. Padahal udah jelas foto gue tertulis no play.
Kalau udah begitu, maka anggota yang lain akan kepanasan. Apalagi Shera, Ratri dan gerombolannya. Seperti mustahil para penyewa wanita malam itu nggak birahi, sampai memesan gue yang notabenenya cuma menghibur, tanpa mau diajak tidur. Mereka heran, kenapa job gue yang bukan untuk melayani ranjang justru lebih banyak dicari.
Kata-kata seperti gue pakai susuk, pelet, dukun, dan semacamnya akan tersebar luas di kalangan barang dagangan Mr. Lim. Mereka aja yang nggak tau kalau penyewa jasa gue adalah mereka yang memiliki fetish aneh, dan beberapa penyimpangan seksual lainnya.
Lama-lama pelanggan gue juga makin banyak. Tiap Minggu ada aja yang booking gue. Pernah gue di-booking sama pasangan orang Hong Kong. Serius, mereka ini suami istri. Gilanya, gue disuruh melihat mereka lagi hubungan. Awalnya gue menolak, tapi mereka bersumpah nggak akan ngapa-ngapain gue. Katanya, mereka nggak bisa mencapai klimaks kalau nggak ada yang melihat adegan mereka. Itu adalah fetish tergila yang pernah gue tahu dan gue layani.
Gue juga pernah di-booking 2 pria bule di waktu yang bersamaan. Katanya, mereka nggak masalah jalan bareng sama gue. Kami makan dan belanja bersama. Sampai di saat kami menonton film di bioskop, gue melihat mereka ciuman. Gue syok banget, tapi memilih pura-pura nggak tau.
Nggak banyak orang yang tau kalau sebenarnya gue suka membaca buku. Wanita penghibur mana yang terlihat sok menjadi kutu buku? Di saat itu gue melihat buku yang membuat gue tertarik untuk membelinya. Judulnya Re: dan TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR! Setelah membaca kedua buku itu, gue merasa nggak sendiri. Bahkan, gue merasa lebih beruntung dari Re: di buku Re:, ataupun Nidah Kirani dalam buku TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR!
Di samping gue sibuk dengan kehidupan gue menjadi TKW di Hong Kong, satu-satunya penghibur sekaligus penyemangat gue cumalah Vita dan Wira. Selama gue di rumah majikan, gue puas-puasin bercengkrama bersama mereka. Tau-tau Wira udah bisa tengkurap. Sebagai orangtua keduanya, gue merasa terharu.
Semakin besar, Wira semakin terlihat tampan. Matanya yang bulat kian menyipit. Apakah bapaknya keturunan chinese? Pasti dia sangat tampan sampai membuat adek gue yang cerdas itu mendadak jadi tolol.
***
Tau-tau gue udah 3 tahun terjun ke dunia gila itu. Meski pelanggan gue lumayan, tapi gue nggak bisa terus-terusan begini. Gue mulai merasa kurang puas. Maka, waktu gue mengubek-ubek isi kontak di HP, gue menemukan nomornya Niken.
Dulu, Shera sempat ngasih nomornya ke gue. Tapi, 3 tahun kemudian gue baru kepikiran buat belajar bahasa Inggris. Sambil mengirim chat ke nomor Niken, gue harap-harap cemas, semoga nomornya masih aktif dan dia masih ada di Hong Kong. Setelah menunggu seharian, akhirnya Niken pun membalas pesan gue.
Niken Temen Shera : Oh iya, aku ingat. Kamu Niranda yang rambutnya pendek itu, ‘kan? Soalnya aku udah lupa, lama nggak ke tempat Ratri lagi. Gimana kabar mereka?
Niranda : Iya. Masih ngajar di kelas Bahasa Inggris apa udah pulang kampung, Kak?
Gue sengaja nggak menjawab pesan dia yang menanyakan kabar si kampret-kampret itu. Yang penting, tujuan gue buat belajar Bahasa Inggris. Biar gue nggak ketinggalan waktu Shera menggoda pelanggan bule gue. Kemampuan bahasa Inggris gue emang udah lumayan, tapi gue perlu mengasahnya biar lebih tajam dari mulut pedasnya mereka.
Niken Temen Shera : Haha, aku masih di sini. Kamu mau belajar Bahasa Inggris? Boleh-boleh sini aja.
Akhirnya, di bulan November 2018 gue mulai mendaftarkan diri gue mengikuti kelas itu. Waktu gue datang ke tempat yang dijanjikan Niken, gue kaget bukan kepalang. Bahkan, hampir-hampir gue nggak mengenali cewek cantik itu.
Gue menyapanya dengan gugup. Gimana enggak, penampilan dia udah kayak koko-koko Hong Kong. Berawal dari situlah gue melihat sisi lain dari Niken, yang berubah menjadi Tony. Waktu itu dia masih sering membawa Nisa, tapi lama-lama gue jarang lihat Nisa datang ke lapangan rumput tempat biasanya kelas diadakan.
Setiap Minggu pagi, gue pergi mengikuti kelas bahasa Inggris, lalu siangnya gue mendatangi tempat klien mem-booking gue. Begitu seterusnya sampai akhirnya, di awal tahun 2019 gue kenalan sama Linda yang saat itu dibawa sama Tony sebagai anak baru, sekaligus rentetan drama mereka yang akan membawa gue ketemu sama Yarista.
***
Hong Kong, Juni 2019
Gue inget banget, ada anak baru masuk di grup chat beberapa bulan lalu, yang terdaftar di no play kayak gue tau-tau ikutan mengirim pose bugilnya. Gue nggak tau kenapa dia mendadak berubah pikiran. Barang kali dia kepepet biaya atau hal semacamnya. Tapi, waktu itu gue beranikan diri buat chat dia.
Gue : Hai, gue Niranda. Kita di grup yang sama. Lu yakin ngirim pose bugil lu? Kok tiba-tiba lu begitu?
Lama gue tunggu sambil harap-harap cemas. Gue takut kalau ternyata dia dipihak Mucikari Jisin itu, lalu ikut memojokkan gue kayak mantan kelima temen gue itu. Tak berselang lama, HP gue bunyi.
Nomor tidak dikenal : Oh, kamu ya yang namanya Niranda?
Sejenak gue mengangkat alis waktu dia kaget dengan siapa yang mengirim chat ke dia. Emang kenapa kalau gue Niranda? Tapi, gue nggak ambil pusing. Mungkin aja berita yang mengatakan gue pakai susuk dan semacamnya itu udah terdengar sampai ke telinganya.
Nomor tidak dikenal : Namaku Kartika. Aku takut, aku bingung kenapa bisa masuk di grup ini. Tapi, aku sekarang lagi kacau.