Perempuan Tak Pernah Patah Hati

Daruz Armedian
Chapter #2

Apakah Air Mata Selalu Menjadi Lambang Kesedihan? (1)

Lelaki itu gelisah. Sedari tadi memandangi jam tangannya. Di sebuah kafe, ia menunggu seseorang dan sudah sepuluh menit berlalu yang ditunggunya tidak datang. Kadang ia membuang muka dari hadapannya: segelas jus jeruk kesukaannya dan segelas jus apel kesukaan seseorang yang ditunggunya. Ia menghadap jendela dan di balik jendela itu ia melihat kendaraan-kendaraan kian macet saja. Ia juga melihat awan makin menghitam dan barangkali sebentar lagi akan hujan. Ia kembali melihat jam yang detiknya terasa lebih lambat dari biasanya.

"Hai, sorry telat. Udah lama, ya?" Suara perempuan berambut pirang, bercelana jins, dan memakai kaos bergambar wajah John Lennon, muncul dari belakang sambil menepuk pundaknya dengan kedua tangan yang membuat ia terperanjat. Secara otomatis, ia menoleh, matanya ganti menatap perempuan itu.

"Kirain kamu nggak ke sini."

“Sorry. Jalan macet." Perempuan itu nyengir sambil duduk di kursi. Jakarta memang lebih sering macet ketimbang lengang.

"Aku nggak bisa jemput kamu, soalnya..." pembicaraan terpotong.

"Sayang aku nggak apa-apa, kok. Yang penting aku datang, kan?" Kata perempuan itu sambil menaruh pantatnya di kursi. 

Rafa tersenyum sambil menyodorkan segelas jus apel. Ia tahu, pacarnya itu, kalau datang di kafe ini pasti akan memesan jus apel. Maka, seperti biasa pula ia akan memesan terlebih dahulu. Agar tidak perlu ia memesan lagi.

Rafa memandangi wajah pacarnya. Perempuan itu, Rafa suka memanggilnya Sayang meski nama aslinya Bela. Hari ini ia terlihat lebih cantik dari hari sebelumnya. 

Bela meminum jus bersamaan saat Rafa meminum jus.

"Sebenarnya ada apaan, sih? Serius amat." Tanya Bela setelah gelas berisi jus ia taruh di meja. Tangannya membenarkan rambut yang sebenarnya sudah tertata rapi. Tapi memang benar, tidak seperti biasanya keadaan seformal ini. Rafa menyuruhnya minum jus, padahal tidak seperti itu. Bela bilang ‘sorry telat’, padahal biasanya tidak seperti itu.

Rafa tertawa, "Nggak serius-serius amat, kok." Ia menelan ludah, atau sebenarnya menelan sisa-sisa jus di mulutnya.

Lihat selengkapnya