Sebagai seorang anak kecil, sejujurnya aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi di balik kerusuhan itu. Orang-orang dewasa sering berbicara dengan nada serius, berbisik-bisik saat aku berada di sekitar mereka. Kata-kata seperti "politik," "rasis," dan "ketidakadilan" sering terdengar, tetapi aku tidak mengerti apa artinya semua itu. Aku hanya tahu bahwa sejak hari itu, dunia yang kuanggap aman berubah menjadi tempat yang menakutkan.
Aku sering mendengar cerita tentang kekerasan yang terjadi. Ibu berbicara dengan tetangga di depan rumah tentang toko-toko yang dibakar, orang-orang yang terluka, dan ketakutan yang merajalela. Setiap kata mereka seperti duri yang menusuk hati kecilku. Aku tidak bisa berhenti membayangkan apa yang terjadi pada mereka yang ada di balik cerita-cerita itu. Apakah mereka ketakutan seperti aku? Apakah mereka juga menangis di malam hari, bersembunyi di balik pintu yang terkunci, berharap semua akan segera berakhir?
Setiap kali malam tiba, aku merasa seolah-olah bayang-bayang kekerasan itu merayap ke dalam kamar tidurku. Aku mendengar suara-suara yang tidak ada: jeritan, kaca pecah, dan langkah-langkah kaki yang mendekat. Aku menarik selimutku lebih erat, berusaha menutupi kepalaku, berharap suara-suara itu akan hilang. Tapi semakin aku mencoba mengabaikannya, semakin keras mereka bergema di kepalaku.
Kadang-kadang aku bermimpi buruk. Dalam mimpiku, aku berlari di sepanjang gang sempit, dikejar oleh sekelompok orang dengan wajah marah. Aku mendengar suara kayu dipukul-pukulkan ke tanah, terdengar seperti guntur di telingaku. Aku terjatuh, dan saat aku menoleh ke belakang, aku melihat kobaran api yang besar, menyala-nyala seperti naga yang melahap segalanya. Aku berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutku. Lalu aku terbangun, tubuhku basah oleh keringat, napasku terengah-engah.