Perempuan Tanpa Nama

Daras Resviandira
Chapter #8

Chapter tujuh

"Aku belum mendapatkan apa pun. Tapi aku janji akan menemukan buktinya dan mengeluarkanmu dari sini, Rei."

"Sudahlah, tidak perlu memaksakan diri."

"Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkan sesuatu berakhir seperti ini."

"Apa lagi yang mau kamu cari? Kamu seperti mengejar bayangan di tengah cahaya. Tidak akan ada!"

"Usahaku hanya belum cukup."

"Sudah cukup kamu berjuang untuk orang lain. Apa pun yang akan terjadi padaku nanti, tidak akan membawakan pengaruh apa pun padamu."

"Ada. Ada pengaruhnya untukku."

"Kenapa?"

"Karena..."

"Gue bilang gak tahu!" teriakan Raka terdengar hingga ke dalam kamar Rei. Dia yang sedang tertidur pulas, harus terbangun dengan sedikit terkejut. Agak kesal rasanya karena hal tersebut berhasil membuat perasaannya langsung menjadi kacau.

"Ahh... si brengsek itu berisik aja bisanya!" gerutu Rei sambil menutupi kepalanya dengan bantal.

"Kamu itu selalu saja gegabah!"

"Lho, bukan salah gue. Kita aja gak tahu kalau ternyata penjaganya sebanyak itu."

"Sebelumnya kan sudah kubilang untuk pastikan dulu sebelum bertindak."

"Ya udah, mau gimana lagi?"

"Kalau saja kamu lebih hati-hati, seharusnya Setra tidak perlu terluka seperti ini!"

Hampir Rei kembali tertidur kalau saja tidak mendengar apa yang sedang orang-orang di luar ributkan. Tubuhnya bergerak spontan saat mendengar nama Setra disebut. Tampaknya keadaan sedang tidak baik-baik saja.

Masih dengan stelan tidurnya, Rei keluar dari kamar. Berlari ke arah sumber suara secepat kilat. Dia melihat beberapa orang berkerumun, dengan Setra yang tergeletak di tengahnya.

Rei lekas mendekat ke arah lelaki yang tengah meringis kesakitan sembari memegangi dada. Darah merah sudah membasahi bajunya.

"Ada apa ini?"

"Dia tertembak," jawab Shan. Dia yang sedari tadi sibuk menangani Setra—yang terbaring di atas lantai. Berusaha fokus di tengah bisingnya orang-orang yang tidak henti bertengkar.

"Bagaimana bisa?"

Ini pertama kalinya Rei melihat Setra terluka separah itu. Sebelumnya, lelaki tersebut selalu waspada setiap melakukan apa pun. Selalu menghindari sesuatu yang dia pikir akan jadi sangat berbahaya.

"Kamu tanyakan saja pada dia!" jawab Rhea ketus. Sedari tadi, dia tidak berhenti beradu mulut dengan Raka. Biasanya mereka akrab, dan sangat kompak jika dalam urusan memancing emosi Rei. Tapi, kelihatannya Raka lah yang menyebabkan Setra terluka, dan hal tersebut membuat Rhea marah besar.

"Cih, siapa yang suruh dia lompat ke depan gue? Padahal gue bisa ngehindar sendiri," sahut si lelaki kurus. Dalam arti lain, Setra sudah menyelamatkan nyawa Raka. Tapi Raka terlalu gengsi untuk mengakuinya.

Rei ingin sekali meninju muka Raka sekeras-kerasnya hingga semua giginya rontok. Tapi di satu sisi, sedang tidak ingin memperpanjang masalah. Saat ini yang dia pikirkan hanyalah segera mencari cara untuk mengobati luka Setra. Tapi dia tidak pernah menangani hal seperti itu sebelumnya.

Untung saja ada Shan di sana. Lelaki yang bahkan tidak terlihat panik itu tetap diam sembari tangannya cekatan menangani sang pasien. "Pelurunya masih tertanam di dalam. Kita harus mengeluarkannya," ujarnya.

"Kenapa gak langsung ke rumah sakit?"

"Gak usah," sahut Setra sembari menahan sakit. Matanya menyipit sembari memegangi dada. "Biar Shan yang urus."

"Apa tidak akan infeksi?" Rhea tidak kalah khawatirnya dengan Reina. Justru terlihat lebih panik. "Mau aku panggilkan dokter pribadi keluargaku?"

"Tidak, tidak perlu," jawab Setra lagi.

"Tunggu. Aku ambil peralatan."

Shan berjalan menuju ruangannya dan kembali dengan beberapa barang. Sebuah pinset, benang, dan jarum yang lebih mirip seperti kail pancing. Rasanya dia sudah siap sekali untuk menghadapi situasi seperti ini. Semua barang itu justru mengalihkan perhatian Rei dari si korban yang masih meringis. "Peralatanmu lengkap sekali."

"Kamu mengharapkan aku mengoleksi apa jika hidup di dunia seperti ini? Alat pancing?"

"Tapi... kamu benar-benar bisa melakukannya, kan?"

Lihat selengkapnya