Perempuan, Tragedi, dan Air Mata

Astuti Parengkuh
Chapter #9

Masa-Masa Sidang yang Panjang, Ribuan Penantian

Suatu hari, di saat aku masih merasakan kesakitan yang luar biasa, suamiku mengajukan cerai. Proses hukum yang aku jalani setelah suamiku mengajukan cerai adalah upaya pendamping hukumku untuk mencarikan saksi bagi persidangan di Pengadilan Agama.

 Para pendamping melakukan briefing terlebih dahulu selanjutnya terhadap tiga orang saksi yakni ayahku, kakak ipar dan seorang tetangga. Briefing tersebut untuk persiapan sidang di 9 Juni. 

 Saksi disiapkan untuk membuktikan dalil yang diajukan dalam jawaban dan juga untuk mengkonter jawaban dari suamiku yang mengajukan cerai. Mengapa ayahku diajukan sebagai saksi? Sebab kenal dengan termohon dan pemohon. Ayah juga melihat setelah menikah, kami tinggal di mana. Dan kapan aku pulang ke rumah (asalku) dari perantauan. Ayahku pula yang tahu aku diantar atau pulang sendiri serta tahu kondisiku saat pulang. 

 Ayah juga tahu kalau aku tidak pernah dijenguknya. Jangankan berpikir tentang biaya hidupku, soal biaya pengobatan saja sama sekali tidak. Dan bagaimana tanggapan keluarga suamiku ketika keluarga kami datang ke rumahnya. Ayahku yang tahu bagaimana suamiku sebagai pemohon melepaskan tanggung-jawabnya.

 Lalu mengapa kakak iparku? Sebab ia kenal dengan suamiku dan hubungan kami bagaimana, setelah menikah tinggal di mana. Sama seperti Ayah, kesaksian kakak iparku hampir sama poin-poinnya dengannya. 

 Kakak iparku yang tahu bagaimana upaya Rio, suamiku, lepas dari tanggung jawab yang seharusnya ia emban yang kemudian ia lepaskan. Pun dengan seorang tetanggaku yang menjadi saksi dalam persidangan nanti. Ia juga kenal dengan karakter suamiku dan mengenalku dengan baik. Asih (bukan nama sebenarnya) adalah tetangga yang tahu betul bagaimana kondisiku ketika aku pulang kampung dalam keadaan sangat terluka. Asih juga tahu dengan pasti bahwa suamiku tidak pernah sekalipun menjengukku. 

 Hal-hal perlu dipersiapkan untuk menghadapi persidangan sembilan Juni nanti.Termasuk bagaimana tim pendamping hukumku melobi Rumah Sakit Jiwa Daerah sehingga mereka para ahli di bidangnya, psikolog dan psikiater dapat melakukan pendampingan psikologi.

 Apa yang dilakukan pendamping hukum kepada para ahli di Rumah Sakit Jiwa Daerah tersebut adalah mengawali dengan memberikan update proses hukum di pengadilan agama yang sudah sampai pada tahap pemeriksaan saksi. Selain itu tim pendamping menyampaikan bahwa pada saat pendampingan ke rumahku, para pendamping hukumku tersebut menyatakan siap untuk datang secara langsung ke dalam persidangan.

 Namun demikian tim pendamping khawatir bahwa keberanian tersebut hanya muncul sesaat karena emosi semata, sehingga harapannya pada saat persidangan aku dapat didampingi oleh psikolog. Hal itu dirasa perlu agar ketika terjadi sesuatu hal di dalam persidangan hal tersebut dapat langsung tertangani. Aku benar-benar merasa diperhatikan. 

 Merespon hal tersebut, menurut pendamping hukumku, tim psikolog dari Rumah Sakit Jiwa Daerah menyanggupi dan sebelumnya juga akan dilakukan pendampingan terlebih dahulu agar aku siap dan rileks untuk menjalani persidangan nanti.

 9 Juni 2021. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Inilah sidang pertama di pengadilan agama yang kuhadiri. Pada hari yang aku tunggu karena inilah pertama kali aku juga mampu menampakkan wajahku di hadapan aparat penegak hukum. Hal yang tidak mudah sebab ini adalah pengalaman pertama bagiku. 

 Dari pihakku, kuajukan tiga saksi, yakni Ayah, Kakak ipar dan seorang tetangga baik, Asih. Dan pada agenda kali ini adalah kesaksian dari pihak termohon alias pihakku.

 Ayahku yang beragam Islam di dalam kesaksiannya bersumpah menerangkan bahwa ia mengenal pemohon alias suamiku. Ayah sebagai saksi juga mengatakan ia mengetahui bahwa antara suamiku setelah menikah tinggal di luar kota kurang lebih satu tahun, kemudian setelah itu ia tinggal bersama orangtuanya. Setelah tinggal satu tahun di sana, suamiku dan aku tentunya, kos di kota asalku beberapa waktu kemudian ia pergi merantau kembali ke luar kota. Ayah juga bersaksi bahwa di dalam pernikahan kami tersebut kami memiliki seorang anak laki-laki. Dan anak laki-laki kami tinggal bersama mertuaku. Ayahku juga mengetahui bahwa bahwa sekitar tahun 2016 aku sakit dan dirawat di rumah sakit kota rantau hingga pernah dirawat lagi di tiga rumah sakit di Jakarta. Ayah juga mengetahui bahwa aku diantar pulang oleh suamiku ke rumah Ayah dalam keadaan sangat sakit dengan luka bakar dan tubuh yang dibalut nyaris seperti mumi.

 Ayah juga menyatakan bahwa saat dipulangkan, aku tidak diantar ke dalam rumah, namun mobil hanya dihentikan di jalan dekat rumah. Dan ketika mengantar ke rumah pun hanya sebentar karena hendak pamit membayar taksi namun ia tak pernah kembali. Rio tak pernah menyerahkan aku kepada Ayah. 

 Ayahku bersaksi bahwa bahwa keesokan hari salah seorang kakakku dan ibuku datang ke rumah suamiku (rumah mertua) untuk meminta obat-obatan dan berbagai rekam medis namun tidak pernah diberikan justru pada saat itu suamiku memarahi ibuku. Hancur rasanya hatiku setelah mengetahui hal tersebut. Padahal luka bakar itu ada lebih dari 80% dan ayahku yang bersaksi di Pengadilan Agama menjelaskan bahwa tak ada satu pun obat yang diberikan kepadaku. 

 Hal yang kemudian sebenarnya menjadi aib bagiku dan tentunya baginya, yakni uang dari penggalangan dana sebesar 180 juta rupiah yang ATM-nya dibawa oleh suamiku, tak pernah kumiliki lagi. Ayahku yang tahu bahwa diriku dalam keadaan terbakar adalah akibat dari perbuatan suamiku. Dan hingga sampai saat ini tidak pernah datang ke rumah untuk sekali pun menengok. 

 Hal yang paling menyakitkan adalah kesaksian ayahku bahwa selama aku sakit dan menjalani pengobatan dibiayai oleh keluargaku dan bantuan dari pemerintah. 

 Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh suamiku, dipersaksikan ayahku di depan meja Pengadilan agama, bahwa suamiku pernah memindahkan alamat domisiliku tanpa sepengetahuanku. Ini yang paling fatal dilakukan oleh Rio yang juga diketahui oleh ayahku adalah ayahku mengetahui bahwa suamiku pernah melakukan gugatan cerai di kota rantau yang kami tinggali. Tak hanya itu ayahku juga tahu bahwa Rio pernah mengajukan gugatan cerai juga di sebuah kota.

 Saksi berikutnya adalah kakak iparku perempuan, yang mengatakan kepada majelis hakim Pengadilan Agama bahwa ia sangat tahu kalau aku dan Rio  menikah tahun 2011 dan setelah menikah kami tinggal di kota rantau kurang lebih satu tahun. Dan setelah satu tahun itu aku diantar pulang ke kota asalku untuk tinggal di rumah mertuaku. Dan setelah tinggal selama setahun di rumah mertuaku, kakak iparku juga tahu bahwa akhirnya aku dan suami pindah ke kota asalku untuk kos. Lalu pada tahun 2016, suamiku pergi akhirnya balik ke kota rantau meninggalkanku.

 Kakak iparku mengetahui pula dan menyaksikan bagaimana aku dibakar oleh Rio.  Ia mengetahui tragedi pembakaran itu setelah aku dirawat di rumah sakit kota rantau. Dan kemudian ia juga mengetahui ketika aku dirujuk di sebuah rumah sakit ibu kota untuk pengobatan lanjutan atas luka bakarku. 

 Ia juga tahu tentang seorang anggota dewan yang memiliki kepedulian dan melakukan penggalangan dana untuk membiayai pengobatan atas luka bakarku.

 Bahkan hal yang selama ini juga ditutup-tutupi oleh suamiku bahwa kakak iparku pernah mengirimkan sejumlah uang yang tujuannya untuk digunakan dalam pengobatan. Namun selama ini suamiku tak pernah menceritakannya kepadaku.

 Kakak iparlu juga mengetahui bahwa aku dipulangkan dengan kondisi luka bakar yang berat, lebih dari 80% dan diantar ke rumah orangtuaku. Sama dengan kesaksian ayahku, kakak iparku menyatakan bahwa suamiku tidak pernah masuk ke dalam rumah saat mengantarku Ia hanya berdiri di luar rumah dan mengucapkan kalimat akan kembali setelah membayar ongkos taksi. Dan kesaksian yang serupa tentang pengalihan domisili tanpa sepengetahuanku. Kakak ipar juga mengetahui bahwa Rio melarikan ATM-ku yang didalamnya terakhir tercatat ada saldo sebanyak 180 juta.

 Ia juga tahu bagaimana aku mendapatkan pertolongan medis yang difasilitasi oleh dinas pemberdayaan perempuan dan dari Palang Merah Indonesia serta rumah sakit jiwa. Kakak iparku iniah yang selama ini sangat getol untuk menolongku.Ia salah satu support terbaikku setelah Ayah. Lewat dia pula aku menjadi kenal lembaga pendamping hukum yang selama ini mendampingiku.

 Bahwa saksi mengetahui untuk perawatan medis Termohon mendapat bantuan dari Pos Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak, Palang Merah Indonesia, Rumah Sakit Jiwa Daerah kakak iparku tahu pula kalau suamiku pernah menggugat cerai diriku saat kami tinggal di kota rantau. Ia juga tahu,beberapa waktu setelahnya aku juga balik digugat di sebuah kota pula .

 Demikian pula kesaksian yang disampaikan oleh tetanggaku yang sangat paham bagaimana aku mengalami luka bakar dan pulang ke rumah orangtuaku di tahun 2016 serta kesaksian-kesaksian lainnya seperti yang dikatakan oleh Ayah dan kakak iparku.

 Lalu pada 14 Juni 2021, lewat pendamping hukumku, aku mendapatkan informasi bahwa di tanggal itu ada mediasi yang dihadiri oleh keluargaku, keluarga suami, Pos Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak,polresta, psikolog, dan pendamping hukum. Acara mediasiku sendiri dimulai dari pukul 11.15 hingga 14.30 WIB dan berlangsung di kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak. 

 Proses mediasi tersebut dibuka oleh kepala Pos Pelayanan Perempuan Terpadu Perempuan dan Anak menyampaikan maksud dan tujuan diselenggarakan mediasi. Kemudian dilanjutkan dari Polresta yang di wakili oleh Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang juga menyampaikan maksud dan tujuan kenapa mediasi ini di lakukan. Kemudian pihak pelapor yakni aku yang di wakili oleh pendamping hukum menyampaikan kronogis kejadian sampai dengan tuntutan tuntutan yang diminta oleh pihak keluargaku yaitu : Pihak pelapor atau aku diperbolehkan menemui anakku yang di asuh oleh orangtua terlapor (suamiku), Pihak Terlapor atau suamiku mengembalikan uang hasil Penggalangan dana yang dia bawa lari oleh sebesar Rp. 180.000.000, 00 (seratus delapan puluh Juta Rupiah). Pihak Terlapor/suami memberikan biaya penelantaran selama 4 (empat) tahun kepada Pelapor sebesar Rp. 40.000.000, (empat Puluh Juta Rupiah).

Apa yang terjadi kemudian? Pihak Terlapor alias Rio,suamiku merespon dari apa yang diajukan oleh pihakku sebagai pelapor dan menyanggah apa yang telah disampaikan oleh pihakku. Pihak suamiku hanya bisa memenuhi satu permintaan dari pihakku yaitu tentang memberikan kesempatan aku untuk bertemu dengan anaknya tetapi dengan syarat jika anak berkenan bertemu denganku alias dengan persetujuanku. Suamiku sebagai pihak terlapor tidak mau memberikan apa yang menjadi harapanku yakni poin 2 dan 3. Kemudian ada perdebatan antara keluargaku dan keluarga Rio.  Akhirnya mediasi pun gagal. Ketika mediasi ini gagal maka dipastikan bahwa proses hukum yang kuajukan tetap berjalan. 

 Tahapan-tahapan berikutnya pun dilakukan, yakni briefing terhadap saksi-saksi yang akan diajukan di pengadilan negeri nanti. Tim pendamping hukumku melakukannya pada 15 Juni 2021 guna persiapan sidang 16 Juni. Saksi yang dipersiapkan adalah salah seorang psikolog dari Pos Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak dan seorang tetanggaku, yang juga dia menjadi saksi di sidang pada pengadilan agama. 

Saksi disiapkan untuk membuktikan dalil yang diajukan dalam jawaban dan juga untuk mengkonter jawabanku sebagai pemohon. Beberapa pertanyaan terlontar seperti apakah aku kenal dengan suamiku sebagai pemohon dan kondisi fisik serta psikisku sebagai termohon saat didampingi oleh Unit Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak. Dan siapa saja yang terlibat dalam penanganan kasusku. Siapa yang memberi bantuan terhadapku. Dan apa saja bantuan yang diberikan itu saat aku sakit dalam kondisi luka bakar yang sangat parah sampai pada saat persidangan. Sebab dalam rentang waktu itu aku pastinya membutuhkan banyak sekali biaya dan itu ada hitungannya. Di persidangan gugatan perceraian oleh suamiku sebagai pemohon itu. 

Beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada konselor Unit Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak apakah ia mengenalku suamiku sebagai pemohon dan aku sebagai termohon atau tidak. Dan mengapa dalam kasusku ini ditangani oleh mereka. Upaya yang dilakukan mereka untuk melakukan pendampingan hukum kepadaku. Saksi dari Unit Pelayanan Terpadu ini juga ditanya terkait apakah suamiku memiliki Wanita Idaman Lain dan apakah pernah mendengar bahwa suamiku seorang dengan temperamental. Ia juga ditanyakan terkait kapan gugatan verzet di Sebuah Kota dilayangkan dan penyebab luka bakar di tubuhku. Pertanyaan terakhir yang dilontarkan adalah apakah ia pernah datang ke Wanita Idaman Lain (WIL) suamiku. Hal tersebut dalam rangka untuk menghadapi persidangan pada tanggal 16 Juni 2021 sebagai saksi dari pihak pemerintah. 

 

16 Juni 2021 SIDANG

Timku melakukan pendampingan pada sidang kasus perceraian yang diajukan oleh Rio. Proses sidang kali ini sudah sampai pada tahap saksi dari pihakku. Pihakku sebagai termohon didampingi oleh Yayasan yang akan mengajukan lima orang saksi, tiga orang dari pihak keluarga dan tetangga serta dua orang dari pihak pemerintah. 

 Agenda pada tanggal 16 Juni 2021, saksi yang akan memberikan keterangan adalah saksi dariku, seorang psikolog dari Unit Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak sebab ada pengaduan dari keluargaku ke unit tersebut bahwa telah terjadi KDRT yang kualami. Saksi tersebut juga mengenalku dan mengenal Rio. Ia juga mendampingiku sejak 28 September 2017.

Lihat selengkapnya