Ingatanku mendadak berlayar. Kembali ke masa—dua tahun ke belakang.
Aku sampai di sebuah rumah yang lebih besar daripada kontrakanku. Sama sekali tidak menyadari rumah siapa itu, hingga seorang lelaki membawaku masuk. Dia adalah Cakra, polisi muda yang dengan sembrono memilihku untuk menjadi partner kerjanya.
"Ini tempat tinggalku. Kebetulan ada kamar kosong, jadi kamu boleh menempatinya untuk sementara waktu. Beristirahatlah di sini sampai aku kembali. Anggap saja rumah sendiri. Ada makanan di dalam kulkas kalau-kalau kamu lapar," jelasnya dengan cepat. Cakra tampak mengkhawatirkanku, tapi dia harus kembali mengurusi kasus yang terjadi di tempat tinggalku sendiri.
Sejak Cakra pergi, aku masih terdiam seribu bahasa. Hanya bisa terduduk di atas sofa sambil menatap meja dengan tatapan kosong. Untuk beberapa saat aku benar-benar tidak mengerti, apa lelaki memang makhluk yang begitu tidak peka. Hingga tidak sadar kalau orang yang sedang dia buru—sudah lama berada di sampingnya?
'Trek' suara kenop pintu yang dibuka terdengar nyaring. Cakra baru saja kembali dari tugasnya. Membangunkanku yang entah sejak kapan tertidur di atas sofa.
"Kau baik-baik saja?" kata-kata pertama yang kudengar. Setelah melihat anggukanku, lelaki itu kembali ke ruang depan. Aku yang sedikit bingung lekas berjalan untuk melihat apa yang Cakra lakukan di sana.
"Ada apa?" tanyaku sembari mengintip ke arah pintu depan. Kulihat punggung Cakra yang semakin mendekat. Entah kenapa dia masuk sembari berjalan mundur.
"Tidak apa-apa. Kamu istirahat saja," ucapnya.
Aku jadi tambah penasaran. Setelah diperhatikan, kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa dia tengah menarik koper besar yang mirip sekali dengan milikku. Bukan, benda itu memang benar-benar milikku. Juga semua barang yang kini sedang diangkut oleh beberapa petugas.
"Bukankah itu semua barang-barangku?"
"Iya, benar. Maaf aku tidak sempat menghubungimu. Tapi, tadi aku sempat berbicara dengan pemilik kontrakan. Setelah menceritakan apa yang terjadi, dia tampaknya merasa terganggu jika kamu tetap ada di sana. Jadi... dia berkata akan lebih baik jika kamu pindah."
"Dia mengusirku?"
Tampaknya Cakra terlalu baik untuk bisa mengatakan kenyataan yang terjadi. Tapi tidak masalah, karena pemilik kontrakan itu memang sudah lama kesal padaku yang selalu terlambat membayar uang sewa. Kali ini waktunya sangat pas untuk mengusirku dari tempat yang memang tidak ingin kudatangi lagi.
Aku terduduk lemas di atas lantai. Bersandar pada tembok yang terasa dingin menyentuh kulit. Sementara Cakra masih terdiam di depan pintu. Sesaat dia menggaruk-garuk kepala. "Aku tidak keberatan membagi kamarku denganmu," katanya.
"Hah?" sahutku memastikan apa yang baru saja kudengar. Tampaknya Cakra salah bicara.
"Ah! Bukan seperti yang kamu pikirkan! Maksudnya kamu boleh menempati kamar kosong di rumah ini..."
Aku terdiam kala Cakra masih terlihat salah tingkah. Meski begitu, dia tetap berhasil membuatku tidak tahan untuk tidak tertawa. "Duh, bisa-bisanya aku tertawa di saat seperti ini." Kuseka air mata yang menggenang di sudut mata. "Tapi, makasih ya."