Perempuan, Tragedi, dan Air Mata

Astuti Parengkuh
Chapter #8

Keluargaku, Pelindungku

Keluarga bagiku adalah sistem dukungan yang paling penting. Keluarga adalah elemen yang paling dekat denganku saat ini saat aku mengalami penderitaan. Jelas aku merasa lelah dengan segala hal penderitaan yang aku alami, rasa kesakitan luka bakar yang tiada mereda malah semakin menyiksa. Sungguh, keluarga adalah tempat berlabuh yang paling menenangkan ketika aku bingung untuk menentukan arah dan tujuan.

 Kalian pikirkan apa jadinya aku ketika aku “dibuang” begitu saja oleh Rio, jika tidak ada dukungan yang kuat dari keluarga. Dibuang layaknya barang atau benda tak berguna sama sekali. Aku diperlakukan seperti sampah, bahkan mungkin lebih dari itu yakni penyakit atau suatu yang menjijikkan bagi dia. Namun, mendapati diriku yang masih bisa menghirup oksigen dan masih memiliki respon yang baik dengan berfungsinya semua indera dari penglihatan, pendengaran, pengecapan serta perabaan dari kulitku, kecuali di lebih dari 80% tubuhku yang terbakar. Aku sangat bersyukur karena Tuhan masih memberiku kesadaran penuh. 

 Keluargaku adalah tempat bersandar paling nyaman yang aku temukan, tidak peduli seberat apa yang aku lalui. Aku bisa bersandar dan percaya mereka selalu ada di sampingku. Aku tak perlu merasa ragu untuk beristirahat sejenak kapan pun aku butuh tempat untuk bersandar. 

 Keluarga adalah tempat pertama yang aku tuju. Aku mempercayakan bahuku yang lelah dengan bersandar pada keluarga. Tapi saat ini bahuku masih sakit akibat luka bakar. Meski sejatinya sebagai manusia aku terbiasa mendapatkan kekecewaan dan kesedihan, sering tersakiti dan mengalami banyak kegagalan. 

 Dengan leluasa aku tidak takut untuk bercerita kepada keluarga karena keluarga adalah motivator terbaik yang aku temukan. Mereka tidak hanya menghibur namun juga memberikan solusi atas masalah yang aku miliki.

 Tidak hanya menghibur namun memberikan solusi atas masalah yang kamu miliki, keluarga akan mendorong kamu untuk bangkit dan keluar dari kesedihan maupun kekecewaan. 

 Keluarga selalu menerima bagaimanapun kondisi yang kualami. Bila aku datang untuk berkeluh kesah, maka aku akan didengarkan. Bila aku memiliki masalah, maka akan diberikan solusi. Bagaimanapun keadaanku saat ini, keluarga selalu menerima dan mendukungku untuk menjadi lebih baik lagi, karena mereka tempat belajarku yang pertama. 

 Begitu pun, ketika menyadari bahwa anakku satu-satunya tidak hidup dan tinggal bersama keluargaku, yang tentu sangat membuat hatiku patah. Bahkan patah hatiku sampai berkeping-keping hingga lebur dan terus menancap dalam buluh-buluh rindu. Aku yakin bahwa hatiku sangat terluka dan akan membutuhkan penerimaan yang membutuhkan kesabaran luar biasa. 

 Di sini juga letak bagaimana dukungan keluargaku sangat berperan. Rasa sakit hati yang kurasakan pastinya juga dirasakan oleh mereka. Aku tahu anakku adalah keponakan tercinta kakak-kakakku. Anakku pastinya cucu kesayangan kedua orangtuaku. Tante manasih yang tidak bisa menyentuh keponakannya, turut mengasuhnya serta memberikan kasih sayang terbaik. Kakek dan nenek mana sih yang rela berjauhan dari cucu kesayangan, cucu yang dilahirkan dari anak perempuan yang disayanginya. Meski kehidupan ekonomi keluarga kami sangat sederhana namun masing-masing dari kami kaya akan kasih sayang. Keadaan kesedihan ini menjadikanku merana namun aku harus tetap sadar bahwa kesedihan seberat apa pun harus aku sangga, harus keluargaku hadapi juga.

 Keluarga bagiku adalah tempat menuntun untuk mengambil keputusan, dari keputusan kecil hingga besar, dari keputusan yang menyakitkan hingga sangat menyakitkan. Di saat aku ragu untuk menentukan sikap, keluarga akan menguatkanku untuk menentukan pilihan. Tentu dengan cara berdiskusi terlebih dahulu setelah aku mendapatkan berbagai sudut pandang yang mungkin sebelumnya belum pernah kulihat. Keluargaku akan membantu memutuskan mana yang terbaik bagiku dan mempertimbangkan segala saran dan pendapat yang telah diberikan untukku. 

 Itu terbukti hingga suatu hari ada kejadian. Salah seorang kakakku berkata kepadaku bahwa ia baru saja datang dari kantor Yayasan. Kakakku menceritakan bagaimana yayasan ini bekerja demi kemanusiaan dan bukan lembaga profit jadi tidak mencari keuntungan. Ia menawarkanku jika aku setuju maka keadaanku yang penuh kesakitan ini akan didampingi terlebih terkait masalah dengan Rio, suamiku.

 Keinginan kakakku langsung mendapat persetujuan dari seluruh keluarga bahwa mulai saat ini aku mendapat pendampingan dari Yayasan. Tak hanya itu, Yayasan kemudian juga melakukan koordinasi dengan lembaga lain dan dinas milik pemerintah seperti PMI, Pos Terpadu Pelayanan Perempuan dan Anak, kelurahan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

 Terus terang ini sesuatu yang baru bagiku, bersentuhan dengan beberapa lembaga. Aku sungguh tidak mampu berpikir bagaimana caraku menghadapi orang-orang itu. Sedangkan keadaanku masih demikian parahnya. Aku masih trauma jika harus berurusan dengan rumah sakit. Sungguh. Penderitaan yang aku alami saat harus berobat di dua kota, kota perantauan kemudian dirujuk ke ibu kota, masih menyisakan luka hati mendalam. Tapi luka-luka bakar dalam tubuhku pasti akan dilihat oleh mereka yang rencananya akan mengunjungiku. Aku takut. Sungguh takut dilihat orang. 

Lihat selengkapnya