Perempuan Rantau

Kikiiut
Chapter #21

Chapter #21 Sisi Lain Yarista

Gue pernah lihat 1 podcast dari youtuber ternama di Indonesia. Dari podcast itu gue tau 1 hal, kurang lebih isinya seperti ini, “Pelacuran itu adalah kakaknya pernikahan. Dan pernikahan itu adalah modifikasi dari pelacuran.” Sekarang gue paham kenapa pelacuran menjadi pekerjaan tertua di dunia setelah gue sendiri mengalaminya.

Gue capek banget, jauh di lubuk hati, gue bener-bener pengin berhenti. Tapi, yang jadi masalah gue nggak ngerti gimana caranya lepas dari bisnis haram ini. Kalau misal gue udah pulang dan nggak melanjutkan pekerjaan sampingan gue ini, apakah gue bener-bener udah bebas?

Gue mencoba cari-cari kontak seseorang di grup chat yang barang kali bisa membantu gue. Tapi, nihil. Nggak ada yang gue kenal kecuali Shera dan gengnya. Termasuk Kartika, tapi nggak mungkin banget gue tanya ke dia. Yang ada gue bakal dicecar sama pertanyaan yang gue sendiri juga lagi cari solusinya. Pusing!

Tapi, gue nggak nyerah. Gue coba cari sekali lagi. Barang kali mata gue nggak melihat ada seseorang yang mungkin nggak ngirim foto bugil kayak gue. Waktu gue lagi enak-enak scroll kontak, tau-tau di grup chat itu dihebohkan dengan dikeluarkannya Shera dan 3 anggota lainnya. Saat itu gue langsung menelisik berita bahwasannya, ternyata Shera dan yang lainnya termasuk kaburan. Mereka nggak punya identitas asli di HK.

Seketika gue terduduk di kasur dengan lemah. Bagaimanapun, mereka teman gue. Tawa bahagia kami dulu menggema mengusik sanubari. Entah apa yang tiba-tiba gue pikirkan saat itu, gue mendadak sedih. Mereka sebenarnya orang baik, gue tau mereka menjadi seperti ini karena keadaan serta lingkungan.

Gue melirik barang-barang gue yang tersimpan di lemari. Sebagian besar memang pemberian dari pelanggan, tapi gue masih menyimpan barang-barang dari mereka meski itu hasil dari uang haram. Belum lagi yang ada di koper. Meski gue menolak, mereka tetap memberikan barang yang mereka bilang sebagai kenang-kenangan. Kenangan sebagai pelacur? Pikiran gue jadi tambah banyak. Belum 1 masalah selesai, permasalahan lain tiba-tiba muncul.

Pantas aja Shera selalu keluar malam kalau pas mau pergi ke club saja. Siang hari mereka selalu ngendon di kosnya Ratri. Selain itu, gue juga penasaran dengan kehidupan mereka di rumah majikan. Seglamornya kita hidup di Hong Kong, kita nggak bisa melupakan tempat pertama kali yang membuat kita bisa sampai di sini. Di depan majikan, kita tetaplah babu. Maka, berpakaianlah sebagaimana mestinya. Tapi, mereka nggak mencerminkan bahwa pekerjaan utama mereka hanyalah menjadi asisten rumah tangga.

Bahkan, gue nggak pernah tau di mana Shera dan yang lainnya tinggal, atau minimal membicarakan mengenai majikan masing-masing saat mengobrol. Selama gue kenal mereka, mereka selalu berpakaian yang modis dan terlihat mentereng di antara yang lain. Barangnya selalu branded. Mereka seperti terobsesi menjadi nyonya besar.

Ternyata, bukan mereka yang nggak mengenali gue. Tapi, gue yang belum mengenal mereka lebih jauh. Gue yang kurang hati-hati dan teliti dalam memilih pertemanan. Andai kata, kehidupan gue dan Yarista dibalik, mungkin kalau gue adalah Yarista, gue nggak bakalan dengan bodohnya ikut terjerumus ke dunia panas ini. Penampilan luar hanyalah penipuan mata.

Di sisi lain, gue lega kehilangan Shera, itu artinya 1 beban hidup gue di sini akhirnya berkurang juga. Gue beranggapan Shera dan lainnya dideportasi dari Hong Kong, atau parahnya yang gue dengar, ada yang sampai dipenjara. Entah bagaimana nasib mereka sekarang, itulah balasan yang tepat. Dan gue, tinggal menunggu azab yang entah Tuhan akan rencanakan.

 

***

 

Setelah tau Shera nggak akan bisa ganggu hidup gue lagi, gue tetap nggak akan bisa lepas dengan mudah dari bisnis gila ini. Mucikari Jisin berpamit mau liburan ke China, tapi gue tetap nggak merasa bebas sama sekali. Karena gue pun tau akal busuknya kenapa memilih pergi di saat Shera–anak kesayangannya itu ditangkap. Kalau soal bisnis prostitusi sepertinya halal saja di negara bebas seperti ini. Tapi, menyembunyikan warga kaburan adalah jenis pelanggaran yang mungkin bisa saja mengancam dirinya sendiri.

Mucikari Jisin itu memang bangsat dan licik. Meski dia pergi berlibur, kami tetap berada dalam pengawasannya. Semua bisa diurus lewat gadget. Dengan adanya tekhnologi sekarang, terkadang gue merasa terbantu, tapi untuk masalah seperti ini gue merasa terkekang.

Maka, Sabtu itu gue hubungi Yarista. Gue ajak dia ke club, selain karena gue merasa iba ke dia yang seperti menutup diri sejak ibunya meninggal, sekaligus buat menjawab rasa penasaran gue. Apakah dia bisa kuat iman lagi kayak dulu waktu dia terjebak di lingkugan lesbian? Terdengar jahat dengan statement gue, tapi jujur gue iri sama dia.

Setelah gue nunggu jawaban dia dengan harap-harap cemas, akhirnya dia mau. Meski tujuan gue dianggap jahat, gue seperti punya tanggung jawab ke dia. Setiap ke club, gue selalu menempatkan dia di depan bar tender. Saat itu, David udah nggak keliling menyajikan minuman ke pelanggan. Maka, gue pun nitipin Yarista ke David tanpa menaruh rasa curiga sama sekali.

Lihat selengkapnya